B a b _ d u a p u l u h e m p a t

6.9K 369 10
                                    

"Yang paling menyakitkan itu ekspektasi."
. . . . .

Renja tengah memasukan buku-bukunya kedalam tas, ia tidak menyisakan satupun peralatan tulisnya diatas meja. Bel istirahat baru saja berdering beberapa menit yang lalu, guru pengajar juga sudah meninggalkan kelas diikuti oleh teman-teman kelas lainnya. Disampingnya masih ada Nadi yang masih tengah mencatat tulisan di papan tulis.

"Gala tadi pagi pesen ke gue, katanya lo jangan ke kantin dulu. Tunggu dia." Info Nadi serya menulis.

Renja yang semula akan memasukan buku terakhirnya urung. Pandangannya sepenuhnya menatap Nadi. Hanya menatap namun sama sekali tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya.

Tidak seperti biasanya yang banyak bicara.

Heran. Nadi mengangkat kepalanya, pulpen yang ia genggam tadi langsung ia letakan. Atensinya Nadi jatuhkan kepada  Renja yang kini sudah kembali duduk dibangkunya. "Lo ada masalah sama Gala?" Tanya Nadi akhirnya.

"Nggak." Jawab Renja. Kepalanya ia tumpukan diatas kedua tangannya yang sudah ia lipat diatas meja.

"Serius?"

"Iya..."

"Terus kok lemes banget deh keliatannya. Tadi pagi juga gue liat Gala malah bareng sodara tiri lo itu."

"Hairanya yang mau." Jawab Renja. Kepalanya kemudian ia angkat, balas menatap Nadi.

"Sodara tiri lo itu nggak resekan?"

Pertanyaan itu membuat Renja bingung harus menjawabnya bagaimana. Tidak mungkin ia mengatakan dengan gamblang jika tingkah laku gadis yang terlihat lugu itu begitu menyebalkan sekaligus mengesalkan. Tidak ingin menimbulkan masalah, Renja lebih memilih untuk mengambil jalan tengah dengan menggelengkan kepalanya. "Nggak, mereka baik-baik kok." Renja tersenyum simpul diakhir kalimatnya. Meyakinkan Nadi jika semuanya baik-baik saja.

"Kalau ada apa-apa lo harus cerita sama gue. Gue gak mau jadi temen yang gak tau apa-apa sedangkan lo lagi kesusahan." Pesan Nadi. Jari telunjuknya mengacung tepat di depan mata Renja. Pun dengan matanya yang menatap Renja tajam, bermaksud mengamcam. "Kalo lagi sedih juga bilang. Lo bisa cerita sama gue. Karena sumpah liat senyuman orang yang lagi nggak baik-baik aja itu gue kesel liatnya." Imbuhnya.

Renja mencebik. Ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri jika ucapan teman bar-barnya itu berhasil membuat hatinya menghangat. "Siap suhu." Gurau Renja. Lalu kemudian tertawa melihat Nadi yang memutar matanya malas.

"Gue serius tau! Malah bercanda lagi." Kesal Nadi.

"Iya..iya..tau.." timpal Renja masih dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

Hingga pembicaraan keduanya terhenti ketika seseorang berperawakan tinggi tegap memasuki kelas tanpa sungkan. Langkah kakinya yang panjang terus melangkah, menghampiri Renja yang sudah menatap kearahnya. "Maaf nunggu lama." Ujar Gala. Tangannya terjulur untuk hanya sekedar mengelus rambut Renja yang terurai. Kebiasaan.

"Ia lama banget. Hampir aja gue pingsan karena kelaperan." Sungut Renja.

Mendengar itu Gala terkekeh gemas. Tangan yang semula mengelus kepala Renja kini sudah beralih mengacaknya hingga berantakan. "Lebay!" Kata Gala.

Plakk

Renja memukul tangan Gala yang telah membuat rambutnya jadi berantakan. "Punya tangan ngeselin banget sih!" Ucap Renja kesal yang hanya ditanggapi dengan eyes smile milik Gala.

"Yaudah ayo ke kantin." Ajak Gala, tangannya langsung meraih lengan Renja agar berdiri dari duduknya. Namun cekalan itu bukannya dilepas, Gala malah kian menurunkan pegangannya hingga di pergelangan tangan Renja. Dan itu tidak Gala lepaskan hingga keduanya berjalan beriringan. Melupakan kehadiran Nadi yang masih saja dibuat takjub dengan tingkah kedua remaja yang katanya sahabatan itu.

Eshal Renjana (Lengkap)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang