Jangan lupa tekan bintang dan tinggalkan dukungan, bestie 💙
Taun baruan mau ngapain, nih?
Selamat menikmati :)
****
"Jangan lupa konsumsi obat serta menjaga pola makan dan istirahatnya, Bu. Pantangannya dijaga supaya tidak kabuh. Semoga lekas pulih."
"Terima kasih, Dok."
Damian mengangguk singkat sebelum berbalik untuk kembali ke ruangannya di RS Bina Raga. Bersamaan dengan itu, ekspresi ramah yang tadinya ada di wajah menghilang begitu saja. Damian baru selesai melakukan pemeriksaan terakhir sebelum menandatangani dokumen kepulangan pasien.
Ketika baru saja akan memasuki ruangannya, ponsel Damian berbunyi. Ada panggilan dari perawat jaga. Seperti dugaannya, itu adalah panggilan cito. Tanpa banyak berbasa-basi, Damian langsung menuju salah satu bangsal untuk memeriksa dan memastikan keadaan pasien terlebih dahulu. Dari sana, barulah ia bisa memutuskan tindakan operasi apa yang akan dilakukan, sekalian menunggu penanggung jawab pasien menandatangani surat pemberian izin tindakan sementara tim kamar bedah menyiapkan kamar operasi.
Pasiennya kali ini adalah seorang gadis muda. Dilihat dari hasil pemeriksaan dan riwayat penanganan yang ada, perempuan kurus yang berusia sekitar 19 tahun itu didiagnosis mengalami tukak lambung akibat stres dan konsumsi obat antidepresan berlebihan sehingga lambungnya mengalami iritasi dan pendarahan yang cukup parah. Bahkan pada titik ini, pemberian terapi obat-obatan semejak beberapa jam lalu sudah tidak membantu banyak dan kondisi pasien menurun sampai akhirnya tindakan operasi diperlukan.
Saat dokter jaga mengkonfirmasi persetujuan dari wali pasien dan kamar operasi siap, pasien pun dipindahkan. Damian yang tadinya hendak bersiap-siap untuk melakukan tindakan sedikit dibuat terpaku oleh suara keributan yang terjadi di lorong rumah sakit. Kedua orang tua alias wali dari si gadis yang hendak dioperasi tadi terlihat memarahi seorang dokter wanita di sana.
Renata.
Tidak salah lagi.
Meskipun Damian terlihat cuek, tapi satu saja tumpangan di mobilnya kala itu cukup untuk membuatnya ingat pada Renata. Dokter wanita yang sedang pasrah menerima caci maki dari keluarga pasien sambil menahan tangis itu terlihat sangat menyedihkan. Membuat Damian sedikit iba.
Sedikit.
"Gara-gara kamu anak kami jadi overdosis antidepresan!"
Tidak salah lagi. Ini pasti orang tua dari pasien yang akan ia operasi.
"Seharusnya kamu tidak meresepkan obat sialan itu!"
"Dasar dokter tidak kompeten!"
"Pembu--"
"Cukup!" potong Damian tegas, membuat kedua orang yang emosi itu mendadak hening. Beda halnya dengan Renata yang langsung menoleh terkejut.
"D-Dokter Damian...."
Damian tidak sedikit pun menoleh pada Renata, tetapi mata terangnya menatap tajam pada pasangan paruh baya tersebut. "Jangan membuat keributan di sini," titahnya tegas. "Tolong hormati kenyamanan pasien lainnya."
"Kamu pikir kamu siapa bisa menyuruh kami seperti ini?!" Si pria rupanya semakin emosi. "Kami bayar di sini! Suka-suka kami ingin seperti apa!"
"Obat dari dia membuat putri kami sekarat! Kami berhak marah!" tambah istrinya sembari menunjuk Renata. Pakaian wanita paruh baya tersebut terlihat begitu modis dan mahal. "Apa kamu tidak tahu siapa kami? Kami bisa menuntut rumah sakit kalian karena dokter ini mal praktik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Z̶e̶l̶ian 3: Definisi Sempurna
Ficção Geral"Bagi saya, kamu itu definisi sempurna." ***** Itulah yang dulu Damian Arka Narendra--seorang dokter bedah digestif berusia 35 tahun--sering katakan kepada mendiang istrinya. Kata-kata itu tidak pernah menjadi omong kosong belaka karena di mata Dami...