40. Even Closer

7.3K 784 231
                                    

Warning!

Rasa pusing dan sakit kepala akibat membaca Zelian 3 yang berkelat-kelit bukan tanggung jawab saya ✔️

Selamat menikmati :)

******

"Nama, Naramira Olivia, status janda, kelahiran 15 Maret 95. Hmm.... Lo amnesia apa gimana, sih?"

"Atau, lo cuma transplantasi muka kayak di film itu?!" tuduh Rafa, menyambung perkataan istrinya. "Oplas? Bisa-bisanya jadi muka si Zelin...."

Arin menggelengkan kepala. "Gak mungkin, Raf. Aku yang bukan dokter aja tau kalau hasil oplas gak akan semirip itu."

"Eh, siapa tau, kan, By? Zaman udah maju." Rafa menaikkan bahu. "Apa tanya si Kirana aja? Dia dokter kulit, kan?"

"Jangan," sanggah Nina. "Masalah ini cukup kita dulu yang tahu. Jangan buat orang di luar sama cemasnya." Sudah cukup kehebohan untuk malam ini. Nina tidak mau semakin banyak orang datang dan mengerubungi putrinya. Kasihan. Dikeliling dan ditanya oleh lima orang saja, wanita itu sudah ciut.

"Zel...?" panggil Nina lembut, mencoba mengajak wanita itu berbicara. "Kamu ... betulan gak lupa kami semua, kan?" Rasa khawatir di dalam dirinya kembali mengganggu. "Gak apa-apa. Gak perlu sembunyi seperti ini. Kami gak akan marah...."

Yang diajak berbicara tidak bergeming. Dia masih menutup diri dengan selimut. Kebingungan dengan rasa cemas mulai menggerogoti diri. Melihatnya, Nina pun menghela napas pelan. Apa yang sudah terjadi pada putrinya setahun belakangan ini?

"Tadi, kamu bilang dia sempat CT scan, Damian? Apa Papa boleh lihat hasil scan kepalanya?" inisiatif Ali.

Damian pun menoleh dan mengangguk, lantas merogoh ponselnya. Dia punya copy hasil scan di sana karena sempat meminta tadi. Privilege sesama dokter di Bina Raga. Menurut rekan dokter jaga IGD dan dirinya tadi, tidak ada yang salah dengan hasil kondisi wanita itu. Namun boleh jadi, ia melewatkan sesuatu di bagian kepala. Biarlah Papa Ali yang memang bidangnya meninjau lebih dalam. "Ini, Pa."

Ali pun menerima ponsel Damian dan mengeluarkan kacamatanya dari saku kemeja. Ditinjaunya lamat-lamat setiap foto scan bagian kepala tersebut. Foto tampak atas, tampak samping, semua diteliti dengan jeli agar menemukan jawaban. Setahun lalu, dari panggilan video yang ia lihat, kepala putrinya memang sempat terkena pukul beberapa kali. Apa itu menyebabkan trauma berat? Namun, dulu Zelina masih memiliki kesadarannya sebelum panggilan video diputus. Apa ini akibat kecelakaan mobil itu?

Bukannya mendapat jawaban, kening Ali justru berkerut semakin dalam.

"Ada apa, Pa?" tanya Damian khawatir. "Apa Damian dan dokter jaga melewatkan sesuatu?"

"Tidak, Damian." Ali melepas kacamatanya dan memijat batang hidung pelan. "Hasilnya scan tidak menunjukkan indikasi serius tentang trauma di--"

"A-aku tau semua yang ada di sini."

Ucapan Ali dipotong oleh wanita yang kini mengintip dari balik selimut, Nara. Tangannya terlihat sedikit gemetar sembari mencengkeram kain tersebut, menjaganya agar tetap menutupi sebagain wajah. Pelipisnya bahkan sedikit berkeringat sekarang.

"Aku tau Mama, Papa...." Mata mahoninya menatap Nina dan Ali, lantas beralih ke dua orang yang agak jauh. "... Arin, Rafa...." Dan terakhir, pada Damian.

"... juga kamu, Damian Arka," cicitnya lebih pelan. Sorot matanya tidak terbaca, seolah-olah terlalu banyak emosi yang tidak bisa disampaikan di dalam diri. Banyak hal tertahan yang belum bisa diungkapkan. "D-dulu kita suami-istri."

"Zel.... Apa maksud kamu dulu? Kita masih suami istri sampai sekarang," bantah Damian seraya berjalan mendekati wanita itu. "Lihat? Saya masih pakai cincin pernikahan kita."

Z̶e̶l̶ian 3: Definisi SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang