E p i l o g

20.7K 1.2K 927
                                    

Cuma mau bilang:

Happy graduation, Bestie! Terima kasih sudah bertahan sejauh ini 💙

Boleh minta ramein sekali lagi? Hihi.

Selamat menikmati bab terakhir kisah Damian sama Zelina :)

*****

〰️〰️〰️
17.10

5 Mei 2025
〰️〰️〰️

Air mata masih membasahi wajah pemilik iris terang itu. Rasa sakit sangat membekas di dada, membuatnya sesak. Bahkan, ruangan yang lengang dan nyaman tiba-tiba terasa sangat menghimpit. Damian tidak suka ini.

Menolak putus asa, ia pun mencoba untuk bangkit. Tubuhnya agak limbung ketika ia berdiri, kepalanya pening, dan energi di tubuhnya seolah terkuras habis akibat luapan emosional itu.

Tidak.... Jangan seperti itu.

Kisahnya tidak boleh berakhir seperti itu.

Damian belum ingin menyerah pada definisi sempurna miliknya.

Makanya, satu-satunya hal yang berada di pikiran Damian saat ini adalah wanitanya. Dia harus mencari Zelina agar realita tidak layaknya mimpi buruk yang menghantui lagi. Damian betul-betul ingin keluar dari skenario kejam ini.

Memastikan bahwa ketiga buah hatinya aman di alam boks bayi, Damian pun mengusap wajahnya kasar sebelum keluar dari kamar terburu-buru untuk memburu Zelina. "Zel...!" panggilnya agak keras, sudah tidak peduli jika ia terlihat seperti orang kesetanan di rumah mertuanya sendiri.

"Zelina...!"

"Kenapa, Dam?" tanya Mama Nina khawatir.

"Zelina mana, Ma?" Tatapan Damian putus asa. "Damian sedang mencari dia."

Menatap menantunya penuh kebingungan, Mama Nina pun menjawab, "Zelin ... ada di halaman belakang. Kalian ini kenapa?"

Damian hanya menggelengkan kepala dan berterimakasih sebelum berlari kecil rusuh untuk menghampiri wanitanya. Dan, seperti yang Mama Nina katakan, di sanalah Zelina berada. Wanita itu sedang duduk di kursi rotan sembari terisak pelan dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Zel...," panggil Damian lirih. Mendengarnya, wanita itu pun mendongak, menampilkan wajah yang dibasahi air mata.

"Dam...?"

Damian tidak mengatakan apapun, melainkan segera mendekat dan mendekap wanitanya dengan erat. Ia menangis tanpa suara, tetapi getaran lembut di bahunya cukup untuk menegaskan bahwa pria ini sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, kedua lengannya menjadi lebih erat di sekeliling tubuh Zelina. Tidak mau melepasnya sama sekali karena takut kehilangan. Sungguh, Damian tidak mau itu terjadi.

Tentu saja, Zelina yang mendapat perlakuan seperti itu agak terkejut. Kedua mata mahoni dengan sklera merah membelalak kebingungan, tidak tahu harus melakukan apa karena pelukan Damian agak membuatnya sesak sekarang.

"Dam, apaan, sih!?" Zelina sungguh tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi. "Aduh. Lepas!"

"Tidak!" kukuh Damian. "Saya tidak akan pernah melepas kamu!"

Z̶e̶l̶ian 3: Definisi SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang