04. Penolong

132 51 31
                                    

Saya kembali membawa cerita ini

Jadi tolong vote dan commentnya ya para pembacaku tercinta

Happy Reading Manteman

Bonus Pict: Kesayangan kita

Bonus Pict: Kesayangan kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Hari itu, Hanin jadi lebih banyak diam. Terkhusus di depan Elnandra. Sejak Elnandra datang untuk menjemputnya hingga saat mereka sampai di kelas, Hanin sama sekali belum menatapnya. Bahkan dia tidak menyadari terdapat begitu banyak luka pada wajah cowok itu.

Dan Elnandra yakin kalau semuanya berawal dari panggilan telepon yang dia abaikan kemarin sore.

"Lo kenapa sih?"

"Nggak." Hanin menggeleng kaku.

"Hanin!" Suara ribut dari luar kelas membikin Hanin kontan beranjak dari kursi untuk menghampiri.

"Hanin..."

"Ada apa sih? Nggak usah teriak-teriak, Em."

Emma—cewek yang barusan memanggil Hanin—langsung menunjukkan layar ponselnya. "Nih. Liat."

Kening Hanin berkerut. Matanya menyipit untuk melihat dengan jelas sosok di foto yang ditunjukkan Emma. Foto itu berlatar di lapangan outdoor. Alat-alat milik organisasi PMR berserakan di sekitar sana. Seorang cowok berambut hitam kecoklatan berdiri menyamping sambil menahan tubuh seorang siswi.

Mata Hanin seketika membelalak waktu mengenali siapa keduanya. Giginya menggertak. Dengan napas berderu cepat, dia menoleh pada Elnandra sekilas sebelum tanpa banyak bicara lagi, dia melangkah keluar kelas. Kedua tangannya terkepal. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru koridor.

Sampai ketika Tara dan Naka muncul dari gerbang, Hanin berlari. Lantas dengan sekonyong-konyong, dia mencekal pergelangan tangan Naka. "Gue mau ngomong sama lo."

"Eh koplak! Jangan pegang-pegang Naka! Tangan lo haram."

Hanin memutar bola mata sebelum menatap Tara. "Sheitara Rajni Wiratama, gue lagi nggak ngomong sama lo. Coba dilakban dulu deh mulutnya."

"Wah kurang ajar—" Perkataan Tara tak terlanjutkan saat Naka mencengkram bahunya, memejamkan mata untuk beberapa saat sebelum mengangguk. Tanda agar Tara tidak usah ikut campur. "Lo lolos kali ini, JALANG!"

"Dikasih tahu malah nyolot lo!" Amarah Hanin yang semula nyaris meledak seketika terbendung. Mengembuskan napas, Hanin bicara lagi selembut mungkin. "Ayo, Naka. Ikut gue."

Naka menurut. Namun baru saja dia mau melangkah, Tara menahannya. Dan lagi-lagi, Naka tersenyum tipis sambil berkata tanpa suara. Kalau Tara tidak salah, katanya begini; nggak apa-apa, kok. Tara pasrah, hanya bisa menatap punggung Naka yang kian lama kian hilang ditelan jarak.

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang