52. Sebuah Alasan Mengapa Kembali

44 24 1
                                    

Now Playing; Andra and The Backbone—Hitamku

"Theo, dia siapa?"

Tiga kata dengan suara parau itu serupa sebilah belati yang menancap sempurna di jantung Naka. Gadis itu gemetaran. Ruang pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan negatif seperti; apa Ryu tidak ingat padanya? Apa Ryu tidak baik-baik saja?

Dan itu membuat Naka ingin menyerah saat itu juga.

"Ryuda... I—ini aku."

"Anak setan!"

Naka mendongak ketika Theo menegur Ryu dengan keras.

"Nggak usah banyak drama! Lo nggak kasian apa nih anak satu bulan mau ngurusin orang kagak tahu diri kayak lo?" Jelas, Theo tengah bercanda. Namun ada getar pada suaranya. Mungkin dia juga masih belum percaya.

"Galatheo!" Ibu menegur dari luar. Baru saja datang sehabis mengantar dokter Risa.

"Ibu, Ryuda nyebelin."

Ibu malah menempelkan telunjuk di depan bibirnya.

"Ry?" Naka memanggil lagi.

Ryu mengulum bibir, menahan gelak yang kapan saja bisa meledak. "Apa, Tuan Puteri?" tanyanya kemudian dengan suara pelan.

"Ryuda!"

"Jangan pukul-pukul dulu." Ryu berkata susah-payah saat Naka hendak melayangkan tangannya. "Sini. Kangen dipeluk, kan?"

"Ry aku nggak tahu harus ngomong apa lagi—tapi—arghh! Kamu enyah aja deh. Bisa-bisanya bercanda disaat situasi lagi gini!" Naka mengamuk hingga susah bagi Ryu untuk menebak apakah Naka masih mau memeluknya atau malah akan menjauh. Namun pertanyaan itu terjawab lega setelah Naka jatuh juga di pelukannya. "Aku kangen kamu. Aku nggak mau kamu kayak gini lagi. Rasanya sakit. Tapi semua rasa sakit itu akhirnya terbayarkan hari ini."

Ryu mengelus surai Naka lembut. Sesekali menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Ryu tahu, amat kurang ajar membuat seseorang tersiksa karenanya. Ryu tahu, Naka pasti tidak berani membicarakan rasa sakitnya pada orang lain sehingga hal itu baru tersampaikan hari ini. Naka tidak pernah menginginkan orang-orang khawatir karenanya. Dan dia baru berani ketika keadaan telah benar-benar membaik.

Ryu bangga pada gadis itu sekaligus membenci dirinya sendiri.

"Theo."

Theo refleks mendongak, mendekat ke ranjang dengan perasaan kalut.

"Nggak perlu begitu. Gue nggak kenapa-kenapa." Ryu menatap Ibu. "Bu, anak Ibu pasti terbebani banget ya ketika aku panggil dia pake nama itu? Karena biasanya, aku selalu lagi dalam kondisi nggak baik-baik aja kalau panggil dia begitu—"

"Dan gue benci itu." Theo menukas cepat. "Apalagi terakhir kali lo panggil gue kayak gitu, gue nggak ada di sisi lo. Lo menderita sendirian. Seakan, semua yang lo alami selama satu bulan ini akarnya adalah gue."

"Nggak. Mana mungkin lo jadi penyebabnya. Karena di setiap keadaan, lo jadi orang pertama yang memprioritaskan gue. Untuk hari itu, hari-hari ke belakang, dan mungkin hari-hari selanjutnya, makasih banyak. Dan maaf."

"Gue maafin, asal lo nggak mengulang kesalahan yang sama, Ry."

Ryu mengangguk, kini beralih menatap Naka. "Tuan Puteri."

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang