59. Jejaknya

45 26 10
                                    

Banyak sudah kisah yang tertinggal
Kau buat jadi satu kenangan
Seorang sahabat pergi
Tanpa tangis arungi mimpi
Selamat jalan kawan cepatlah berlabuh
Mimpimu kini telah kau dapati
Tak ada lagi seorang pun yang mengganggu
Kau bernyanyi
-Tipe-X

Hujan kembali turun sederas di hari dimana Ryu membalas pesan Naka untuk segera pulang. Namun ternyata, pulang yang Ryu maksud bukan pulang menemui Naka di rumah Theo untuk lalu menikmati malam bersama hidangan yang Ibu siapkan khusus untuk Ryu. Melainkan pulang ke tempat asalnya di atas sana. Yang bahkan mungkin tidak akan ada salam perpisahan kalau saja orang-orang di rumah tidak mendapat kabar.

Pelukan yang Ryu janjikan, berakhir terwujud. Itupun saat Ryu sudah terkulai lemas. Menjadikannya sebuah pelukan dari satu pihak. Dari Naka.

Naka menarik kembali ucapannya tentang musim hujan tahun ini. Persetan tentang musim hujan terindah, ini adalah musim hujan terburuk yang pernah ada.

Naka lagi-lagi kehilangan seseorang dalam hidupnya. Dan Naka tak bisa melakukan apa-apa selain menangisi takdir.

"Itu buat kamu. Hadiah kecil yang aku beli tadi sore."

Sekilas ingatan perbincangan terakhir Ryu dengannya yang mendadak terlintas membuat gadis itu menoleh pada nakas. Kotak putih yang berlumuran darah dan sudah tak terbentuk itu senantiasa berada di dekat foto Ryu yang diam-diam Naka pajang di kamarnya.

Kotak itu adalah saksi betapa besar sakitnya Ryu saat berjuang malam itu. Betapa besar usaha Ryu untuk mempertahankan hidupnya.

Perlahan, Naka membuka kotak itu. Ternyata hanya untuk membuatnya kian terguncang sewaktu pemandangan sepasang gantungan kunci dengan tokoh Simon dan Jeanette juga sebuah kotak beludru merah di antara beberapa sticky notes masuk ke indra penglihatannya.

Maaf, aku nggak pernah ngasih boneka kesukaan kamu selama pacaran. Waktu kecil pun, aku ngasih kamu bonekanya Theo. Aku baru bisa kasih sekarang. Sekalian lamar kamu.

Ryu berencana melamarnya.

"Iya, soalnya bocah-bocah yang kamu bawa bawel semua. Padahal aku emang niat serius sama kamu dari awal."

Entah itu mimpi atau hanya halusinasi, yang pasti, itu suara Ryu. Namun suaranya samar-samar seperti ingatan kusut. Membuat Naka kontan beranjak. Mencari-cari sumber suara, bahkan memandang celah jendela.

"Ryuda?"

Namun sosok itu tak pernah ada. Naka mungkin mulai kehilangan akalnya.

"Coba baca yang lainnya. Tapi aku nggak menjamin kamu nggak akan marah setelah baca itu."

Meski tak masuk akal, Naka tetap menurut, mengambil langkah ke tepi ranjang dan memungut lembaran catatan yang menempel di dalam kotak itu.

Aku pikir, pertemuan kita hanya sebatas keinginan aku mempersenang diri karena melihat keterpurukan Nandra. Setelah aku coba pun, aku masih berpikir kalau ini cuma obsesi aku buat balas dendam sama Nandra.

Karena nyatanya, aku memang selalu pengen Nandra marah karena aku dekat sama kamu.

Tapi ternyata, makin lama aku kenal kamu, aku mulai nggak terima ada orang yang marah karena kamu dekat sama aku. Aku mulai nggak terima ketika orang lain jadi pahlawan buat kamu selain aku. Dari sana aku tahu, aku sadar kalau semua ini memang udah dirancang sampai rasa cinta dan saling menjaga akhirnya tumbuh.

Untuk yang satu itu, Naka tahu lebih awal. Dari Elnandra, ketika ke sekian kalinya dia dan Ryu bertengkar karena kemunculan Elnandra.

Aku menyesali semua waktu dalam hidupku terkhusus waktu yang terbuang sia-sia buat bikin dosa. Tapi aku nggak akan pernah menyesali tiap waktu yang aku habiskan sama Naka. Pengecualian bagi waktu yang aku habiskan tapi cuma diisi kekerasan. Yang amat disayangkan, aku lebih sering mengisi waktu sama kamu dengan opsi kedua. Maaf, Tuan Puteri.

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang