56. Inikah Akhirnya

50 23 0
                                    

Pagi itu, pemandangan pertama yang Theo dapati tidak dapat dia sendiri percayai. Itu adalah momen langka yang mungkin kalau diizinkan, harus Theo abadikan di sebuah museum. Karena setelah bertahun-tahun lamanya, Theo bisa melihat Ryu bangun lebih dulu darinya. Satu hal lagi yang juga mengejutkan baginya adalah, Ryu sudah siap dengan pakaian rapi dengan posisinya kini duduk memunggungi Theo dan fokus pada meja belajar.

Theo tergerak untuk menghampiri. Ternyata Ryu sedang menulis beberapa hal di buku catatannya. Tunggu. Buku catatan! Buku catatan yang tak tersentuh selama bertahun-tahun itu kini dia buka!

Tapi, buku catatan itu hanya memuat setengah dari kisah masa kecil Ryu. Sisanya, tertuang di buku yang Ryu tinggalkan di rumah orang tuanya.

"Lagi ngapain?"

Ryu terkesiap mendengar suara Theo yang tiba-tiba. "Ngagetin aja lo."

"Nulis apaan sih?"

"Kepo." Ryu beranjak. Membereskan alat tulis dan buku catatannya sebelum lalu memasukkannya ke dalam laci. Tapi ada beberapa yang dia selipkan di saku celananya.

"Kok diberesin?"

"Karena beres."

"Nulis apaan? Gue pengen tahu nih."

"Mau tahu aja lo. Udah sana. Hari ini lo kan harus photoshoot."

"Iya juga." Theo hendak berbalik untuk menuju kamar mandi, namun satu pertanyaan di benaknya muncul sehingga dia urung melangkah. "Terus lo hari ini mau kemana?"

"Rumah Naka."

"Ngapain? Orangnya kan ada di sini."

"Ketemu Bunda."

"Jiakhh kalah cepet lo sama gue."

"Parah lo. Temen sama pacarnya lagi cekcok, lo malah ngedeketin pacar sama Bundanya. Jangan bilang lo mau tikung gue."

"Kalau iya?"

Wajah Ryu seketika datar.

"Nggak mungkin lah anjir! Sinis amat lo." Nggak mungkin nggak mau nikung maksud gue. Theo melanjutkan dalam hati. Kalau dia bicara langsung, yang ada, habis riwayatnya.

"Awas aja lo. Gue pamit. Naka udah nunggu."

"Eh bentar, Ry."

"Apalagi?"

Theo melangkah mendekat pada Ryu yang telah mencapai ambang pintu. "Ini," katanya setelah mengulurkan secarik kertas yang terlipat-lipat, yang lalu disambut baik oleh Ryu. "Et! Jangan dibuka sekarang. Nanti aja. Kalau ada waktu luang."

Ryu mengangkat lipatan kertas itu sebelum berdecak. "Nggak abis pikir gue sama jalan pikiran lo. Ya udah iya makasih kertasnya. Gue pamit."

"Hati-hati. Jangan pulang kemaleman. Nanti lo kena marah Ibu."

"Sialan!" Ryu berseru lantang ketika dirinya justru belum jauh dari kamar. Lantas hal yang berikutnya menyambut adalah senyuman dari Ibu disusul pelukan hangatnya.

"Anak Ibu mau kemana udah ganteng begini?"

"Aku pamit keluar dulu ya, Bu." Ryu menyahut setelah pelukan mereka terlepas. "Sama Naka. Mau ke rumah dia."

"Mau dilamar sekarang?"

"Nggak, Ibu. Mau ketemu aja dulu."

"Oke kalau gitu. Tapi nanti kalau kamu mau lamar Naka, langsung bilang aja sama Ibu. Ibu siapin deh semua perlengkapannya."

"Siap, Bu. Makasih sebelumnya dan makasih untuk semuanya." Sebuah kecupan singkat dari Ryu mendarat di pipi rona Ibu. Begitupun sebaliknya. "Ryu pamit."

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang