20. Theo untuk Ryu

66 33 7
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Entah untuk ke berapa kalinya Naka dan Theo terbangun karena Ryu yang mengigau menyerukan kata 'Mama'. Ryu jadi merasa amat bersalah. Orang-orang yang dengan niat tulus menjaganya, harus kerepotan sampai tidak punya waktu untuk tidur.

Mengurus ini itu, menemaninya, bahkan hingga melerai perdebatan yang sempat terjadi beberapa jam lalu antara dirinya dan Elnandra yang berakhir telak di Elnandra.

"Ryu.. tenang ya.." Genggaman Naka terasa tak nyata. Seolah Ryu dan Naka berada di alam berbeda.

"Ryuda, minum dulu."

Segera Ryu meraih sodoran gelas berisi air hangat dari Theo. Meneguknya cepat hingga tak tersisa. Membuat dua orang di depannya bergeming heran.

"Pelan-pelan, Ry."

Ini, Ry.

Itu, Ry.

Begini, Ryuda.

Begitu, Ryuda.

Rasa-rasanya Ryu mengacaukan hari ini. Setiap tindakan yang dia buat, selalu mengundang nasehat. Mengundang kekhawatiran berlebih. Padahal, Ryu sama sekali tidak cemas dengan keadaannya sendiri.

Itulah alasan mengapa Ryu tidak mau memberitahu kondisinya pada orang lain. Dia tidak mau orang lain menerima konsekuensinya. Ryu yang berbuat, Ryu pula yang harus bertanggung jawab. Sudah jadi risikonya berdiri di tepi jurang kematian kalau sedari dulu dia tak memedulikan dirinya sendiri.

Ryu takut, seperti waktu kecil dulu—saat dia sakit—Papa memarahinya. Mama tak peduli dan terus memaksakan kehendaknya, bahkan beliau marah ketika kerepotan mengurus Ryu. Ryu takut berbagi perasaan. Dia takut tak diacuhkan.

Jadi selama ini dia sendirian. Menanggung duka.

"Maafin gue ya Gate. Maafin aku, Ka."

"Kok minta maaf sih?" Naka protes dengan nada lemah lembut. Dia kembali duduk di samping ranjang sambil mengangkat tangan Ryu, menyentuh pipinya. "Kamu nggak salah."

"Aku ngerepotin kalian."

"Kagak!" Theo menyela cepat. "Apa-apaan lo. Kayak sama siapa aja."

"Dan gue minta maaf, Gate. Gue nggak ngasih tau lo soal hasil diagnosis."

"Lo masih takut?"

Ryu menelan saliva. Theo mengenalnya lebih dari seorang sahabat. Lebih dari hubungan saudara. Theo tahu segalanya. Berkali-kali Ryu bersikap seolah menghindarinya, seolah menelantarkannya, namun Theo tidak berubah. Hanya dia yang tahu alasan Ryu berbuat seperti itu. Yang nantinya, Theo akan bertanya 'ada masalah apa?' dan seterusnya dia jadi pendengar yang juga menyimpan baik-baik semua itu dalam memorinya.

"Mana mungkin gue nggak peduli, Ryuda."

"Iya, gue takut lo pergi. Gue takut lo marah dan terpaksa ngurusin gue."

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang