33. Rekaman Masa Lalu

40 25 0
                                    

Now playing; Lee Hi—Breathe

"Kenapa kamu baru pulang?!"

Teriakan itu tak lepas bersahutan dan bergema di kepala sejak pintu utama terbuka menampilkan seorang pria dari luar dengan setelan tuxedo berantakan dan lusuh. Dan kelihatan seperti... Papa.

Tunggu, kenapa Ryu mendadak ada di rumah orang tuanya? Duduk di tepi ranjang, mendampingi—lebih tepatnya hanya bisa mengamati—anak kecil dengan mata bulat persis seperti dirinya masih menggunakan seragam olahraga taman kanak-kanak, duduk di balik pintu sambil memainkan selot berkarat di bawah.

Ryu ingin beranjak, menarik tangan anak itu dan berkata bahwa itu kotor. Tapi sesuai katanya barusan, dia hanya bisa mengamati, tubuhnya kaku, tak dapat digerakkan, bahkan tak bisa bicara. Hanya bisa berkedip dan menoleh ke kanan dan kiri.

"Berisik! Daritadi kamu terus.. aja nyerocos. Diem!"

"Kamu masih punya satu istri di sini, Reidra!"

"Istri yang terpaksa aku nikahi, begitu?!"

Mendengar percakapan itu, Ryu tahu permasalahan mereka. Itu adalah hari dimana Papa baru pulang setelah beberapa bulan menghilang. Terlebih, Mama menderita sendirian mengurus Ryu.

Ryu kecil menatap nanar pada selimut bergambar tokoh kartun Toy Story yang bahkan tidak dia sukai semenjak Mama membelinya. Namun Ryu bungkam, tidak protes dan mensyukurinya. Lagian waktu itu Ryu berpikir bisa membeli yang baru mengingat dia anak orang kaya karena rumahnya besar.

Tapi ternyata, hal itu sampai kini tidak kunjung terwujud. Ada rasa sakit ketika menyadari betapa sulit Ryu mengekspresikan diri di waktu kecil.

Dan ada rasa tidak rela mengingat dia tak bisa memilih semua keinginannya.

"Itu juga ulah kamu sendiri! Ryuda nyaris lahir tanpa sosok ayah kalau aja Papa nggak segera nemuin kamu. Pemikiran bahwa kamu bakal pergi setelah melakukan hal senonoh itu, mengingat kamu berdandan tertutup masih tergambar jelas di kepala aku! Kamu mau ninggalin aku sama Ryuda, Rei!"

"Karena semenjak kamu kasih tahu tentang kehamilan kamu, aku udah nggak cinta kamu lagi!"

"Brengsek!"

Benar. Ryuda juga brengsek. Sama seperti Papa, Ryuda adalah seorang bajingan. Karena seperti peribahasa; Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Maka perilaku dan karakter Papa, akan menurun pada anaknya alias Ryu.

Saat seusia itu mata Ryu menatap polos pada lututnya. Dihiasi luka dengan banyak darah, jatuh akibat bersenang-senang di luar, akibat bermain bola. Ryu tidak mengerti apa inti pertengkaran orang tuanya. Hanya saja, dia merasa, jatuh karena bersenang-senang di luar sana lebih baik rasanya daripada mendekam sambil mendengar teriakan di rumahnya sendiri. Jatuh di luar sana membuat jantung Ryu tidak perlu terus berpacu kencang.

Dan Ryu yang sekarang mengerti. Bahwa dirinya hanya anak hasil hubungan gelap Mama Papanya. Anak yang tidak diinginkan—terlebih oleh Papa. Ryu sekarang baru sadar, memang betul jatuh lebih baik daripada mendengar teriakan kedua orang tuanya sebab itu yang dinamakan pertengkaran. Pertengkaran adalah sebuah kehancuran. Dan Ryu-lah penyebab utamanya.

Ryu juga tak seharusnya menyelesaikan masalah dengan pertengkaran dan kekerasan. Tapi, bagaimana lagi?

"Keputusan aku untuk pulang ternyata salah. Bukannya melayani, kamu malah teriak-teriak nggak jelas. Urus tuh anak kamu! Makin ke sini makin liar! Saya bakal bawa Ryuda baru. Bukan Ryuda yang lahir dari kamu! Anak yang lebih hebat dari anak kamu. Tunggu aja. Anak kesayangan aku bakal datang nanti."

"Ryu juga anak kamu! Ingat itu Rei! Ryuda sakit! Dia menderita, sedangkan kamu malah asik sama keluarga baru kamu!"

Untuk waktu yang cukup lama, hening melanda. Entah apa yang ada di pikiran mereka masing-masing. Terlebih Papa setelah mendengar keadaan Ryu.

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang