21. Tumbang

95 34 7
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Langit kelabu di pagi hari berganti dengan terik mentari. Jarum pendek jam tengah merambat ke angka delapan saat pembina upacara alias Bu Siera sebagai guru kesiswaan, masih betah menyampaikan amanat. Hampir setengah jam lebih, para siswa dibuat berdiri sampai kaki mereka gempor.

"Anjrit korupsi waktu banget si ibu. Mana pelajaran pertama olahraga." Celetuk siswa jangkung di barisan kelas lain.

"Gue seneng sih, pelajaran pertama matematika wajib. Pusing gue, mana gurunya killer." Kalau ini Bryan, siswa yang sekelas dengan Naka. Untuk perkataan Bryan, Naka setuju 100%.

"Ah sialan. Gue sih pelajaran terakhir."

Kalimat-kalimat keluhan itu semakin memudar seiring perhatian Naka teralih pada Tara yang berdiri di sebelahnya, menatap lama tanpa berani bicara. Naka mengangkat kedua alis, lesu.

"Lo dari mana aja, Ka? Jumat, Sabtu, Minggu, balik lagi ke Minggu. Gue wajar kalau WhatsApp gue nggak dibales. Soalnya lo jarang buka HP. Tapi, telepon gue nggak lo angkat. Padahal dalam keadaan apapun, HP lo pasti nyala kalau ada notifikasi telepon. Lo kemana? Hesa nanya-nanya. Kabar lo gimana?" Sekalinya bicara, gadis itu mencerocos bak lintasan kereta. Tak ada hentinya. Berbelit-belit bagai kabel listrik. Membuat Naka kian pening.

"Kok diem? Jawab Ka."

"Ka, lo kok pucet banget? Udah sarapan?"

Naka menggeleng selemah mungkin. Sebab sekali bergerak, dunia terasa bergoyang bukan main. Peluh dingin kini menghiasi kening dan telapak tangannya. Suara pembina upacara di mikrofon berdengung di telinganya.

"Naka." Kali ini Tara mencengkram bahu Naka.

Pandangan Naka menghitam di tepi fragmen serupa vinyet pada sebuah gambar yang disesuaikan hingga seratus persen. Menyisakan setitik cahaya bulat yang pada akhirnya ditelan kegelapan sebelum Naka merasakan tubuhnya limbung.

"Naka!" Tara berteriak panik sesaat setalah tubuh Naka tertahan olehnya. "Hesa! Ka! Bangun, Ka!"

Kepanikan mulai terjadi. Atensi para murid teralih pada mereka. Begitupun para guru termasuk pembina yang menyerukan anggota PMR untuk menghampiri titik kejadian.

Hesa yang terpanggil, melangkah dari posisi paling belakang, memecah barisan, lalu sampai di posisi Tara dan Naka.

"Nandra! Nandra!" Tara mengangkat tangan setelah Hesa mengambil alih Naka.

Tanpa dipanggil pun, Elnandra sudah bergerak. Sebab dia anggota PMR yang berjaga di belakang barisan kelasnya. Dengan sigap, Elnandra menempatkan Naka di punggungnya. Menggendongnya mengitari koridor menuju ruang kesehatan.

Elnandra membaringkan Naka di brankar seraya mengangkat kedua kaki gadis itu agar aliran darahnya kembali ke otak. Anggota lainnya membantu melonggarkan seragam Naka.

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang