55. Kardigan dan Topi

27 23 0
                                    

Halaman belakang rumah Theo di bawah sorot mentari pagi jadi pemandangan yang Ryu dapati ketika cowok itu sampai di atap dan langsung memutuskan berdiri di depan birai pembatas. Meski dari bawah sampai akhirnya tiba di atas, Naka tak berhenti mengingatkan Ryu untuk temu kangen dengan dunia luar sembari duduk.

"Ryuda, please, kalau kamu capek, udah. Duduk aja." Naka lanjut mencerocos seraya meninggikan nada bicaranya. "Ryu? Dengar apa yang aku bilang?"

Ryu bergeming. Memilih menikmati tiap embusan angin yang membelai rambut hitamnya yang kini mulai panjang. Mengedarkan tatapan ke sekeliling.

Merasa seakan semua kata-katanya hanya angin lalu bagi Ryu, Naka mendekat. Mengangkat tangan, menepuk bahu cowok itu. "Ryu—DA!" Naka spontan berseru kencang tatkala mendadak Ryu menariknya ke dekapan seiring mengeratkan kedua tangannya yang melingkar di pinggang gadis itu.

"Ryuda!"

"Sstt..." Seiring telunjuknya yang melekat di bibir Naka, kedua sudut bibir cowok itu tertarik. Sial. Itu sangat lucu. Dan Naka tak bisa untuk tidak meruntuhkan niatnya memarahi Ryu saat berbuat aneh-aneh kalau tingkahnya sudah seperti itu. "Udah ngomel-ngomelnya. Bukannya capek berdiri, aku malah capek dengerin kamu jadinya."

"Jahat."

"Makasih."

"Aneh."

"Aku anggap itu pujian."

"Gila."

"Ya Tuhan kalau kayak gitu caranya aku nggak bisa nyerah gitu aja ya." Cekatan, Ryu menjawil hidung Naka, membuat sang empunya merengek kesal dan berkali-kali memalingkan wajah karena tidak bisa berlari dari dekapan Ryu.

"Ryuda ih!"

"Apa, Nayanika?"

"Stop." Naka kewalahan. Ryu masih bisa menggunakan banyak tenaga ketika dia belum pulih seutuhnya. "Ryu—"

Naka berhasil dibuat bungkam tatkala Ryu mengeratkan dekapannya, menabrakkan tatapannya dengan pupil hitam Naka. Keduanya tetap dalam posisi itu dalam waktu cukup lama. Seolah menyalurkan seluruh perasaan mereka lewat tatap. Menyiratkan kekaguman, kerinduan, cinta, haru, bahagia, sekaligus duka yang bersatu padu.

"Ryu." Naka berujar lembut.

"Iya?" Ryu menyelipkan rambut yang berjatuhan di depan wajah Naka ke belakang telinga gadis itu. "Apa, Tuan Puteri?"

"Makasih."

Ryu memilih bungkam. Membiarkan Naka selesai mengungkapkan semua yang tampak menyesakkannya.

"Makasih karena udah kembali. Hari ini aku seneng banget karena akhirnya kamu pulang."

"Udah lama loh aku pulang. Terus kamu anggap aku apa waktu itu?" seloroh cowok itu.

"Bukan gitu." Naka cemberut. "Maksudnya tuh, aku senang sekarang bisa lihat kamu bangkit. Dan akhirnya nggak lihat kamu di tempat tidur rumah sakit lagi. Aku senang lihat kamu bisa bercanda, tanpa harus khawatir kalau di balik canda dan tawa itu kamu juga menahan rasa sakit, Ry." Naka berjinjit, mengalungkan lengannya ke tengkuk Ryu, lalu terisak di dada cowok itu. "Pokoknya, anggap aja ini akhir bahagia. Aku nggak mau lihat kamu begitu lagi. Aku benci. Janji ya, jangan bikin khawatir lagi?"

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang