41. Sebuah Undangan

30 21 2
                                    

"Sekali lagi gue lihat lo ngobrol sama cowok sambil ketawa-ketawa nggak jelas kayak tadi, siap-siap aja lo mati, Nayanika."

Naka memejamkan mata cukup lama. Entah untuk ke berapa kalinya Naka melewati hari-hari dengan berbagai bentakan dan perlakuan kasar Ryu. Kali ini penyebabnya sepele. Naka hanya menjawab beberapa pertanyaan seputar sekolah dari salah satu teman sekelasnya.

Dulu, untuk bisa akrab dengan siswa adalah hal sulit bagi Naka. Hal paling mustahil dalam hidupnya. Karena Naka juga jarang mengekspos diri. Dan sekarang, setelah kesempatan mendatanginya dan setelah semua kecanggungan tersingkirkan, Ryu jadi penyekat di antara Naka dan teman-temannya.

"Aku cuma berusaha jadi teman baik, Ry." Naka membalas dengan bibir bergetar. Air matanya lagi-lagi luruh, membuat lebam yang menghiasi wajahnya tersingkap di bawah makeup tebal.

"Tapi nggak gitu juga!"

"Terus aku harus gimana?"

"Jangan interaksi sama cowok lain."

"Kamu sendiri? Kamu bahkan jarang ada di rumah waktu malam karena aku tahu, kamu lagi senang-senang sama perempuan lain!"

Ryu mendadak mencengkram dagu Naka sambil mengarahkan telunjuk. "Lo pacar gue! Ikuti tata aturan gue!"

"Jadi cuma ada 'aku pacar kamu'? Nggak ada 'kamu pacar aku'? Gitu?!"

"Jangan ngawur lo anjing!"

"Aku anjing? Kamu lebih anjing, Ryuda!"

Ryu menggeram keras seraya melayangkan tamparan pada pipi Naka yang semula sudah memerah. Membuat kulit gadis itu seperti telah terbakar dan lebih berdenyut dibanding sebelumnya. Sensasi panas dan perih menjalari bersamaan. Luka lama belum membaik, dan bukannya mengobati, Ryu malah menambahkan luka lain.

Bahkan tak cukup hanya sekali, berkali-kali Ryu menamparnya.

Hingga tatkala Naka benar-benar tersungkur karena tak dapat menjaga keseimbangan tubuhnya, Ryu berhenti. Tubuhnya bersimpuh, sebelum kedua tangannya meraih lekuk paha dan ceruk leher Naka untuk membopongnya.

Naka tidak berontak, masih merintih menahan sakit. Dan Ryu yakin, sebentar lagi isakan keluar dari mulut gadis itu.

"Jangan nangis! Cengeng banget lo!" Ryu menurunkan Naka ke passenger seat di samping steering seat. Memutar ke depan untuk lalu melajukan mobilnya. "Udah gue bilang jangan nangis!" Ryu mencekal pergelangan tangan Naka erat. "Hari ini lo masih syuting, kan?" tanyanya, namun tak kunjung mendapat jawaban. Naka hanya tertunduk sambil mengesak. "Jawab!"

"Iya!"

"Udah tahu rules yang harus lo patuhi?"

Ryu memandang Naka sekilas.

"Nayanika!"

"IYA! AKU TAHU!"

"Berani lo teriak?!"

"Aku nggak akan teriak kalau nggak berani!"

Ryu mendorong kuat kepala Naka, hingga terdengar suara benturan dengan jendela mobil. "Minta sama stylish, tebelin makeup lo. Jangan berani kasih kode apapun, apalagi sampai cerita kalau lo luka karena gue."

Naka berdecih. "Ngaku juga."

Ryu mendengus keras. Naka pembangkang handal. "Pokoknya semua kegiatan lo, gue awasi. Dan jangan terlalu dekat sama Kamal di set."

"Terserah."

*

Mobil Ryu baru berhenti cukup berjarak dari lokasi syuting. Bu Fara pasti sedang sibuk memanfaatkan keadaan. Harus Naka akui, wanita itu amat hebat. Bukan cuma duduk diam sambil mengamati proses berjalannya syuting dan bagaimana para kru beroperasi, Bu Fara juga ikut terjun ke latar syuting untuk mengatur dan membenahi tiap pengambilan video. Sesekali memberi arahan pada para pemain.

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang