Perlu ditekankan berapa kali kalau derap langkah kaki di sepanjang lorong rumah sakit adalah hal yang Theo benci. Apalagi semenjak kejadian yang merenggut Ryu dalam kurun waktu cukup lama. Malam ini, Theo harus mendengar gema derap langkah terburu-buru itu lagi sesaat setelah menerima kabar bahwa lagi-lagi Ryu berakhir di bangsal rumah sakit.
Bersama Naka, Ibu, dan Elnandra yang kebetulan datang ke rumah tepat saat kabar itu Ibu terima, Theo bergegas menghampiri resepsionis.
"Permisi, p-pasien kecelakaan yang baru datang di mana ya?" Suara Theo bertabrakan, ada getar dalam nadanya.
"Atas nama siapa?"
"Oktarius Ryuda Dewanta." Sial. Theo bahkan lupa menyertakan nama Ryu lebih dulu.
"Saat ini pasien masih dalam penanganan di ruang gawat darurat. Mas boleh tunggu dulu sampai dokter yang menangani keluar."
Tanpa mau mendengar hal lain lagi, Theo bergegas ke depan ruang gawat darurat. Entah harus berapa kali lagi dia melakukan hal serupa. Menunggu hal yang bahkan dia sendiri tidak tahu pasti apa yang harus dia tunggu ditemani untaian doa dan harapan yang mungkin sama sekali tak ada gunanya.
Gemetaran, Theo mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bersandar ke salah satu sisi dinding dan membungkuk sebelum memukuli kakinya sendiri. Suara Ryu menggema di ruang pikirannya. Tawa, tangis, bahkan candaan murahannya terputar jelas hari itu. Semuanya adalah hal yang Theo harap tidak hilang dalam waktu dekat ini.
Jadi tolong, Theo mohon, selamatkan Ryu.
"Keluarga pasien atas nama Oktarius Ryuda Dewanta?"
Theo langsung bangkit begitu seorang wanita dengan setelan putih berlumuran darah berujar sesaat setelah pintu ruang gawat darurat terbuka.
"Iya, benar." Ibu yang menjawab.
"Bisa ikut saya sebentar."
Baik Ibu, Theo, Naka dan Elnandra turut melangkah mengikuti dokter di depan mereka. Yang dimana tak bisa dipungkiri bahwa berbagai dugaan negatif menghantui tiap langkah mereka.
Dokter itu membuka pintu ruangan yang tak jauh dari sana. Mempersilahkan mereka masuk sebelum lalu duduk berhadapan dengan Ibu.
"Gimana keadaan anak saya, dok?" Ibu membuka percakapan. Dengan nada bicara yang penuh getar.
Sementara Theo dan Naka berdiri saling menguatkan. Berharap mendengar kemungkinan terbaik.
"Pasien baru saja dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapat resusitasi cairan dan kontrol hemodinamik." Dokter itu kini beranjak untuk lalu kembali dengan selebaran di tangannya. "Berdasarkan riwayat medis pasien, satu minggu lalu pasien pulih dari koma akibat ensefalopati hepatik dengan patofisiologi perdarahan esofagus."
Ibu menatap pada lembar rekam medis di atas meja. Bertanya-tanya mengenai hubungan riwayat penyakit Ryu dengan kecelakaan yang dialaminya barusan.
"Sungguh disayangkan, kecelakaan yang terjadi tadi membuat pasien mengalami trauma tumpul pada abdomen sehingga terjadi ruptur hati. Dan itu diperparah dengan kondisi organ hatinya pada semula."
Dengan napas berderu dan pertahanan di ujung tanduk, Theo mendekat, lalu bertanya, "Apa yang kemungkinan terjadi sama Ryuda sekarang?"
"Tanda vital pasien semakin berkurang. Pasien juga banyak kehilangan darah. Untuk sementara, perdarahan dapat terhentikan. Akan tetapi, hal itu tidak dapat memungkiri kemungkinan bahwa akan terjadi perdarahan lanjutan. Yang mana bisa mengakibatkan syok tahap akhir."
Seiring matanya yang terpejam, air mata Ibu ikut berlinang. Ibu terlalu tak dapat memercayai keadaan. Apa akan secepat itu hidup putranya direnggut?
"Untuk saat ini, kami tetap harus memonitor kondisi pasien. Saya harap, kalian bisa siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
RYUDA : Bad Angel [END]
Teen Fiction[RYDNIVERSE 1] Dari jutaan laki-laki di muka bumi ini, Ryuda jadi laki-laki pertama yang mau terjerat dalam kehidupan Naka. Dari sedikitnya perhatian yang Naka terima, hanya perhatian Ryuda yang mampu membuatnya menghangat. Hanya dalam sebuah pertem...