Bagian 2 (iki)

384 118 11
                                    

"Love and kind never wasted. "
_______


"Di mana Baba?" Wildan muncul dengan kaos tidurnya, mendekati meja makan di mana Anna sedang sibuk menikmati sarapan.

"Sedang menemani Kakek." Jawab Anna singkat.

"Ke mana?"

"Ziarah."

"Pagi-pagi begini?" Alis Wildan mengerut.
"Tumben.. Biasanya jadwal ziarah kakek selalu sore?"

"I don't know.. Please don't talk to me." Anna kembali mengoleskan selai vanilla ke rotinya. Dia sungguh malas bicara dengan pria berwajah tanpa dosa itu.

Wildan menyeringai. "Kau masih marah denganku karena kemarin?"

"Sudah biasa begini.."

"Dan kau pun sudah biasa memaafkanku.."
Anna melotot. Rasanya pisau di tangannya perlu ia lempar ke pria itu.

"Bagaimana mungkin aku memberimu maaf padahal kau sendiri belum memintanya?"

Wildan hanya tertawa.

Kemarin di tepi jalan, sebuah mobil berhenti di depannya.

Wildan memutuskan kembali menjemput adik perempuannya di pinggir jalan bak gembel tak memiliki rumah. Karena berjam-jam tidak menemukan taksi, Tanpa babibu Anna melangkah masuk mobil.

"Kenapa kau kembali?"

Sungguh, sebenarnya ini memalukan, mengingat adu mulut menyebalkan mereka sebelumnya yang belum berakhir. Tapi kali ini dia tidak bisa menolak tumpangan kakaknya sebab dinginnya cuaca bisa membuat dirinya mati membeku. Terkadang, terus menerus menuruti ego dan harga diri bukan pilihan terbaik.

"Baba memarahiku." Jawab Wildan singkat, padat, dan sudah sangat jelas.
Anna tertawa getir, sudah sangat paham nasib kakaknya akan berakhir seperti itu.

"Bagaimana bisa kau menemukanku?" Tanya Anna lagi.

"Mudah." Nada suara Wildan masih terdengar jengkel. "Kau mirip seperti Kakek, setiap marah atau sedih, Masjid adalah tempat favorit kalian mengurung diri. Aku cukup menyusuri area ini untuk menemukanmu."

Kali itu Anna hanya diam, tak ingin menanggapi.

"Wanita pemaaf itu bagaikan sebuah jendela tanpa kaca, Anna.." Pria itu menyeringai dari seberang meja. "Kau tidak perlu mengetuk kaca karena jendelamu jelas-jelas tak memilikinya. Begitupun aku tidak perlu memohon maaf jika dasarnya kau adalah seorang wanita pemaaf."

"Terima kasih atas pidatonya, Brother.. Tapi maaf, kau salah jika menilaiku sebagai wanita seperti 'Jendela tanpa kaca'-mu itu.."

"Oh ya?"

Anna berdiri saat rotinya sudah terlahap habis. Sesudah membenarkan posisi tas ransel, ia pun melangkah pergi.

"Kau mau ke mana di hari libur seperti ini?" Tanya wildan. Selain memiliki sifat annoying, dia juga full kepo.

"Tentu saja ke All Book. Pria pengangguran sepertimu tidak akan mengerti.."

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang