Bagian 18 (On Sekiz)

117 39 4
                                    

"Not afraid of the dark, but afraid to be blind to see the light.”
_________


Senin pagi yang dingin, untuk hari yang sibuk.

Semalam hujan deras mengguyur Izmir dan wilayah sekitarnya. Petir dan angin ribut terdengar bersahut-sahutan bak melodi horor. Sampai-sampai Anna tidak bisa tidur hingga pukul 4 pagi.

Memakai satu setel tunik dan jilbab simpel berwarna navy miliknya, Anna masih berdiri di depan lemari pakaian, mencari-cari jaket yang sekiranya nyaman dipakai di cuaca yang nyaris mendekati 8° ini.

Anna beranjak menuju meja rias, melekatkan sweater semakin rapat sembari menatap dirinya sendiri di cermin, lamat-lamat. Semua orang mungkin tahu, jika wajah rupawan di sana sudah sangat sempurna bahkan tanpa riasan. Namun, karena ini adalah hari sibuk, Anna ingin sedikit menyegarkan wajahnya dengan make up tipis agar dia tidak terlihat seperti robot dengan lingkaran hitam di mata.


Sebenarnya, pagi ini Anna merasa tidak terlalu memiliki mood baik. Tak hanya karena adanya jadwal seminar kepenulisan yang nyaris terlupakan, tapi juga karena hari senin yang seharusnya adalah pertemuannya dengan Ray, terpaksa harus ia tunda. Padahal semalam, dia sudah mengirim pesan pada pria itu untuk bertemu di suatu tempat yang bagus hari ini.

Anna menatap dirinya di cermin sekali lagi. Kali ini lebih lama, sembari bergumam pada diri sendiri tentang apa yang terjadi dalam dirinya. Dia mulai merasa akhir-akhir ini mood-nya menjadi tidak stabil, rasa bosan tidak jarang muncul padahal dia memiliki banyak kesibukan yang sedang dikerjakan, dan juga Anna merasa memiliki keinginan dominan yang dia sendiri pun tidak tahu apa sebenarnya yang dia inginkan.

Anna tersenyum miris dalam hati. Ah.. Dia benar-benar sudah gila. Tidak mungkin karena rasa tertariknya pada satu orang pria bisa membuatnya kalang kabut begini.

Saat melewati meja makan, Anna nyaris terjatuh hingga flatshoes-nya berdecit.

"Astaga, Anna. Jangan lari-lari!" Suara Baba Syam terdengar dari meja makan, di sana keluarganya sedang sarapan.

"Maaf Baba, aku harus melewatkan sarapan bersama kalian. Ada seminar kepenulisan di Ankara pagi ini." Anna melirik jam tangannya berkali-kali.

"ANKARA LAGI?!" Wildan berseru, hingga Baba dan Kakeknya menoleh dengan dahi mengerut. Anna hanya menanggapi dengan hela napas malas. Dia tahu jika Wildan tidak suka dirinya berada di Ankara.

Setelah menyadari tatapan menyelidik dari dua orang yang sedang bersamanya di meja makan, Wildan ikut menghela napas. "Perlu kuantar?"

"Tidak perlu. Aku berangkat bersama Hulya." Anna bergegas pergi dengan langkah cepat. Di depan gerbang rumahnya, terlihat satu unit mobil berwarna putih yang sudah menunggu.

"Merhaba, Abla! Günaydin!" Hulya menyapa saat menurunkan kaca mobil. Dia merespon dengan senyum.

(Günaydin: Selamat Pagi)

"Bagaimana pagi Anda hari ini?" Tanya gadis itu.

"Little Bad.. Jika petang tadi kamu tidak mengingatkanku soal seminar hari ini, entah apa yang terjadi karena aku benar-benar lupa." Anna menghela napas setelah sempurna masuk mobil. Memakai sabuk pengaman.

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang