Bagian 24 (Yirmi Dört)

111 38 4
                                    

"Hanya melalui seni, kita dapat muncul dari diri kita sendiri dan mengetahui apa yang dilihat orang lain." - Marcel Proust
________

Kendaraan akhirnya berhenti setelah kurang lebih 7 jam perjalanan menuju kediaman temannya, Salma.

Selama perjalanan, Anna hanya diam meski kedua matanya tidak bisa beralih dari tampilan alam yang sejak tadi disuguhkan padanya. Persis di buku-buku yang pernah dia baca di perpustakaan Kakek, Indonesia memang memiliki keunikan identitas dan juga pesona. Bahkan jika dilihat secara langsung, keindahannya melebihi yang ada di foto.

Apalagi, saat Salma berkata jika mereka sudah berada di wilayah kabupatennya, Anna sedikit takjub dengan banyaknya gunung-gunung yang amat berbeda dari pegunungan yang ada di negaranya. Lembah-lembah yang masih alami dan belum terjamah tangan manusia, sungai-sungai jernih beserta bebatuannya, seolah memang berada di sana bertahun-tahun dan tiada yang berani mengusik. Hutan dan perkebunan sangat mendominasi di sini.

"Selamat datang, Anna. Akhirnya aku bisa mengajakmu ke rumahku."

Anna menoleh pada Salma saat mobil mereka melewati gerbang besar bertuliskan 'Al-Mansuriy'. Memang, Anna pernah mendengar kalau temannya ini adalah cucu dari seorang pendiri lembaga Pesantren di Central Java. Saat ini orang tuanya lah yang menjadi pengasuh utama.

Untuk sementara, Anna akan tinggal di sana sesuai tawaran Salma. Dia sebagai tamu tidak diundang ini hanya menurut tanpa banyak bicara. Setelahnya nanti, dia akan pergi lagi untuk tinggal di pedesaan asing yang entah di mana letaknya. Salma lah yang mengatur dan menjamin keamanannya. Padahal Anna sendiri tidak ingin merepotkan lagi. Dia berniat pergi sendirian seperti petapa gila.

Kenapa sementara? Karena sebenarnya Salma memiliki banyak kesibukan. Salah satunya dia akan ditugaskan pihak Universitas untuk kerja lapangan di tempat jauh. Anna tidak mungkin sendirian di Pesantren tanpa ada dirinya.

"Maaf karena merepotkanmu, Salma." Ucap Anna lagi. Bibirnya rasanya kering. Entah sudah berapa kali ia mengatakan kalimat itu. Salma akhirnya jengkel.

"Kamu tahu, kan? Di sini banyak hutan belantara. Kalau kamu masih berkata itu lagi, aku tidak segan-segan membuangmu ke sana!" Kali ini ancaman Salma berhasil membuat bibir Anna melengkung. Entah kapan terakhir kali ia tersenyum seperti itu.

Saat Anna turun dari mobil, dia perlahan menghirup udara segar. Sembari terus menelusuri bangunan besar yang ada di hadapannya. Tak jauh darinya juga terdapat satu buah masjid berkubah sederhana, tepat di tengah-tengah Pesantren. Tiba-tiba dia sadar jika ada banyak sekali mata yang mengamati kedatangannya. Lembaga Pesantren sedang aktif.

"Apa mereka yang disebut-sebut sebagai 'Santri' itu, Sal?" Tanya Anna pada Salma yang tengah menurunkan barang dari jok mobil.

"Kamu tahu tentang itu?"

"Yeah, tidak banyak. Aku pernah baca beberapa hal dari buku-buku Kakek tentang lembaga agama ini. Aku juga tahu tentang sebutan Ning dan Gus di negara kalian."

"Wow, kamu masih tetap keren, ya. Mau bersusah-susah belajar tentang negeri ini Bahkan tahu apa itu santri."

"Omong-omong, di mana keluargamu?" Tanya Anna.

"Sejak kemarin mereka sedang menemani rombongan ziarah makam Wali Songo. Biasanya sampai 5 hari atau lebih. Mereka juga menitip salam ‘maaf karena belum bisa menjamu kedatanganmu."

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang