Bagian 27 (Yirmi Yedi)

121 44 8
                                    

"Be stronger, and finishing your problem. That is paint of life- Jadilah kuat dan selesaikan masalahmu. Itu adalah lukisan dalam hidup."
________

Hujan semakin deras. Langit bergemuruh. Akhirnya Ray menemukan wanita itu. Berdiri kaku di tempatnya.

Sepersekian detik itu, Anna berusaha menyadarkan diri. Sekali lagi menatap sekeliling tempatnya berteduh. Sepertinya benar jika dia sedang berhalusinasi.

Wanita itu cepat-cepat menunduk, meraih kantong plastik dan memasukkan sayuran yang sudah berhamburan di tanah. Kedua matanya mendadak panas. Jemarinya gemetar hebat entah karena sayuran itu kini kotor dan basah, atau karena pria berpayung hitam itu terus melangkah ke arahnya.

Dalam hati dia berteriak. Ya Tuhan.. Tolong katakan jika pria itu bukan dia. Tolong.. ia benar-benar tidak sanggup bahkan hanya untuk mendongakkan kepala memastikan apakah itu Ray atau bukan.

Hujan semakin deras, langit lebih keras menyuarakan gemuruhnya. Langkah itu akhirnya berhenti tepat di hadapannya. Jantung Anna semakin berdentum gila karena dia amat mengenali outfit milik orang ini. Sandal jepit hitam sederhana dan celana longgar menjuntai hingga menutup mata kaki. Persis yang selalu digunakan Ray setiap hari.

Wanita itu masih menatap tanah saat berdiri, mundur satu langkah sambil mendekap erat kantong plastik sayur seakan tidak akan melepaskannya.

Sedangkan pria tinggi itu belum mengatakan satu kata pun, menatap wajah pucat Anna lama. Pandangannya turun, beralih ke jemari wanita itu yang kini sedang berusaha menyembunyikan getar.

"Bagaimana- Kau.."

"Kau harus pulang." Tiga kata itu menguar dingin, penuh dengan penegasan. Bersamaan dengan suara angin ribut di sekitar mereka. "Keluargamu mencarimu."
Mendengar suara khas itu, rasanya tenggorokan Anna seperti dicekik. Suara itu lah yang berhasil membunuh seorang Anna Keyla. Suara yang selalu berhasil menjatuhkannya. Hancur berkeping-keping.

Tiba-tiba Ray mendekat. Tetapi Anna terus mundur. Sebuah seringai getir muncul di bibirnya.

"Kau pasti bukan dia, kan? Apa kau kembarannya?" Dia masih saja diam. Tatapan tajamnya semakin dalam memerhatikan wajah Anna.

"Tolong katakan kau bukan dia.. Apa kau dengar aku!!?" Anna mendongakkan kepala. Memberikan sorot mata permusuhan yang nyata. Dia tidak peduli setelah melihat mata hitam itu dia akan benar-benar lemah. Dia tidak peduli hatinya akan kembali berantakan melihat semua yang ada pada wajah itu.

Ekspresi dingin itu. Sorot mata tajam itu.

Siapa yang mampu melupakan wajah ini?

"Bagaimana kau.. bisa ada di sini?" Tanya Anna lagi. "Setelah sejauh ini aku menjauhimu, lalu kau datang begitu saja? Kau datang setelah aku memutuskan mengubur mayatku di sini?!"

Entah mengapa, Ray belum juga bersuara.
"Apa yang harus kulakukan jika kau menemukanku seperti ini? Aku harus ke mana lagi jika kau menemukanku dengan mudah?" Anna menunduk dalam, mencoba agar air matanya tidak terlihat.

Dia bergerak mundur. Pria itu belum berkata apapun. "Kumohon.. Pergilah.. Aku-"

"Kau harus pulang, Anna." Titah Ray dengan suara khas yang sama. Tapi kali ini siratnya lebih dalam. Seakan itu sebuah peringatan.

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang