"Take a good negosiation to the best thing ever."
_____
Tengah malam, Anna terbangun lagi. Di sampingnya terbaring Nenek Nay menemaninya entah sejak kapan.Saat tertidur seperti ini, dia menyadari jika guratan wajah di sana sangat mirip dengan Ny. Ali. Entahlah, dia terlalu lelah untuk menyalahkan dirinya sendiri karena terlambat menyadari. Lagi.
Dengan pelan ia bergerak, menaikkan selimut agar beliau tidak kedinginan. Suhu Wonosobo setiap tengah malami seringkali mencapai belasan derajat.
Setelah berwudhu dan melaksanakan salat malam, Anna menyambar jaket tebalnya sambil membuka pintu keluar dari kamar. Dia ingin melihat di mana pria sekarang.
Anna berusaha melangkah pelan karena lantai kayu akan berderik jika dia tergesa-gesa. Ada 4 kamar di rumah itu, tapi anehnya setelah dia cek, tidak ada siapapun. Di mana dia?
Saat Anna hendak masuk kembali ke kamarnya, hidungnya mencium bau sesuatu. Dia hafal bau ini.
Rokok. Dia sedang merokok.
Dengan langkah lebih pelan, wanita itu melewati ruang tamu lantas membuka pintu depan yang tidak terkunci. Dia mengintip sedikit. Dan ya, ada seorang pria di teras luar. Duduk sendirian sambil bersAndar di tiang kayu. Matanya melihat ke luasnya halaman sambil mengembuskan asap rokoknya.
Ya Tuhan..
Pria itu benar-benar.. Ray.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya tiba-tiba, membuat Anna gelagapan. Daun pintu berderik.
Saat Ray menoleh kearahnya, dia berdehem pelan, mencoba berani menunjukkan diri.
"Seperti yang kau lihat." Jawabnya pelan seraya menutup pintu dari luar.
Berdiri seperti patung, merasa kembali bodoh. Kenapa dia menjawab seperti itu? Sekarang Anna merasa tidak nyaman karena pria itu menatapnya lama.
"Masuklah. Kau sama sekali tidak terlihat sehat." Tutur Ray dengan suara dingin seperti biasa. Dia sudah mengalihkan pandangannya ke halaman lagi. Menyesap rokoknya.
"Ini pertama kalinya aku melihatmu merokok." Anna mencoba mencari topik. Dia tidak tahu apa yang harus dia tanyakan lebih dulu. Ini sangat canggung.
"Ya, sudah dua kali ini aku mencobanya." Ray memerhatikan batang rokoknya sekilas.
"Bagaimana rasanya?"
"Tidak terlalu buruk."
"Orang bilang, rokok ada pelampiasan seseorang ketika sedang memikirkan sesuatu."
"Jadi begitu.." Tanpa memandang Anna, Ray mengangguk. Seakan setuju dengan konspirasi yang wanita itu jelaskan. "Mungkin itu ada benarnya."
Anna terdiam. Matanya masih melihat halaman yang lengang. Suara-suara serangga malam melengkapi suasana canggung mereka.
"Jangan salah paham Ray, aku menemuimu sekarang karena nenek ingin aku menyelesaikan masalah ini baik-baik." Anna menceletuk. Dia tidak ingin pria itu berpikir dirinya tergiur begitu saja tanpa alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA KEYLA
Romance| SUDAH DITERBITKAN! | Bagi wanita sepertiku- Mahasiswa semester akhir yang berkeseharian menulis sebagai Passion dan Hoby, aku dituntut berpikir kritis dan memiliki logika matang. Oleh karenanya, jatuh cinta adalah satu-satunya perkara gila yang ta...