Bagian 19 (On Dokuz)

124 38 2
                                    


"Not afraid of the dark. but afraid to be blind to see the light."

_________

Usai mobil berhenti di depan gedung tempat Anna mengisi seminar, wanita itu segera keluar dari mobil.

"Terima kasih untuk tumpangannya Kak Ray. Maaf sudah merepotkan. Salam untuk paman Ali." Tutur Hulya. Ray menurunkan kaca sambil mengangguk. Pandangannya beralih pada Anna yang masih berdiri membelakangi mobilnya.

Setelah menghela napas panjang, Anna berbalik dan sedikit membungkukkan badan ke arahnya. Wanita itu tidak mengatakan apapun. Anggap saja ucapan terima kasihnya sudah terwakilkan oleh Hulya.

Belum sempat Anna balas menatapnya, mobil sudah bergerak pergi.

Lagi.

Lagi.

Selalu saja seperti ini.

Tiap dirinya menyaksikan Ray pergi, sesuatu dari dirinya juga terasa pergi. Hari demi hari ia sadar jika hatinya seperti sudah sangat mudah diambil. Padahal dari pada 'pencuri', pria itu lebih pantas disebut 'lemari pendingin' yang selalu saja pandai membuatnya beku. Bahkan tadi, selama di mobil dia hanya diam sepanjang perjalanan, sembari berusaha fokus mengingat materi yang akan dia sampaikan untuk seminar nanti. Saat sudah sampai, untuk mengatakan 'Terima Kasih' saja lidah Anna kelu tadi.

Sekarang, lupakan tentang Ray.

Anna berjalan menuju ruangan yang sudah ramai. Beberapa orang penting menjabat tangannya sebagai sambutan selamat datang. Sebelumnya dia juga mendengar Hulya berkali-kali berbisik, meminta maaf atas mobil mogoknya. Entahlah.. Anna tidak terlalu memikirkannya. Yang jelas ia sedang berusaha menghangatkan dirinya sendiri sekarang.

"Puji Tuhan, apakah anak bungsu Mr. Syam memang aslinya secantik ini?" Ucap seorang ibu-ibu berkacamata. Sepertinya dia adalah host utama seminar ini. Anna tersenyum ramah sebagai formalitas.

"Terima kasih, Bu. Saya juga sudah sering mendengar tentang anda di surat kabar. Gerakan Akademisi Jurnalisme yang anda pimpin sangat menginspirasi saya."

"Ah, selain cantik kau memang cerdas. Seminar ini tidak salah memilih bintang tamu." Anna tersenyum lagi mendengar itu.

"Mari, silakan menuju panggung. Acara akan segera dimulai."

Anna mengangguk dan mengarahkan Hulya duduk tak jauh dari panggung untuk menjadi Notulis-nya. Saat berjalan, ia melihat seorang pria yang sepertinya ia kenali duduk di kursi paling depan.

Frans? Kenapa pria gila itu di sini?

Pria itu hanya tersenyum dari kejauhan sembari melambaikan tangan bak penggemar berat. Terlihat sangat amat senang karena Anna menyadari keberadaannya.


***


Tidak butuh waktu lama, terlihat dari kejauhan Abi berjalan menuju mobil di tempatnya parkir. Sesampainya di area Bandara, Ray memasuki parkiran kafe yang tadi Abi maksud. Ayahnya sudah menunggu sejak tadi. Kini ditangannya membawa dua buah cangkir yang sepertinya berisi kopi hitam.

Ray turun dari mobil dan membantu memasukkan koper ayahnya ke bagasi. "Minum kopi sendirian?" Tanyanya.

"Tadinya iya. Tapi sekarang tidak. Sekarang Abi bersamamu." Jawab pria berusia hampir 50 tahun itu dengan senyum khas. Ray menerima kopi tersebut sambil menyeringai.

"Bagaimana kabarmu, Nak? Apa semua baik-baik saja selama Abi pergi?"

"Abi serius bertanya kabarku atau kabar Umma?"

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang