"Seni rupa adalah seni yang menyatukan tangan, kepala, dan hati manusia." - John Ruskin
___________
"Treve, tolong siapkan tiket pesawat dan pembekalannya. Katakan juga pada nenek kami akan menemuinya dulu sebelum pulang." Ray memberi perintah lewat telepon.
"Baik Sir."
"Apa Umma menghubungimu lagi?"
"Benar Sir, Nyonya berpesan agar Anda tidak lupa barang yang dia titipkan untuk nenek."
"Oke."
"Kalau begitu, saya akan langsung mengurus semuanya, Sir."
"Terima kasih, hubungi aku jika ada kendala."
"Roger."
Setelah telepon berakhir, Ray melanjutkan kesibukannya menata keperluan dalam tas. Seperti kesepakatan, mereka akan kembali hari ini.
Di tengah packing itu, dia melihat satu buah ransel orange berisi buku-buku yang Anna ambil semalam. Dia memang bilang ingin membawanya pulang. Lalu sekarang entah di mana wanita itu berada setelah sebelumnya keluar melalui pintu belakang. Beralasan ingin jalan-jalan menikmati udara segar sendiri. Tidak boleh diganggu.
Ray mengambil binder lalu memasukkannya ke dalam tas itu. Binder itu adalah benda milik Anna yang dulu tertinggal di mobilnya. Entah wanita itu ingat atau tidak.
Tiba-tiba, ekor mata Ray menangkap sebuah foto yang muncul dari tumpukan buku. Saat mengangkatnya, dia tahu jika itu adalah foto mendiang ibunya.
Sebelum ke Indonesia, Ray sudah meminta Umma untuk menyimpan semua foto tentang ibunya di rumah. Dia tidak ingin saat mereka datang nanti, Anna melihat itu. Namun sepertinya kali ini, Anna berada satu langkah lebih cepat. Wanita itu lebih dulu menemukan foto ibunya tanpa sepengetahuannya.
Perhatian Ray beralih pada layar handphone yang menyala. Satu panggilan dari Umma.
"Assalamualaikum, Ray. Ya-Allah! kenapa kamu tidak menghubungi Umma? Apa istrimu itu sangat cantik sampai lupa ibumu ini, ha?"
Ray terkekeh sekilas. "Maaf Ma, di sini sulit sekali sinyal."
"Susah sinyal? Memang kalian sedang di mana?"
"Di rumah hutan."
"MasyaAllah, jadi putraku ini sudah pintar rupanya. Sejak kapan kamu tertarik dengan rumah hutan? Padahal dulu kamu selalu menolak jika Abi mengajakmu ke sana."
"Nenek yang minta." Jawab Ray. "Dan ya, aku ingin mengajak Anna ke sini."
"Apa sudah terjadi sesuatu?"
"Apa?"
"Jadi, kamu sudah belajar mencintainya, nak?" Pria itu terdiam lama. Melangkah pelan menuju bingkai jendela yang mengarah pada pemandangan belakang. Di sana, di jalan bebatuan, Anna berdiri sendirian menghadap air terjun. Entah sedang menangis lagi atau tidak, dia tidak bisa melihatnya dari jarak jauh.
Seringkali untuk beberapa hal, jatuh cinta adalah kekalahan yang paling disengaja.
Dan Ray tahu dia telah kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA KEYLA
Romance| SUDAH DITERBITKAN! | Bagi wanita sepertiku- Mahasiswa semester akhir yang berkeseharian menulis sebagai Passion dan Hoby, aku dituntut berpikir kritis dan memiliki logika matang. Oleh karenanya, jatuh cinta adalah satu-satunya perkara gila yang ta...