Bagian 20 (Yirmi)

102 41 7
                                    

"Seni adalah tentang mengubah apa yang kita lihat dalam kehidupan, dan mewakilinya sedemikian rupa sehingga memberi kita harapan." - Kehinde Wiley

________

Semua kejadian hari itu terjadi begitu cepat. Anna berlari keluar sampai tidak sempat melihat apa yang terjadi antara dua pria itu setelah dia pergi. Dia tahu Frans marah, dan semakin marah karena Ray datang menolongnya. Demi Tuhan.. dia sangat bersyukur Ray datang, namun setengah dari dirinya menyesal karena pria itu harus melihat kejadian tak senonoh itu.

"Maaf Abla, aku harus pulang lebih dulu untuk mengurus mobil. Anne-ku sudah menunggu sejak jam 4 sore. Kukira Abla masih punya urusan bersama laki-laki tadi. Kebetulan Kak Ray datang, entah apa alasannya. Aku terpaksa memintanya menemuimu, sendiri."

Anna menatap lamat-lamat layar handphone-nya. Membaca saksama pesan yang Hulya kirimkan beberapa menit lalu. Dia sedang menunggu Ray muncul setidaknya untuk mengatakan terima kasih apapun yang terjadi. Sudah pernah Anna singgung jika dia benci memiliki hutang apapun. Termasuk hal satu itu.
Hari semakin sore dan tak lama Ray muncul sendirian, melangkah menuju parkiran gedung. Pria itu bahkan tidak meliriknya sama sekali dan malah terus menuju mobilnya.

"Tunggu, Ray." Pria itu masih berjalan. Entah mendengar panggilan Anna atau tidak.

Wanita itu berlari mengimbangi langkah Ray yang lebar. Jantungnya masih belum stabil sejak kemunculannya di gedung tadi.

"Tunggu, Aku ingin bicara denganmu.." Ray terhenti hendak membuka pintu belakang. Suara sepatu Anna terdengar cepat menyusulnya.

"Aku tidak tahu apa tujuanmu ke mari. Tapi.. Terima Kasih.." Ucap Anna dengan suara dan napas terengah. Menahan pintu mobilnya. "Terima kasih sudah datang."
Kali ini Ray berhasil menoleh. Membuat Anna tercekat menyaksikan kedua bola mata pria itu yang nampak gelap dari biasanya. Pertama kalinya ia melihat ekspresinya seperti itu.

"Apa kau tidak bisa mencari teman yang benar?" Suara berat Ray sukses membuat jantung Anna semakin berdentuman.

"Maksudmu, Frans? Maaf tapi dia memang pria seperti itu. Aku sudah berusaha menghindarinya selama ini. Tapi dia—"

"Bukan." Jawab Ray tegas sambil menatap Anna. "Tidak bisakah kau menjauh dariku? Apa itu sulit?"

Anna tercekat. Kerongkongannya seperti dicekik oleh seseorang. Dia bahkan tidak sanggup menjawab. Matanya masih enggan beranjak dari tatapan Ray padanya.

"Aku tidak bisa berteman denganmu.” Suaranya semakin terkesan dingin. “Cepat pergi.”

"Aku tidak bisa!" Tolak Anna terang-terangan. Sepertinya ini saatnya dia mengungkapkan semuanya.

"Aku tidak bisa. Apa kau tidak menyadarinya?!" Kini berganti dirinya yang menatap pria itu tegas. "Seharusnya kau sudah tahu jika sejak lama aku ingin menghindarimu. Tapi itu tidak pernah berhasil. Semakin aku ingin pergi, semakin aku yakin rasa tertarikku padamu melebihinya."

"Aku tahu kau tidak menyukaiku, aku tahu kau memiliki urusan dengan Wildan. Lalu kau bertanya kenapa aku melakukan ini?! Karena satupun dari kalian tidak ada yang memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi!" Suara Anna nyaris berada di level tertinggi miliknya. Dia tidak peduli tentang apa yang pria itu pikirkan sekarang.

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang