Bagian 26 (Yirmi Alti)

119 43 6
                                    

"Everyone come and go. And you can't stop it— Setiap orang datang dan pergi, dan kamu tidak bisa mencegahnya.”
________

"Anna, nenek ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Pertanyaan Nenek Nay mengalun pelan, membersamai langkah mereka yang terus maju melewati banyak rumah dan juga pepohonan besar tepi-tepi jalan.

Hijau sepertinya menjadi warna identik Indonesia dalam mendominasi mahakarya alam-alamnya. Sejak keluar rumah, Anna mendengar suara serangga-serangga dan burung berkicau dari berbagai tempat. Di lain itu, suasana siang kali ini semakin terasa lebih hangat dari biasanya, apalagi melihat beberapa orang berkendara yang melewati mereka dan menganggukkan kepala ta'dzim pada Nenek. Terlihat sangat menghormatinya.

Segala tentang Indonesia memang tidak bosan membuatnya takjub, apalagi nilai sosial dan kesopanan yang ada di masyarakat Jawa.

Tidak membutuhkan waktu lama hingga mereka sampai pada sebuah pagar masuk. Jantung Anna seakan tersentuh, saat tahu jika tempat yang mereka kunjungi adalah tempat pemakaman. Pemakaman umum desa.

Dia menyusuri hamparan makam yang entah ada berapa jumlahnya. Aroma bunga kenanga, kamboja, memenuhi indera penciuman. Kali ini dia sampai mengeratkan genggaman tangannya pada lengan Nenek. Bukan karena dia takut, tapi karena ia merasa sedikit terkejut karena nenek tiba-tiba mengajaknya ke sini, padahal sebelum-sebelumnya dia ke pasar saja dilarang.

Anna memutuskan tidak banyak tanya. Sampai mereka tiba di satu makan tanpa nisan. Tanah dan aroma bunga menyatu padu di sana membuatnya memilih diam. Ia terus mengikuti nenek hingga mereka duduk dan membaca doa-doa panjang.

"Kapan kamu terakhir kali mengunjungi tempat seperti ini, Nak?" Tanya Nek Nay sembari menabur bunga-bunga yang tadi dibawa dalam kantong plastik.

Anna menatap wajah nenek lama. Sejak awal datang, dia memang enggan bercerita apapun tentang dirinya, entah itu keluarga, cerita hidupnya atau apapun.

Waktu itu dia hanya menjawab singkat jika dia berasal dari Turkiye. Bahkan untuk saat ini, ia belum ingin menceritakan jika beberapa bulan lalu ia baru saja kehilangan Kakek. Saat itulah terakhir kali dia pergi ke pemakaman.

"Inilah fase setiap manusia di dunia, nak. Tiap-tiap dari kita akan menemukan atau ditemukan, meninggal atau ditinggalkan."
Anna terdiam mendengar itu.

"Ini adalah makam suamiku.." Suara Nenek Nay terdengar lirih namun muncul sebuah kekuatan dan ketabahan di sana. "Suamiku ini sudah meninggalkan dunia lebih dari 25 tahun lalu. Dan semua kebaikannya masih terus terasa bahkan sampai saat ini."

Detak jantung Anna bergemuruh. Tidak bohong jika cerita itu berhasil membuatnya iba. Siapapun suami Nenek Nay ini, pastilah beliau yang menjadi salah satu alasan nenek begitu dikenal dan dihormati banyak orang.

"Apa nenek baik-baik saja?" Dengan hati-hati Anna mencoba bertanya.


Kepala Nenek menggeleng pelan, namun muncul semburat senyuman tipis di bibirnya. "Tidak akan ada yang baik-baik saja setelah merasakan kehilangan, Nak. Tidak ada yang baik-baik saja.."

Entah mengapa kali ini Anna nyaris menangis. Sungguh itu benar sekali. Bahkan nenek mengatakannya dua kali.

"Tapi, nak. Kita harus ingat jika kehilangan itu bersifat duniawi. Kamu harus ingat jika perjalanan setelah kematian lah yang akan menemukan dan yang akan kita temukan. Kehidupan memang terkadang harus diwarnai oleh derita seperti itu. Itulah mengapa sebaik-baik peristirahatan, adalah yang berada di pangkuan-Nya. "

ANNA KEYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang