"Seorang intelektual mengatakan hal yang sederhana dengan cara yang sulit. Seorang seniman mengatakan hal yang sulit dengan cara yang sederhana." - Charles Bukowski
__________Monday is coming, again.
Anna mengerjapkan mata sekali lagi melihat siapa yang datang. Seorang pria dengan style familiar terlihat melangkah mendekatinya.
Entah karena apa, atau mungkin karena permintaannya tempo lalu soal 'Menjadi Teman' dan bertemu di hari senin, Anna tersenyum penuh karena usahanya berhasil. Sekitar pesan ke-empatnya terkirim, akhirnya Ray mau menyetujuinya asal dia menyiapkan tarif, seperti biasa.
Well, anggap saja mereka sudah menjadi teman, jadi Anna akan bicara informal mulai hari ini.
"Aku hanya memiliki waktu 2 jam. Syukurlah kau tidak terlambat." Ucap Anna basa basi sesampai Ray di hadapannya. Sekelebat wanita itu melihat sebuah seringai tipis. Amat sangat tipis hingga Anna menatap lebih dalam wajah tampan itu yang juga sedang menatapnya, berusaha menemukan lagi. Yeah meski sebenarnya seringai itu lebih bisa diartikan sebagai bentuk remeh.
"Jangan pikir aku memiliki banyak waktu untukmu, Nona." Lagi lagi perkataan dingin itu lagi. Namun entah mengapa, Anna tidak bisa marah.
"Karena kita sama-sama sibuk, kita tidak akan melakukan sesuatu yang buang-buang waktu. Benar begitu?"
Ray terdiam lama. Menatap sosok wanita yang mengajaknya bertemu di tengah-tengah musim gugur yang hangat ini. Dia masih tak habis pikir kenapa makhluk satu ini tak bosan-bosan mengganggunya?
"Kau sudah membawa peralatan melukis yang kuminta?"
Sebagai jawaban, ujung mata pria itu menoleh ke belakang tubuhnya yang terdapat satu buah tas ransel.
"Oke." Anna mengangguk puas.
Dari gerak gerikmu, sepertinya akan ada sesuatu yang merepotkan.. Sial. Batin Ray berusaha tidak ia lontarkan dalam bentuk suara.
Anna merogoh saku sweater-nya, membuka cepat layar smartphone casing orange itu. Setelahnya dia diingatkan, kursi dan meja yang sejak tadi sudah ia siapkan untuk Ray tidak juga pria itu gunakan.
"Aku sudah menyiapkanmu kursi dan meja. Silakan duduk—" Anna terkejut saat kursi atom itu malah didekatkan padanya.
"Diharapkan memberikan kursi untuk anak-anak, wanita hamil, dan lansia." Ujar Ray dengan suaranya yang khas, meniru tulisan-tulisan yang ada di dalam angkutan umum.
"Hei, aku bukan anak-anak!" Tolak Anna.
"Baiklah, anggap saja kau lansia."
Anna sempat mematung, lalu tak lama tertawa kecil, berusaha terlihat biasa saja dengan sikap Ray barusan. Jika dia ingat-ingat, ini pertama kalinya pria itu berkata suatu gurauan. Meski di wajahnya masih saja minus ekspresi.
Anna memutuskan tetap berdiri dan kembali sibuk mengetik sesuatu di handphone. Dan konyolnya, satu kursi itu benar-benar tidak mereka gunakan.
Hening, bersamaan dengan menit berlalu. Kesiur angin sejuk dan suara deburan air terdengar mewakili suasana mereka berdua yang memang bertemu di tempat yang sama seperti pertama kali. Tepi sungai Seyhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA KEYLA
Romansa| SUDAH DITERBITKAN! | Bagi wanita sepertiku- Mahasiswa semester akhir yang berkeseharian menulis sebagai Passion dan Hoby, aku dituntut berpikir kritis dan memiliki logika matang. Oleh karenanya, jatuh cinta adalah satu-satunya perkara gila yang ta...