Sean menyesuaikan cahaya silau yang masuk di retinanya, butuh beberapa waktu untuk bisa melihat dengan normal.
Dari bau tempat ini sudah bisa di tebak jika ini rumah sakit, pasti Arhan yang mengantarnya kesini.
Ingatannya berputar tentang kejadian semalam. Ketika baru masuk didalam rumah, sutar langsung mengajarnya tanpa alasan. entah karena mabuk atau apa yang jelas Sean tidak tahu. Tapi tidak lama dari situ suara sirene polisi terdengar mendekati rumah, hal itu membuat sutar kalang kabut melarikan diri. Saat ini ia tidak tahu jelas, jika sutar sudah tertangkap atau masih menjadi buronan.
Setidaknya ia bisa bebas dari kekangan ayahnya, walau ia sedikit merasa bersalah.
Matanya teralih kearah pintu yang perlahan terbuka dan menampilkan sosok Arhan dengan ekspresi datar tidak seperti biasanya.
Senyum di bibir Sean perlahan luntur ketika menyadari Arhan tidak membalas senyumnya.
"Makasih kak udah nolongin Sean lagi, Sean udah banyak berhutang Budi sama kakak."
Arhan masih tidak merespon, pandangannya lurus dan dingin. Serta rahang yang bergerak menandakan ia sedang menahan emosinya.
"Kak...
"Dimana ginjal Lo sebelah."
Skakmat
Sean melupakan satu hal penting, ia seharusnya tidak dirumah sakit. Sial, mengapa hal yang susah payah Sean tutupi bisa di ketahui orang lain.
"Jawab Sean, apa papa Lo yang jual ginjal Lo."tanya Arhan penuh penenakan.
Arhan meremas lengan Sean sangat kuat membuat Sean meringis.
"Kak sakit."
"Jawab."paksa Arhan.
"Ilene."jawab Sean lemah.
Perlahan Arhan mulai melepas tangannya dan melangkah gontai kebelakang, ia tidak salah dengar kan? Jadi selama ini, orang yang mendonorkan ginjal ke Ilene adalah Sean.
"Lo gila apa gimana sih? Bisa-bisanya Lo donorin ginjal Lo sama orang lain."
Sean diam menahan nafas, ia tidak tahu harus menjawab apa saat ini.
"Lo tau nggak, setelah gue tau hal ini. Gue ngerasa jadi."Arhan membuang mukanya karena tidak bisa membendung air matanya."gue jadi orang paling bodoh sedunia gara-gara maksain Lo kerja keras dengan satu ginjal."
Sean mengangkat kepalanya menatap kearah Arhan. Ia kaget melihat bahu Arhan yang bergetar, apakah Arhan setulus itu sampai menjadi seperti ini.
Ia mencoba meraih lengan Arhan, "kak ini nggak ada sangkut pautnya sama kakak. Kak Arhan nggak terlibat sama sekali, Ilene lebih membutuhkan ginjal dari pada Sean."
Arhan sudah tidak bisa menahannya lagi, ia menjatuhkan tubuhnya di kursi samping ranjang Sean dan menangis pinggang Sean dimana ginjal satu-satunya berada. persetan dengan dunia yang mengatakan dia cengeng. Tapi dadanya benar-benar sesak ketika melihat nasib Sean yang seperti ini. Mengapa harus orang sebaik Sean yang mendapat alur seperti ini, mengapa harus Sean yang menerima semua penolakkan dimana-mana.
"Kak, Sean mohon jangan kasih tau kak gala sama yang lainnya tentang hal ini."
"Mereka harus tau Sean, mereka udah buat hidup lo menderita tanpa tau pengorbanan lo."kata Arhan dengan emosi.
"Sean mohon kak, plisss Sean janji bakal nurutin sama kak Arhan."
Hati Arhan luluh melihat Sean memohon, "satu syarat aja, nggak usah kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut Pelarian (Tahap Revisi);
Fanfiction[WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA!!!] ◉TAHAP REVISI◉ hidup Galaksi benar-benar terusik ketika mengetahui orang yang selama ia rundung akan menjadi adik tirinya sebenarnya ia tidak mempermasalahkan ayahnya menikah lagi, terlebih orang yang akan dinikahinya...