capek;

1.6K 236 60
                                    

Jurnal semesta terlalu rumit untuk dibaca. bahkan jika selembar sempat terbuka, belum tentu ada kuasa untuk memahaminya.

Seperti takdir Galaksi yang sangat berantakan, menolak pun tidak ada gunanya. Semesta selalu punya cara memaksa Galaksi tetap mengunyah takdirnya.

Jika bisa memilih, ia berharap ini hanya mimpi...

"Gala, kamu kenapa?"

Suara mengayun lembut menelisik masuk ke indra pendengarannya. meskipun kesadarannya masih di awang-awang, ia bisa merasakan ada nada kekhwatiran didalamnya.

"Gala kamu mimpi buruk."

Ia berusaha menetralisir seluruh guncangan yang sempat ia lalui, mencoba untuk mengumpulkan semua sisa-sisa kesadaran dan membuka mata.

Hal pertama yang ia lihat adalah ekspresi kekhwatiran mawar dan seluruh isi ruangan yang sangat akrab dengan dia yaitu kamarnya.

Pikirannya berkecamuk terus mencari tanda tanya besar Yang ada di kepalanya. Apakah ia pingsan, hingga dibawa kedalam kamarnya?

Setahu Galaksi, ia sedang berada di depan pintu ruang rawat Sean. Bahkan, rasa lelah kakinya masih terasa ketika berlari tadi.

"Pasien atas nama Sean Pramudya Sutar menghembuskan nafas terakhir tepat pada pukul 17.24 hari ini."

Mata sipitnya membulat sempurna, suara dokter tadi masih teringat sangat jelas.

"Minum dulu."

Mawar menyodorkan segelas air putih ke Galaksi. Setelah menyantap makanan tadi, Galaksi terus gelisah karena hujan tak kunjung reda. Mawar mengusulkan agar istirahat sebentar sambil menunggu, mungkin karena kelelahan Galaksi tertidur dengan cepat dan berakhir bermimpi buruk.

"Ma, hujannya udah reda?"tanya Galaksi sambil mengusap sisa-sisa air yang  tertahan di kumis tipisnya.

"Udah, tadi papa nelpon katanya sea...

"Sean?" Tanya Galaksi panik.

Ia bergegas keluar kamar, meninggalkan mawar sendirian. Beberapa kali ia menahan sesak di dadanya, apakah tadi bukan mimpi. Jangan sampai itu benar-benar terjadi, tolong beri ia waktu sekali lagi untuk mengilas semua kesempatan yang telah ia sia-siakan.

🚌🚌🚌

'Dejavu'

Entah kebetulan atau memang takdir. Ketika Galaksi berlari di lobi rumah sakit, Galaksi menabrak seorang perempuan yang membawa berkas. Kejadian itu sama persis seperti mimpinya.

Galaksi membantu perempuan itu mengumpulkan berkasnya, tapi kali ini Galaksi sempat melihat wajah cantik perempuan itu.

Setelah usai ia langsung meninggalkannya, Galaksi tidak mengatakan sepatah kata kepada perempuan itu. Ia ingin cepat-cepat memastikan bahwa mimpinya tidak akan menjadi kenyataan.

Dari kejauhan sudah terlihat Lucas dan Arhan yang berdiri didepan ruangan Sean, itu semakin menambah pikiran buruk dikepalanya.

"Pa, kenapa disini. Sean kenapa?" Tanya Galaksi pada Lucas.

Lucas melihat anaknya yang bernafas tidak beraturan, ia berdiri dan memeluk tubuh Galaksi.

"Kamu tenang, Sean sekarang lagi berjuang. Kita berdoa sama-sama supaya Sean nggak kenapa-napa."

Lucas mencoba tegar, karena ia tidak ingin terlihat lemah Dimata Galaksi. Jika ia terlihat lemah maka tidak ada tumpuan lagi untuk Galaksi.

Laut Pelarian (Tahap Revisi);Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang