Rosie menyembunyikan sesuatu.
Itu hanya feeling Lisa. Sebab gadis cantik itu seolah mengubur bau bangkai. Kau tahu, tersenyum palsu, ceria palsu, dan obrolan entah apa ini. Kenapa dia malah membahas tentang tanaman hias?
"Kau tahu, rumahmu perlu anggrek atau mawar, biar tidak begitu kelihatan angker. Warna abu-abu dan gelapnya seolah siapapun yang masuk akan dihantui sampai kematian." Rosie mengoceh, sesekali melayani pesanan pelanggan, meracik minuman, mengocok sana-sini dengan sedikit atraksi yang ia pelajari dari lelaki sebelah yang telah lama bekerja sebagai bartender disini.
Pikiran Lisa sedikit blank, maafkan. Tapi jelas ia tidak fokus. Apa yang mau Rosie sembunyikan darinya? Apakah ... Rosie ternyata hanya mengincar uangnya? Seperti gadis lain yang mendekati, apakah dia malah merencanakan pembunuhan untuk dirinya hanya untuk menguasai hartanya nanti?
"Lisa-yah?" suasana sudah sangat ramai, tak enak jika Lisa diabaikan terlalu lama. Namun saat ia kembali pada gadis yang tengah duduk di bagian ujung meja itu, malah kebingungan yang tampak pada wajahnya. Ada apa gerangan? Apa jangan-jangan Lisa curiga? Haduh, ia jadi cemas. Meskipun Lisa polos, tapi ia tahu wanita itu tak kelihatan benar-benar seperti itu. Hanya sampul depan saja.
"Chaeng-ah, aku rasa aku ingin pulang. Aku ingin menyirami tanamanku." Lisa tiba-tiba beranjak. Memegang bahu sang gadis cantik untuk menarik sedikit tubuhnya mendekat hingga bibir dapat menyentuh pipinya. "Aku akan menelponmu saat kau tidak sibuk atau kau boleh memintaku untuk mengantarmu pulang kerja." Entah apa yang membuatnya terburu. Tapi Lisa pergi begitu saja tanpa melihat ke belakang. Meninggalkan Rosie yang mangap-mangap kebingungan.
"Kau tidak punya tanaman, Lisa-yah." Padahal barusan ia memberi rencana untuk itu. Tapi wanita itu sepertinya memang sepolos kelihatannya. Dia bahkan tak jago berbohong.
Sambil menatapi Lisa yang telah menghilang di balik pintu keluar, ia hanya berharap kalau kekhawatirannya hanya kosong belaka.
Namun, siapa yang tahu, bukan?
Lisa melangkahi pelataran parkiran dengan ketukan antara sepatu keds berpadu tongkatnya. Langkahnya beraturan, dengan satu tangan meraih ponsel, menelepon seseorang yang bisa ia bayar untuk dapatkan sesuatu.
"Aku ingin tahu latar belakangnya. Cari tahu, Park Chaeyoung." Singkatnya. Tak perlu bertele-tele. Ia hanya akan ungkapkan yang ia inginkan, lalu menutup sambungan telepon itu setelah mendapat jawaban, "oke".
Lisa sebetulnya tak ingin curiga, namun beberapa pengalaman mengajarkannya untuk berhati-hati dalam melangkah. Agar kau tidak jatuh, lihatlah sekeliling. Jadi Lisa mesti berjaga-jaga, takut jatuh cintanya menjadi mara bahaya.
"Ji eun-ah. Jangan melihat ponselmu saat melangkah. Kau harus hati-hati dengan pandanganmu."
Suara seorang ibu-ibu menghentak hening hingga detik selanjutnya Lisa hampir tersungkur ke depan, sebab seseorang telah menabrak punggungnya. Untung dengan tongkat yang dipegang, ia mengcengkeram untuk menyeimbangkan.
"Maaf-maaf ..." sang gadis muda menundukkam kepala berkali-kali, nadanya penuh penyesalan. Lisa bahkan tak bisa melihat wajah gadis itu karena saking rendahnya dia menunduk.
"Tidak apa," Lisa berkata dengan senyum. Ia ingin gestur tangan hentikan gadis itu untuk terus menunduk, bahwa ia memaklumi dan bahwa ia tidak benar-benar jatuh. Tapi urung karena malu, karena tidak kenal, dan karena tidak ingin sok akrab. Jadi ia cuman berkata, "dengarkan kata ibumu untuk berhati-hati, ya. Untung bukan kendaraan yang kamu tabrak."
Suara yang tampak familier membuat gadis itu mengangkat kepala untuk menatap, sejenak kaget dan hampir reflek memanggil nama.
"Lisa eon-" Ji eun terbungkam saat sang ibu menutup mulutnya paksa. Menarik sedikit tubuh mundur dari hadapan Lisa dengan gerakan gemetar.
"Maafkan anak saya, Nona. Dia sedikit ceroboh." Sang Ibu membungkuk cepat untuk kemudian melangkah mundur untuk berbalik arah, hampir menjatuhkan ponsel Ji Eun dalam melangkah, keduanya buru-buru pergi dari hadapan Lisa sampai tak sadar telah menjatuhkan sesuatu yang selama ini selalu menggantung di ponsel putrinya.
Sementara Lisa yang hampir memanggil hanya untuk katakan apa yang telah mereka jatuhkan. Jadi urung ketika memproses apa yang baru saja terjadi. Terlebih kecepatan mereka menghilang hanya membuat tangannya merunduk ke bawah untuk mengambil apa yang telah dijatuhkan. Lebih memilih menatap benda itu dengan heran daripada berpikir untuk kembalikan.
"Ini ... Gelangku."I knowwwwwwww, it's short! It's so sudden! And it's complicated😂😂😂
Gue balekkk pemirsahhh. Jan capek2 ye, ntar gue balik lagi pas bulan purnama 😂😂