My Real Name

4.1K 458 92
                                    

Aku gak tau apa kalian masih boleh baca chapter ini skarang ato abis buka puasa..
Yg jelas gak ada encehnya.  Tpi jelas mereka lagi manja2an aja😆😆
Terserah kalian enaknya gimana











“Park Chaeyoung.”

“Huh?” Lisa tarik salah satu alis, menatap bingung.

“Nama lahirku, Logan memberiku nama Rosie, tidak, dia sebenarnya memberikan nama Roseanne, Rosė. Tapi dia sering memanggilku dengan Rosie.”

“Tunggu,” tidak, Lisa bukan sedang merasa tidak suka, bukan? Sebab menyebut nama lelaki lain sedang mereka tengah berbaring pegangan tangan, serta tubuh menghadap ke depan, sebetulnya kuranglah benar. “Siapa Logan?”

“Dia, pelanggan dari Inggris. Itu sudah cukup lama, mungkin tiga tahun yang lalu.” Biasanya, Rosie bukan tipe tetap meladeni setelah tugasnya selesai. Namun entah mengapa, keduanya malah saling tatap muka, sementara ia merasa terpesona. Sebab Lisa sungguh memikat rasa.

“Maksudmu, dia yang pernah membayarmu itu?” Entah Lisa merasa tak nyaman, hati seolah tertelan, sementara ia tak sadar apa sebenarnya perasaan.

“Ya, dia sangat baik, tampan, juga murah senyum. Logan beberapa kali menyewaku saat tugas di korea.”

“Oh,” Lisa ingin buang muka, merasa tak suka. Inginnya ia segera tak terlihat mata, jelas ia tak bisa, karena Rosie telah membuatnya tak berdaya. Apalagi dengan posisi penuh cinta, ia merasa sepi tak berada, jauh entah di mana.

“Yah, kenapa wajahmu masam seperti itu?” Rosie tersenyum manis, menarik rahang Lisa untuk mengecup mesra. Membuat sang empu coba tahan senyum merekah.

“Entahlah, aku merasa tidak suka mendengarmu mengatakan nama orang lain.”

“Awh, apa kau cemburu?” Rosie pasang tampang mengerjai, kelakar penuh seni, wajah berseri, bagai embun di pagi hari. Jelas wanita itu punya sebuah permata tersembunyi, indahnya tak sulit ditemui.

“Aku hanya tidak suka,” kalau begini Lisa malah ingin berbalik punggung, tak sanggup dengan pertanyaan memojokkan.

“Yah, wajahmu semakin masam.” Rosie tak tahan, ia menepuk lengan Lisa dengan tawa keluar. Gemas menguar, tubuh entah bisa otomatis memeluk, seolah Lisa tak boleh berpaling dari hadapannya.

“Berapa kali dia menyetubuhimu?” Meski tak sanggup dengar jawaban, penasaran telah menggerogot ke dalam. Ia tak tahan.

“Kenapa bertanya seperti itu?” Rosie harus lepas senyum, pandang kurang suka.

“Dia sepertinya orang yang membuat kesan padamu, sampai bisa memberimu sebuah nama lain, hingga kau memakainya sampai sekarang.” Lisa alih pandang, ke bawah tapi coba tak lihat dada. Pada batas selimut diantara mereka, ia merasa enggan bertatap mata,  sebab rasa terasa hampa, seolah ia telah hampir menyerah. Padahal apa yang ia rasa saja masih di tengah-tengah.

“Memang, dia adalah pelanggan yang paling baik dan tampan.” Rosie membuat senyum rekah ketika mengingat, bagaimana Logan memperlakukannya bukan hanya halus dan lembut, namun juga tak segan memberi banyak hal. Jika bukan karena lelaki itu dulu, mana bisa ia kini punya tempat tinggal sendiri.

“Pasti senang sekali menjadi lelaki itu, hingga kau mengingatnya seolah dia adalah seorang yang telah buat sejarah dalam hidupmu.” Lisa tak bermaksud ketus, wajah penuh tak suka. Ia secara otomatis terlihat begitu saja.

“Kenapa kalau memang, iya? Kau cemburu?” Rosie menaikkan kepala, hingga hidung keduanya saling berbenturan, sontak buat Lisa langsung salah tingkah, kelucuan keluar darinya. Ia ingin saja tertawa, namun harus tahan dan hanya perlihatkan wajah biasa.

Tak adil jika hanya bicara tentang dirinya, maka Rosie juga harus membuat suara, seakan tak mau kalah, ia berkata ;

“Lalu bagaimana denganmu? Seperti cincin ini?” Rosie berseru, memperlihatkan cincin emas putih dengan ukiran bunga mawar. Entah bagaimana Lisa dapatkan, yang jelas cincin ini cantik dan begitu terencana. Entah apa maksudnya. “Kau pasti memberikan banyak cincin pada tiap wanita yang jadi pengalaman pertamamu bukan? Ciuman pertama, pelukan pertama, wanita pertama, kencan pertama,  serta pertama dari yang lainnya. Iya, bukan?”

“I-itu,” gawat, ketahuan. Bagaimana Rosie bisa menebak, ia jelas kehilangan jawab. Yang ada mulut komat-kamit tak keluarkan kata-kata.

“Benar, bukan?” Rosie memukul dada Lisa, pura-pura marah. Melirik mata dengan tatapan panah.

“Iya, apa aku salah melakukannya?” jika itu jawaban yang diinginkan, maka jujur adalah pilihan.

“Tidak, tapi kau terlalu baik juga.” Sebal juga, meski kelihatan pendiam seolah tak pernah merasakan cinta. Nyatanya Lisa bisa tebar pesona dengan cara yang dia suka. Apalagi si Keren ini sepertinya tak sadar bagaimana dia bisa mencuri hati siapa saja.

“Aku memang ingin jadi orang baik.” Lisa tersenyum, namun mata sembunyikam luka, ada sebuah toreh di sana. Pedih mungkin tak di sangka, dan siapapun tak bisa duga. Ia pula tak ingin orang-orang banyak tanya.

“Kau memang orang baik, jika bukan, kau pasti sudah meniduriku dari hari pertama dan membayarku secukupnya.” Rosie mendekat, untuk lebih mendekap, mencari sebuah hangat di tengah malam. Mungkin ia akan pulang pagi saja, Lisa kelihatan tak melarangnya untuk bertahan di sini.

“Aku pikir kau akan memandangku sebagai pecundang yang tak berani menyentuh perempuan.” Misalnya Jennie, wanita garang itu pandai membuat kata-kata menusuk tiap kali mereka bertikai.

“Aku pernah melayani perjaka, jika dibandingkan dengan dia. Aku lebih suka caramu bermain.” Bukan soal urusan bercinta mereka tak selalu ia harus bicara, hingga tak perlu canggung atau berhenti di tengah-tengah. Jelas Lisa bisa menghadapi situasi ‘pengalaman pertama’ begitu mulus. Tak lupa, karena Lisa bukan hanya bisa membuai rasa, namun sikap lembut sungguh bisa buat siapa saja takluk padanya.

“Oh,” entah harus bangga atau malu, Lisa merasa keduanya, karena mata harus ubah arah, serta muka merah. Ia berusaha alih perhatian, namun sepertinya tak bisa dan tak ingin menyingkir dari kehangatan, meski percakapan mulai memalukan.

Rosie gigit bibir, menahan cengir. Lisa bertingkah menggemaskan untuk yang kesekian kalinya. Entah apakah itu memang biasanya, ataukah dasar ia sudah terpesona. Dengan tatap mesra nan menggoda, ia kecup mata Lisa sambil membuai kata, “Kau sangat lucu.” Untuk kemudian memeluk erat, pejam mata meringankan sensasi debar, merasakan sekaligus bagaimana dada Lisa menderam keras.

“Selamat malam, Rosie.” Lisa hanya bisa dongakkan kepala, menatap langit-langit di atas sana, tak berani menunduk arah, sebab ia akan bertemu muka jelita, yang buat hatinya meriang merana.

“Panggil saja aku Chaeyoung.”









Cantik beut kan😙😙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cantik beut kan😙😙

Be With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang