I Want You

11.9K 617 50
                                    

“Aku tidak percaya cinta.”

“Hei!” Jennie hampir saja melempar gelas berisi vodka di tangan kanan, namun urung niat karena sayang, ia telah buang uang untuk datang kesini. “Apa kau pikir aku tidak mencintaimu?!”

Lisa melirik, tatapannya tajam bercampur sendu, memancarkan betapa kesepian hati wanita itu. “Kau sepupuku, mana bisa tidak mencintai aku yang selalu membayar makanan tiap kali kita keluar.”

Well, yeah.” Jennie mengibas rambut coklatnya ke samping, membenarkan perkataan, tak lupa dengan kaki tersilang dengan gaya Bossy dan tatapan intimidasi. “Suruh siapa kau tidak mau mendapatkan pasangan untuk membantumu menghabiskan uangmu yang tak ada habisnya itu.”

“Karena kau selalu menjodohkanku dengan wanita yang jelas tidak menginginkanku.” Betapa terluka ketika ia melihat tatapan ketakutan mereka, mengetahui rahasia, yang banyak orang tak terima. Lisa tak bisa terus memaksakan kehendak, segalanya sulit, untuk memulai hubungan bukan hanya butuh keberanian, tapi juga kejujuran.

Jennie menatapi gelas kecil di tangan, tampak ragu apakah ia akan menghabiskannya atau tidak, namun sebelum itu mulutnya menjawab, “aku hanya mencoba sekeras mungkin agar kau tidak terlihat menyedihkan seperti ini. Jadi aku melempar semua perempuan cantik padamu sambil bermain lotere, mungkin saja salah satunya ada yang cocok.” Sepertinya ini akan jadi tegukan terakhir, Jennie tak ingin banyak menenggak vodka malam ini atau sang kekasih di rumah akan siap mengancam mewarnai rambut gelap itu menjadi terang benderang.

“Terima kasih, atas semua usahamu, tapi sepertinya semua sia-sia.” Lisa akhirnya menenggak vodka yang sedari tadi tak ia sentuh sejak datang kemari. Percakapan ini sudah pasti akan membuat pusing, ia sebenarnya tak ingin memikirkan tentang pasangan hidup. Namun hatinya begitu kosong, dan juga, betapa iri dirinya melihat kebahagiaan di mata Jennie yang seringkali bertingkah galak itu menjadi lunak hanya karena seorang wanita pujaan yang menjadi kekasihnya kini. Awh, ia cemburu dan ingin sekali bunuh diri.

“Bagaimana kalau mencoba salah satu dari mereka?” Jennie melempar pandang pada para gadis bayaran. Berseliweran mengerling pada pelanggan tampan, perpenampilan seksi serta menggoda iman. “Mungkin setidaknya kau bisa meluapkan hasratmu. Bukankah kau tak pernah mengujinya?” Dengan terang-terangan Jennie melirik ke arah selangkangan Lisa, yang membuat wanita itu tentu saja tergelak, sontak merapatkan paha dari pandangan Jennie dengan kedua tangan.

“Jangan membuatku begitu merasa terhina.” Lisa melempar muka, antara malu bercampur amarah. Ia kesal sekali kenapa Jennie paling suka bicara tanpa memikirkan perasaanya. Kau tahu, itu aib bahwa ia masih ... perawan! Apalagi di umurnya yang sudah hampir 30 tahun ini.

Awh, mian kalau begitu.” Jennie sedikit merasa kepayang, ini adalah tanda bahwa ia harus segera pulang. “Sebaiknya kita pulang kalau kau hanya ingin terus menolak tawaran apapun yang selalu aku usahakan untukmu. Jisoo akan melumerkan cat rambut warna pirang untukku jika aku pulang dalam keadaan terlalu mabuk.” Jennie menegakkan kakinya berdiri, membenarkan blazer serta tatanan rambut. Ia inginnya pergi pulang begitu saja, tapi Lisa ini selalu saja pasang tampang orang kasihan. Jadi sebaiknya ia akan memberi tawaran terakhir sebelum keluar dari tempat ini.

“Aku akan pulang duluan, jika kau masih di sini sepanjang malam, aku akan mengobrol sebentar dengan Nona Kwon untuk memilihkanmu perempuan agar bisa menemanimu minum. Entah kau menolak atau tidak, aku akan langsung bilang padanya sekarang.” Jennie mengetukkan heels Gucci-nya, beradu dengan suara diskotik menderam telinga, melangkah dengan tatapan ‘awas saya sudah ada yang punya’, lantas melirik pada Nona Kwon, si Pemilik club malam ini di ujung meja bar.

“Kau akan pulang? Bukankah ini masih sore?” sang pemilik menjegat, sebab biasanya Jennie takkan meninggalkan Lisa, wanita yang selalu kesepian itu sendirian di tengah keramaian. Jadi ia harus bertanya untuk memastikan.

“Yuri Unnie, carikan gadis paling cantik yang tidak kaya, tidak bodoh, juga tidak menghamburkan uang dengan sembarangan, untuk Lisa.”

“Apa kelihatannya ada yang seperti itu di sini?” yang tidak kaya, memang semua pegawai wanitanya seperti itu, yang pintar juga rata-rata, namun mencari yang tidak menghamburkan uang rasanya sulit. Siapa pula wanita yang tak suka melakukannya, bukan?

“Cari saja untuk menemani Lisa malam ini. Bilang jika dia akan dibayar mahal.” Jennie mengerling, menepuk pundak Yuri untuk melintas dari wanita yang tampak kebingungan dengan permintaannya.

“Yah! Kim Jennie!” Belum selesai membahas Jennie malah kabur, gadis itu kelewat pintar karena selalu saja meninggalkan obrolan dikala ia tengah kebingungan. “Apa Jennie meminta seorang gadis untuk menikah dengan Lisa atau hanya sekedar menemaninya minum? Kenapa harus banyak syarat. Ck.” Yuri menggaruk kepala yang tak gatal, melangkah ke belakang ruangan ganti untuk mencari wanita cantik. Siapa saja asal cantik. Selebihnya terserah.

Hey girls,” Yuri memamerkan senyum manis namun mesum, menyaksikan para 'gadis penari' yang tengah mengganti pakaian adalah pemandangan yang segar. Ia senang-senang saja jika di suruh memperhatikan sampai mereka selesai, namun niat utama datang kemari segera menyadarkan.

“Siapa yang merasa dirinya jelek? Tolong angkat tangan.” Yuri berkacak pinggang untuk menunggu jawaban, namun semua perempuan hanya saling memandang, tanpa bermaksud untuk mengangkat tangan.

“Tidak ada yang merasa jelek? Kalau begitu siapa yang merasa paling cantik di sini?” Pertanyaan ini mengundang banyak tangan terangkat, para gadis molek itu sontak berdiri ke depan dengan percaya diri. Menampilkan tubuh seksi, wajah jelita, serta rambut panjang yang siap mencambuk wajah siapa saja. Berebut perhatian Yuri sebab mereka hafal, kedatangan Yuri kesini pasti menginginkan 'sesuatu'. Dan 'sesuatu' itu akan menjadi pekerjaan tambahan dengan bayaran sangat lumayan.

Sudah tertebak, Yuri hanya bisa menggeleng kepala sambil buang napas. “Tentu saja kalian akan merasa paling cantik,” ia melangkah melintasi para gadis cantik untuk ke ujung ruangan, di mana perempuan yang sudah berganti pakaian itu tampak siap pulang. Sebab tak hirau dengan apapun pertanyaan yang telah ia diajukan.

“Park Chaeyoung, aku menginginkanmu malam ini untuk menjamu tamuku.” Yuri menyeringai mesum, wajahnya sangat mengundang siapapun untuk memukulnya saat ini. Tampang menyebalkan.







Well, ini hanya uji coba😂😂😂 iseng2 berhadiah.. kalo idenya muncul trus ya bakal lanjut.. tapi kalo dah buntu kayak crita yg lain palingan aku apus😅😅😅😆

Ps: bikin cover crita lebih lama daripada gue nulis chapter ini 😂😂

Be With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang