Jantungnya seperti melompat kesana kemari, pikiran bahagia seolah mengarungi, setelah perasaan menanti, setengahnya lagi hasrat yang telah membuat kemudi. Ia dengan hati berani.
Bergegas cepat, memilih pakaian yang dirasa tepat. Lantas mengambil tongkat berkepala panda di ujung pegangan. Melangkah ringan keluar kamar, dengan menebar senyum lebar, ia merasa tak sabar. Melihat kembali wajah si Jelita, suara menggoda, apalagi dengan senandung desah. Ah, beratnya! Ia jadi bertingkah layaknya remaja!
Prank!
Lisa kira baru saja terjadi gempa, sebab gema keras jelas mengagetkannya. Ia hampir saja jatuh dari tangga, namun tangan dengan sigap menahan, mata menyaksikan ada apa di ujung ruangan.
“Kamu pikir meninggalkanku di tengah kandang macan itu sangat lucu, Kim Jennie?!” Napas menderu, dengan emosi memburu, Jisoo ingin sekali mencabik roti yang menempel permanen pada pipi Jennie. Biar saja! Biar dia bermuka tirus seperti keinginannya!
“Bukan begitu, sayang. Kan, sudah aku bilang aku ingin ke toilet dulu. Tapi kau tidak dengar, jadi aku berlari ke belakang, bukan dengan sengaja meninggalkanmu.” Jennie menutup wajah, selamatkan rupa, dengan plastik sampah yang tak sengaja ia raih begitu saja.
“Kalau aku mati dan jadi mangsa mereka bagaimana?” urat marah jelas masih muncul, tak puas lempar satu gelas, ia kembali raih piring untuk menghujam lantai di samping Jennie yang tengah berlutut ketakutan.
“Tapi macan disana tidak lebih menyeramkan dirimu yang sedang marah, sayang. Jelas kau bisa membunuhku jika seperti ini.” Sayang sekali, dari banyak ekspresi, ia terlahir tak punya muka melas dan layak dikasihani. Ia hanya punya tampang diam yang mengintimidasi. Jadi tak heran kemurkaan Jisoo tak kunjung reda. Jennie memang tak pandai menggoda.
“Apa kamu bilang?!” Jisoo berlari mendekat, wajah merah menyala, siap lempar segala amarah. Tapi langkahnya memutar untuk membuka pintu lemari rahasia Lisa—yang sekarang tidaklah lagi menjadi rahasia—mengeluarkan isi di dalamnya. Lantas membuat kuda-kuda."WOAH! WOAH!"
Lisa dan Jennie saling teriak. Jisoo ini manusia jenis apa, sampai bazooka milik Lisa diraihnya, lantas dengan wajah garang siap menembak sasaran yang telah tak berdaya.
“Jisoo Unnie!” Lisa tak suka berteriak, sebab mengeraskan suara bukanlah sesuatu yang disukai. Namun keadaan gawat darurat telah membuatnya sampai berlari terseok-seok, menginjak pecahan beling hampir menembus sepatu mahalnya. Demi menghalangi si Setan Macan dari kebun binatang yang telah merasuki Jisoo.
“Lisa-yah! Kau jangan membelanya!” Tenaganya memang tak seberapa, apalagi dengan tinggi badan Lisa, Jisoo jelas kalah. Ia bahkan tak bisa memperebutkan Bazooka yang telah dipegangnya dengan Lisa.
“Kau akan menghancurkan rumahku!”
Ups. Benar juga. Kesadaran Jisoo telah kembali pada jasadnya. Ia menatap dapur serta ruang tengah Lisa, layaknya kapal pecah, ia baru saja membuat ulah. Untung saja Lisa berhasil membuatnya menahan amarah dan menatap keadaan kacau ini.
“Ah, mian.” Jisoo garuk kepala, ia sadar telah memecahkah piring dan gelas Lisa yang harga dan modelnya entah harga berapa, mungkin sama dengan ia beli seperangkat alat make-up persatu lusin yang telah ia hancur-leburkan baru saja.
Tidak bisa menyalahkan Jisoo, Lisa segera melempar tajam arah pandangan pada Jennie, dengan Bazooka yang telah ia rebut, ingin sekali ia menggantikan peran Jisoo sebagai orang jahat untuk meluluh-lantahkan si Pipi dim sum itu. Kenapa? Ya, jelas! Karena Jennie membawa pertengkaran pribadi mereka ke dalam huniannya yang asri menjadi neraka! Lihatlah kehancuran ini!
“Kenapa kau harus membawa Jisoo kemari dalam keadaan marah?” Geram Lisa, menempelkan ujung lubang Bazooka pada pipi gembulnya, wanita galak itu tampak tak berdaya saat dua superior manusia menunjukkan taring mereka.
“Lisa-yah! Come on, kau bisa membunuhku!” Jennie coba menampik senjata yang dengan jahat menyentuh wajah mulusnya. Namun si Jangkung itu sepertinya telah bad mood akhibat ulah Jisoo. Oh, tidak. Mana mungkin ia menyalahkan dirinya sendiri sementara yang marah dan merusak segala barang adalah Jisoo seorang. Dia kan, tidak berdosa.
“Bunuh saja dia Lisa-yah! Coba kau pikir, bagaimana perasaanmu saat pacarmu sendiri membuangmu ke kandang macan?!” Jisoo dengan dramatis memeluk Lisa, menangis entah air mata macam apa, namun adegan itu tentu saja buat Jennie langsung merana, jelas pertengkaran ini jadi melibatkan Lisa.
“Kau jangan percaya, Lisa! Dia menjadi membual!” padahal sudah pasti di dalam kandang macan itu terdapat seorang atau dua orang penjaga. Mana bisa Jisoo yang akan jadi santapan utama, wanita itu malah bisa jadi balik memangsa macannya.
“Apa kau bilang?!” Jisoo bersiap mencekik Jennie, tapi Lisa mencegah, lantas mereka malah melakukan perkelahian ala threesome yang begitu sengit. Entah siapa yang menang, lihat saja besok siapa yang akan dirawat di rumah sakit nantinya.~~¤~~
Rosie melempar ponsel dengan kesal, ia menepuk kasur tak kalah sebal. Telah dandan cantik, penampilan menawan, dan rambut yang telah ia buat sedemikian rupa. Namun Si Pecundang Jangkung itu malah tak datang sama sekali! Bukan hanya tak datang. Memberi kabar saja tidak sama sekali! Ia menunggu dengan lama, bahwa Lisa akan datang menjemputnya ke rumah. Tapi apa?!
Mungkin ia telah berharap lebih, jangan harap bahwa sex yang mereka lakukan adalah percintaan. Ia mungkin terlalu besar kepala, terlalu sepercaya diri itu bahwasanya seseorang akan mengajaknya kencan sungguhan, menyukainya betulan, bukan hanya menginginkannya di atas ranjang.
Tidak seharusnya ia terpancing pesona Si Keren yang membuainya dengan mudah begitu saja. Wajah kaku dan tubuh kurus itu ingin sekali ia remukkan dalam hati, sebab pikirannya meniup tiap lembaran malam nan manis keduanya. Ia seharusnya bersikap jual mahal seperti yang ia lakukan pada siapapun. Sejak kapan pula ia jadi wanita yang lemah seperti ini? Ia tak ingin jadi Chaeyoung yang cengeng, lembek dan begitu rapuh. Biar Rosie adalah wanita yang kuat, tangguh, bisa memukul para hidung belang dengan kekuatan dahsyat pesonanya.
Lihat saja, siapapun akan takluk pada tiap godaan, karena ia tak akan menahan, segala sesuatu adalah perjuangan. Jadi biarkan ia menjadi sebuah kekuatan, untuk dirinya sendiri yang akan mencari aman. Untuk hati dan kehidupan.
Lupakan pelanggan itu--yang jujur saja meski amatiran, tapi handal menghajar perasaannya di atas ranjang. Oh God! Stop thinking ‘bout her! Or him! Or whatever she is!
Rosie langsung melepas gaun selutut yang dipakainya, diganti dengan yang lebih pendek, ketat, menampilkan bagaimana lekuk indah tubuh terpampang. Lantas membalutnya dengan coat coklat, melempar sepatu kedsnya untuk memakai heels runcing yang bisa menusuk hati para lelaki. Ia bersiap mencari hati sepi, mengisi kekosongan hasrat birahi. Rosie keluar rumah untuk memutuskan bekerja kembali. Menelepon Yuri bahwa jadwal liburnya tak jadi.Ps. So sorry.. it's taking too long for me to update.. aku bahkan hampir lupa rasanya nulis update-an😂😂😂😂 jadi mohon maaf kalo gak ngena..
And, I'm in Taiwan ... again, right now. So, sepertinya hawa nulisku bakalan balik lagi. Aamiin.🙏🙏😂😂
Slowly but sure, okay. Jan lelah menunggu yah smuanya😊😊