Pagi guys, selamat hari senin.
Stay happy, stay kind.
Happy reading y'all🥰🥰
Jennie menguap lebar, merenggangkan seluruh badan dengan nikmat. Lalu bangun tidur dari enaknya istirahat.
Oh iya, lupa. Jennie lagi di rumah Lisa. Ia hampir saja berteriak kaget kenapa kamarnya jadi kelihatan seperti rakyat miskin begini?
Kamarnya sempit, dengan tembok penuh kayu dan bentuk bangunan pendek seperti dibuat untuk makhluk mini.
Padahal Lisa adalah wanita jangkung yang kalau berdiri dengannya, seperti penampakan antara anak kecil dan bodyguardnya.
Namun yang aneh pagi hari Jennie bangun adalah, ia tidak menemukan dimana si kurus nan jangkung itu berada.
“Lisa?” Kamar mandi, tidak.
“Lisa?” seluruh ruangan, tidak.
“Lisa?” halaman belakang, tidak.
“Lisa?” depan pun, tak ada.
“LISAAA!” Sampai berteriak ke tengah sawah pun, Lisa tak ada!
“Waduh, jangan-jangan dia balik ke kota.” Jangan sampai!
~~*~~
Karena memang Lisa sebenarnya, sudah sampai di kota. Ia melakukan perjalanan malam sendirian. Dan disinilah ia berada, tepat di depan rumah Rosie dan Ibu Tirinya.
Ia tahu masih begitu terlalu pagi untuk bertamu. Sekarang pukul berapa?Lisa mengecek jam tangan yang tunjukkan pukul setengah enam pagi.
Apa ia cari sarapan dulu saja lalu balik lagi kesini? Lisa tak ingin mengetuk pintu sembarangan atau naik ke atas kamar Rosie dengan kurang ajar.
Mereka telah berpisah selama empat bulan, jelas segalanya bakal terasa canggung. Mungkin itu kenapa keberanian yang ia bangun sepanjang perjalanan menjadi sekecil kerdil ketika ia sudah di depan pintu.
Tapi ... Mungkin menunggu sampai jam tujuh saja. Setidaknya, salah satu dari mereka sudah bangun dan bisa membukakan pintu. Iya, mungkin begitu saja.
Lisa balik badan, mencoba melangkah pergi—cari sarapan atau apalah rencananya.
Namun ia balik lagi, mengingat bagaimana kata-kata Jennie menggaung kalau ia tak bisa sembunyi dan melarikan diri. Ia tak bisa menunda satu-dua hal yang mungkin bakal mengubah keseluruhan kehidupannya.
Jadi mending Lisa hadapi saja. Mengetuk pintu sambil menarik napas. Merelakan rasa ragu itu pergi.
Tetapi, satu-dua ketuk.
Tidak ada jawaban. Jadi ia mengetuk lagi. Juga tidak ada jawaban.
“Mungkin benar, masih terlalu pagi untuk bertamu.” Lisa sebaiknya cari sarapan dulu lalu kesini lagi. Jadi ia balik badan, tapi pintu tiba-tiba terbuka, dan seseorang memanggil namanya dengan halus.