NONGOL NGGAK LU PADA! GUE HAJAR KALO NGGAK!
APA?! NGEGAS IYA EMANG GUE😑😑Tensi dalam ruangan terasa memanas, entah apakah ruang tertutup ini sudah kehilangan udara untuk bernapas, ataukah memang dada yang sesak. Mungkin bisa jadi karena rasa berat pada pangkuan, selangkangan mengintip terbuka, serta belahan dada yang terpampang nyata. Lisa tak tahu mana yang harus ia nikmati dulu—apakah bibir seksi yang tengah menghembus asap rokok, ataukah empuknya yang di depan mata, eh, kenapa ia jadi berpikir kotor?
Jadi Lisa palingkan muka, sambil berdeham coba tak kentara, namun sang gadis justru tersenyum penuh kemenangan dengan kepulan asap di mulut manisnya. Sebab Lisa kembali terpaku melihat ke bawah, tepatnya pada belahan dada miliknya.
“Wajahku ada disini, Sayang,” Rosie mengangkat dagu Lisa yang sempat turun demi memandangi belahan dadanya yang terbuka. Bukan ia mencegah Lisa menikmati penampilan apa adanya, tapi ia tengah mencoba mengintimidasi dengan mengurung Lisa dalam ruangan yang Yuri sediakan—sesaat setelah terjadi kehebohan lamaran-komedi di tengah lantai dansa. Ia duduk mengangkang, bahkan terkadang membuat gerak maju yang membuat Lisa terus telan ludah tanpa ingin bereaksi apa-apa selain mematung namun menerima.
“Apa kau suka merokok?” mungkin karena asap rokok, bukan karena debar dada, ataupun soal perasaan yang buat tubuh gemetar penuh gelitik ingin meraba. Tahan Lalisa.
“Aku merokok hanya jika sedang stress.” Rosie mengangkat kepala untuk kepulkan asap rokok ke atas sana, sekaligus memerkan indah lekuk jenjang lehernya. Seolah gerakannya sengaja karena Lisa sempat terpana hingga mulut tak terasa sampai terbuka menganga seperti orang kurang udara.
“Kau sedang stress? Apa karena aku tadi?” Asap rokok membangunkan pikiran melayang Lisa, kelitik dalam tenggorokan ingin membuatnya batuk untuk meredakan gelinya. Tolong, ia tidak suka asap rokok.
“Kalau sudah tahu untuk apa bertanya?” Rosie melayangkan tatapan menajam, menggulirkan bola matanya secara teratur, yang malah menambah kesan keseksian itu makin menjadi, serta keinginan mengintimidasi rasanya telah terlampaui. Apalagi gayanya meremas puntung rokok hancur ke permukaan tembok, ia membuat Lisa meremas mulut tanda kelemahan.
Lisa menelan ludah, belum mencairkan suasana diantara mereka, tapi ia kembali memperkeruh keduanya. Sialan memang dia.
“Jadi kamu mau menikah denganku?”
Akh!
Lisa menjerit seketika, ketika Rosie mencengkeram selangkangannya seolah akan lepaskan isi didalam sana. Buat darah naik dari ujung jari kaki sampai ke atas ujung kulit kepala. Ya Tuhan, padahal kan ia hanya tanya. Tapi reaksi ini cukup membuatnya berhenti membuat tingkah. Dan syukurlah kesayangannya di bawah sana tidak tercabut hingga menggelinding ke bawah.
“Aku ini memang barang dagangan, permen karet yang sehabis pakai lalu dibuang. Jika kau mencoba memikatku dengan pesonamu yang kaku-menggemaskan-seksi, sesungguhnya aku sudah terpikat." Rosie menurunkan wajah demi belai pipi menggemaskan Lisa.
"Tapi Lisa-ssi, siapa dirimu? Apa hasrat sesungguhnya kau ingin melamarku?” Rosie membuat kecupan kupu-kupu dipermukaan bibir Lisa yang tengah menganga siap menggapai bibirnya. Namun ia menolak dengan tegakkan kepala.
“Orang seperti apakah dirimu? Aku bahkan tidak mengenalmu Lisa-ssi, begitupun kau padaku. Lidahmu seharusnya hentikan bicara sebuah lelucon lancang seperti ini.” Rosie miringkan kepala, percikkan tatapan si jalang yang mahal harganya. Sebelum ia menarik satu kaki lentur melewati mata Lisa, tampakkan pakaian dalam apa yang terpasang disana, untuk kemudian berdiri dengan anggun, berjalan dengan angkuh.