I Want You

3.4K 385 70
                                    

Rosie melangkah turun tangga, heelsnya mengetuk dengan kasar, ingin segera lari dari si Keren yang sebentar lagi meluluhkan hatinya. Jika dia berani mengejar sekarang, ia telah siapkan penolakan, bersikap jual mahal, agar wanita itu tahu, bahwa mengepung hatinya dengan perasaan ini tidaklah adil. Ia tidak suka, sama sekali bukan hal yang ia cari selama ini.

Mungkin dengan menjalani tugas seperti biasa, melayani si Tampan nun Kaya, perasaan kilat ini akan hancur dengan sendirinya. Lagipula, beratus pelanggan ia telah rasakan, bukan sesuatu yang mengejutkan ketika mereka tumbang dihadapan, telah terbawa perasaan. Namun yang jadi tidak wajar adalah dirinya, yang entah apa ini, bersikap kebalikan, ia jelas sedikit merasa senang ketika Lisa datang. Meski ego sebesar lautan, dan ia takkan terbantahkan, sebenarnya rasa itu mengepul ke permukaan. Ciuman dalam, sentuhan ke ujung pandangan, serta senyum kaku seolah seperti kenangan, terekam sampai terbawa dalam tidur sebuah impian.

“Rosie!”

Benar, kan!

Rosie telah siapkan sangkar, wajah gahar; siap membuat perangkap yang buat siapapun tak bisa kabur. Ia akan keluarkan jurus jual mahal namun akan tetap mengejar. Jadilah ia akan cepatkan langkah, pura-pura tak dengar suara. Bahkan menolak tangan Lisa, membuang telapak tangan kurus itu ketika meraih lengannya.

“Tunggu dulu.” Lisa menelan ludah, namun air yang ditelan rasanya telah berbuih menjadi keringat, peluh terungkap di wajah, gugup bergetar di dada. “Bagaimana jika aku menyewamu lagi malam ini? Habiskan waktu denganku.” Lisa ingin sekali meraih tangan itu, mencegah dan menculiknya malam ini. Karena demi apapun, ia serasa haus dan dahaga ini tak kunjung padam, ia butuh pententram, dan dialah orangnya.

“Memang aku mau?” Rosie mendongak pandang, sedikit lancang, jual mahal, namun membuat yang bertanya jadi semakin ingin mendapatkan.

“Karena aku punya wajah yang tak bisa kau tolak.” Dengan percaya diri Lisa katakan, entah drama televisi macam apa yang ia tonton, hingga bisa berkata demikian. Padahal nyali hanya berbentuk butiran, berkenalan dengan perempuan saja ia kerap kali enggan, namun waktu secepat itu menelan. Ia kini seperti pejuang karena tak ingin tetap melajang.

Meski tongkatnya sempat bergetar menahan gugup, ia tak ingin jatuh, kecuali jatuh pada rembulan di kedua matanya yang indah ketika tersenyum. Meraih bibirnya dengan bibir Lisa, ingin ungkapkan kalimat manja terselip tawa, bahwa ia suka, suka menghabiskan waktu dengannya.

Woah, Babe, how dare you to say such cocky words to me?” maaf, Rosie akhirnya tak tahan, tubuhnya seolah auto dekatkan. Menatap wajah Lisa yang memang menawan, dengan bibir tebal yang enak untuk ciuman. Ia lekatkan hingga jarak lima senti, sampai Lisa tak bisa kedipkan pandangan. Napas wanita itu tak tegang, namun dada terdengar mendendang, mengalahkan bising suara Club malam. Ia takkan terkalahkan, Lisa-yah, kau jatuh pada pesonaku.

Say it again straight into my face, then I’ll think of it.” Berikan sentuhan hidung, napas menghempas, serta tabrakkan dadanya pada dada Lisa. Selesai sudah, ia tersenyum bangga, melihat getaran pada kedua mata, wanita itu jelas tak bisa lagi sembunyikan gugup, atau muka datar yang biasa dia lakukan.

“Kau takkan mampu menolakku untuk bisa menghabiskan waktu bersama malam ini.” Lisa juga bisa angkat kepala, menahan napas tabah, menggerakkan tongkat hingga ke tengah, menggengamnya dengan kedua tangan hingga tubuh Rosie harus sedikit berpisah dengannya. Karena dengan cara itu, ia bisa menutupi kalut dahaga asmara.

Sumpah, Rosie ingin sekali meloncat ke atasnya, mencium dengan tergesa, dan bercinta begitu saja. Apa kau tidak dengar betapa dia kelihatan seksi dengan kata-katanya? Rosie, kau lemah! Oh tidak, hampir lemah, karena ia masih punya pertahanan diri untuk tak melakukan. Setidaknya untuk sekarang, karena ...

“Oh, kau tidak bisa melakukannya.” Si lelaki tampan datang, merangkul dengan sedikit pelukan. Senyumnya sangat menawan, namun terlihat seperti bisa mematikan. Jenis lelaki yang menikmati banyak wanita sewaan hanya karena birahi terlalu besar. Begitulah sosoknya yang gagah, namun sangat disayangkan, wanita butuh kesetiaan. Bukan hanya hebat di atas ranjang.

“Aku sudah menyewanya lebih dulu, jika kau ingin mendapatkan yang cantik, kau bisa memilih gadis sewaan lesbian di sebelah sana. Itupun jika mereka mau melayani gadis cacat sepertimu.” Dia melempar pandang ke ujung ruangan, dimana khusus untuk para lesbian dan gay menjadi satuan. Tepat yang Yuri sedang singgahi, memang disanalah bos perempuan itu suka berada, tempat andalannya bermukim.

“Rosie,” Lisa mengangkat tangan untuk meraih gadisnya, namun yang ada ia hanya gapai udara, karena lelaki dengan penampilan parlente itu telah membawa pergi entah kemana. Menghilang antara keramaian, dan ia tak mampu menghalangi keduanya untuk tetap berduaan. Ia benci kalimat cambukan, dimana ia akan kalah oleh lawan, dan tak bisa memberi perlawanan. Seperti saat ini, ia hanya bisa berdiri, sebagai pecundang sejati.

Tenggelam dalam kenangan, seakan ruang remang telah menjadi goa penuh setan, Lisa merasa ketakutan. Takut akan kesendirian ditengah keramaian. Getar musik, pakaian terbuka, tubuh bergoyang senada, aroma neraka. Ini bukan tempatnya, tempat favoritnya adalah balkon dengan udara segar, ruang kamar dengan suasana tenang.

Namun Rosie, Jennie, Yuri, mereka. Adalah makhluk yang membuat ia keluar dari tenangnya rawa-rawa. Membawa langkah kaki tak sempurna untuk diperlihatkan ke dunia, serta kemaluan yang tak biasa. Belum serta masa kelam dalam hidupnya.

Lisa tak sanggup berlama-lama, pusing telah membuat keputusan ia mesti keluar dari sini secepat yang ia bisa. Hiraukan perasaan menabuh cinta, sebab pandangan telah membuat temaram gulita. Ia tiba-tiba merasa nelangsa, apalagi harus hadapi orang-orang pandang sebelah mata disetiap langkah.

Kaki putar balik menuju pintu keluar, entah kenapa ia berjalan dengan panik. Apakah sebuah kalimat sangat mampu menghantam memori, Lisa merasa teracuni. Badai seolah turun ke bumi, dan hanya ia seorang terkena dampaknya. Ia terluka, bukan dari luar tapi dari dalam, menganga bagai pisau menusuk membuat lubang.

Kenapa pula dengan mata, air mata jatuh bagai gerimis di tengah matahari cerah. Keramaian telah tertutup oleh sebuah nyanyian melankolis yang membuat Lisa menunduk takut akan dunia. Ia menutup pandang dan telinga, melangkah cepat menuju mobilnya berada. Masuk dengan tergesa, segala-galanya terasa basah. Keringat dan air mata berpadu, Lisa menatap diri ke atas kaca spion dalam mobil. Penampakan wajah kuyu nun menyedihkan rasa. Ia manusia lemah.

"Aku hanyalah manusia cacat dan tidak normal."










Rosie, memang secantik itu~
Ya Tuhan tolongggg,
butuh ambulance karena aku merasa sakit oleh cinta, yang membuat asmara terasa buta. Bookkkk lemah eyke🥺🥺🥺 cantik banget sih Neng Roje

Be With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang