Rosie menyuruhnya untuk mandi air dingin demi menenangkan segala kegugupan yang Lisa tampakkan. Jadi ia hanya menurut saja, mandi cepat lantas keluar ruang kamar mandi namun ia masih merasa panas. Entah datang darimana gerah matahari ini tiba, Lisa merasa ini bukan kamarnya. Kenapa bisa ada wanita yang telah setengah telanjang berada di kasurnya?
“Sudah mandi?” Rosie bertanya, menyaksikan Lisa merapatkan bathrobe seerat wanita itu merapat keperawanannya.
“Ne-nde.” Lisa hanya bisa berdiri canggung, meski sikap menggoda Rosie sungguh bisa membuat semua lelaki bakal langsung menerjang wanita itu. Tapi ia hanya seperti ini, takut, cemas dan merasa sedikit tak percaya diri.
“Come here, baby.” Rosie mengerling sambil menepuk tempat tidur, ia harus banyak bersabar melayani perawan. Ini adalah kali kedua ia melayani seorang yang belum pernah bercinta.
“Aku tidak tahu harus bagaimana.” Sebab yang Lisa lakukan hanya menelan ludah, menghindar tatapan mata, serta merapatkan bathrobe yang menjadi satu-satunya pakaian yang ia pakai.
“Kau hanya perlu bernapas,” Rosie berkelakar, ia akhirnya harus menarik tangan Lisa agar wanita itu cepat mendekat, lantas menyuruh untuk segera naik ke atas tempat tidur.
“Dadaku memang terasa sesak, apa itu normal?” Ia kesulitan bernapas, Lisa tak Punya asma, namun sejak hari ini, ia merasa telah kehilangan napas beberapa kali. Apalagi sekarang, memandangi ‘oh indah tubuhnya’ Rosie, ia hampir saja melayangkan nyawa pergi.
“Selain penyakit, dada sesak punya dua makna; orang yang sedang jatuh hati, atau sedang patah hati. Kau merasakan yang mana?” Rosie memegang kedua bahu Lisa, untuk membuat wanita itu hanya menaruh perhatian padanya. Lantas ia bisa mengangkang duduk kembali di pangkuannya.
“A-aku... “ Ia tak pernah merasa patah hati, beberapa kali berkencan dengan wanita tak membuat hatinya nyeri merasakan kelabu sepi. Ia hanya merasa ... datar. Jadi, apakah ia jatuh cinta? Pada dia? Si Gadis Bayaran ini? Ataukah hanya perasaan birahi yang tak bisa ia kuasai?
“Santai, itu hanya sebuah kiasan. Kenapa kau terlalu serius menanggapi?” Rosie menyaksikan terlalu banyak ekspresi Lisa yang lebih ‘kelihatan bodoh saat tengah berpikir’, jadi sebelum ia hanya akan menertawakan. Lebih baik ia kembali pada posisinya sedang melayani.
“Buka bathrobe-mu, sayang.” Rosie mengerling penuh goda, tangan mencengkeram lembut kerah bathrobe Lisa dan siap ia lucuti detik ini juga. Namun kepanikan wanita itu langsung membuat tangan tertahan oleh suara yang terbata-bata terucap.
“Ka-kamu dulu,” Lisa meminta, ia gemetar dan ingin lari saja. Namun wanita ini mengungkung tubuhnya dalam sebuah balut pangku dan pelukan panas. Mana bisa ia melepas?
“Awh, dengan senang hati, sayang.” Rosie memutar tangan ke belakang punggung, melepas pengait bra tanpa aba-aba, serta keraguan sedikit pun di mata. Jelas gadis ini terlihat biasa saja. Bahkan ketika kedua dadanya terpampang tanpa ada sensor di depan pandang Lisa.
“Tutup mulutmu, Lisa-ssi.” Rosie menahan bibir gemetar menyerukan tawa yang hampir mengumbar. Pelototan Lisa terhadap buah dada seolah ia tak pernah lihat saja. “Sekarang giliranmu, sayang.” Rosie dengan cepat melepas pengait kain bathrobe Lisa, menarik kerah itu hingga jatuh ke bawah pinggangnya.
“Punyamu lebih besar.” Lisa berseru polos, ia biarkan gadis itu membuka apa yang telah ia tutupi.
“Aku akan sangat tersinggung jika dadamu lebih besar dari milikku, jadi aku sedikit bersyukur.”
“Memang kenapa jikalau dadaku lebih besar darimu?”
“Berarti kau menghinaku sebagai wanita tulen.” Rosie memutar mata, ayolah, ia ini wanita feminin yang anggun, cantik dan tidak ada tandingannya dengan penari lain di Club sana.
“Oh,” Lisa mengangguk mengerti, lantas detik kebingungan itu tiba-tiba muncul di tengah suasana. Membuka segala sunyi dengan pakaian atas telah terbuka.
“Apa kau akan diam saja?” Tahan dirimu untuk tidak mencakar perawan Rosie, dia memang amatiran dalam hal ini.
“A-aku harus bagaimana?”
“Memakanku, tentu saja.” Rose menabrakkan kepala Lisa pada dadanya, memutar tubuh mereka hingga ia berbaring di bawah sang wanita. Tangan merayap ke punggung hingga dada.
Entahlah, Lisa merasa aneh. Mengecupi dada wanita seperti memakan jelly yang tak ada habisnya. Ia berawal ragu, lantas hanya bergerak perlahan, namun Rosie selalu membimbing hingga ia berani mengulum, meremas sampai suara kecil itu terdengar. Sontak Lisa terhenti dengan wajah heran dan mulut ternganga.
“Yah! Siapa suruh berhenti?!” Rosie hampir saja menampar Lisa dengan lampu tidur di samping, namun raut polos itu hanya membuat ia kasihan.
“Mian,” oh, jadi ia tidak boleh berhenti. Lisa seharusnya diam dan lakukan saja. Rasakan apa yang harus dirasakan. “Ta-tapi, aku ingin mencium bibirmu.” Ia sejujurnya lebih suka menciumi bibir manis Rosie yang nikmat dikulumi, apalagi ketika gerakan lidah gadis itu yang penuh dengan kelembutan. Ia suka.
“Awh,” tidak jadi kesal. Rosie senyum mekar lantas menarik tengkuk wanita di atasnya, mengantarkan mereka pada ciuman seperti di sofa sana. Dalam, lembut, dan tak tergesa.
Dalam kesempatan ini Rosie harus terus membimbing Lisa agar mengerti, jadi tangan di punggung berpindah ke depan. Mengelus abs kencang wanita itu hingga napas dalam ciumannya terasa tercekat. Ia bisa merasakan Lisa semakin tegang, namun tak menghentikan aksi ciuman dalam.
“Jangan berhenti, apapun itu. Jangan.” Rosie memperingati di tengah ciuman, napas bertubrukan, serta hangat menguar datang dari kedua tubuh.
“Arasso,” Lisa kembali mencium bibirnya dalam, menggerakkan lidah hingga memutar kepala. Ia biarkan ketika tangan Rosie merayap dari perut hingga ke bawah, menegangkan di bawah sana, dan membuat gugup debar dada. Ia tak boleh berhenti. Biarkan keringat panas ini mengalir, jangan mati ketika—akh!
“Aku bilang jangan berhenti.” Rosie meremas yang di bawah sana. Menariknya hingga napas Lisa seolah telah tercabut ke akarnya.
“Tatap aku,” Pinta Rosie, memegang pipi Lisa lembut sementara tangan di bawah sana bergerak nakal. Ia menatap wajah tegang Lisa, otot pada sisi muka keluar seolah tengah mengeluarkan amarah. Ia hampir saja tersenyum melihat situasi ini, Lisa berbadan kurus, tapi tidak dengan yang di bawah sana. Wow! I’m gonna lose my breath for this.
“Aku tidak kuat,” Lisa mencengkeram sisi bantal yang dipakai Rosie, perut bagian bawah begitu gatal bercampur sedikit kesakitan di bawah sana, tapi ia tak ingin semua ini berhenti. Ia ingin lanjut sampai semuanya tak tersisa. Jadi lebih baik ia tak diam saja sementara Rosie bekerja. Mulut meraup dada gadis itu hingga desah lembutnya mengundang rasa mesra. Ia suka.
“Ini belum seberapa,” Rosie tersenyum, mata setengah tertutup menikmati mulut Lisa di dada, sementara tangan lainnya hanya mengelus lembut punggung wanita itu. Namun gerakannya malah mengundang tingkah, Lisa berusaha melepas diri hanya untuk mendekatkan dengan dirinya, tubuhnya bergerak dengan tak sabar, namun ia tetap pada gerakan yang sama. Menikmati Lisa merasa frustasi, hingga tempat tidur rasanya ikut bergoyang ketika wanita itu terasa gusar.
“Aku tak kuat.” Ia sudah berada di ujung, peluh telah jatuh ke hidung. Mata terpejam erat dan ia siap mengeluarkan semua yang di dalam sana sekarang juga. Namun bergeraknya tempat tidur mengundang sesuatu jatuh, menimpali bahu Rosie yang terbuka. Sontak wanita yang di bawah berteriak lantas dengan reflek menampar wajahnya.
“Kyah! Kecoa!!!” Rosie segera menyingkirkan diri dari Lisa, ketakutan datang membuahkan sebuah kekuatan. Ia mendorong Lisa sambil memukul dan menampar wanita itu, tubuh bergidik ngeri menyingkirkan binatang coklat kecil yang dengan keji hinggap di bahu indahnya. Rasa geli luar biasa itu bukan hanya mengundang histeris, tapi juga reaksi tubuh yang segera mengambil pakaian di lantai. Berlari sekonyong-konyong dari lokasi. Meninggalkan Lisa yang melongo menatap pintu telah kembali tertutup.
Dengan raut wajah datar Lisa memungut si Kecoa jadi-jadian, lantas kepala tiba-tiba panas setelah sadar apa yang baru saja terjadi.
“Kim Jennie!!!”Ini yg di bawah sana masih tegang😭😭😭 main ditinggalin aja😭😭😭
Ps.Sorry.. tiba2 mood ilang.. jadi maaf kalo gak ngefeel.. I can do better than this