37-Random

10.2K 868 27
                                    

Kayesa menatap Denan yang sedang membantunya memasukkan pakaian ke dalam tas, suaminya itu beberapa kali menguap di waktu yang masih cukup pagi seperti ini, jam masih menunjukkan pukul delapan pagi. Malam tadi Denan memang tidur cukup larut, mengobrolkan berbagai topik bersama Abah dan juga Keynan, termasuk hal-hal yang menjurus ke arah Piala AFF yang tidak begitu Kayesa mengerti. Padahal kata Bang Haji Rhoma Irama, jangan bergadang kalau tiada gunanya. 

Kayesa beralih menatap layar ponselnya setelah selesai memasukkan pakaian ke dalam tas. Sore nanti ia dan Denan berencana untuk kembali ke rumah yang telah satu minggu lebih keduanya tinggalkan.

"Denan, Mama nyuruh kita berkunjung dan nginap," ucap Kayesa seraya mengarahkan layar ponselnya menghadap Denan agar suaminya itu dapat membaca pesan yang Mamanya kirimkan.

Denan menarik resleting tasnya lalu duduk di tepi tempat tidur. "Kapan-kapan aja, Kay. Tugasku banyak numpuk, laptop ada di rumah."

Kayesa ikut duduk di samping Denan. "Kan bisa diambil, dikerjakannya di rumah Papa Mama."

"Kapan-kapan aja, ya?"

Kayesa memasang wajah protes dengan mulut mencebik pelan. "Enggak boleh gitu. Denan tau, kan, kalau surganya Denan itu di Mama? Kalau bukan kita yang rajin kunjungi Mama dan Papa siapa lagi? Cuma kita anak-anaknya Mama dan Papa."

Meskipun Denan telah menjadi suami, tetapi Denan tetaplah seorang anak yang bakti dan surganya berada pada orang tuanya, terlebih kepada Ibunya. Kayesa selalu mengingat perkataan Uminya, jika sang suami lupa atau lalai terhadap baktinya kepada orang tuanya sudah sepantasnya ia mengingatkan. Kayesa memang telah menjadi hak dan tanggung jawab Denan, tetapi Denan tetap memiliki kewajiban terhadap orang tuanya. Kayesa tidak berhak menghalangi Denan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Kata Uminya lagi, membantu suami untuk berbakti kepada orang tua sama saja membantu suami untuk taat kepada Allah Ta'ala.

Terlebih, Denan juga adalah anak tunggal. Anak laki-laki dan satu-satunya yang dimiliki oleh kedua orangtuanya.

Dalam Hadish riwayat Muslim mengatakan bahwa, "Setiap laki-laki adalah milik Ibunya, dan selamanya ia adalah milik Ibunya! Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki? Dan Rasulullah menjawab, Ibunya!"

Beruntunglah seorang wanita yang akan menjadi seorang Ibu nantinya.

"Kayesa sudah nginap di sini satu Minggu lebih, jadi biar adil nginap juga di rumah Mama Papa. Kita jarang kunjungi Mama dan Papa, loh, Denan. Minggu depan kita juga sudah mulai kuliah nanti tambah sibuk." Peringat Kayesa.

Denan tersenyum lembut. Satu tangannya terangkat mengusap kepala Kayesa pelan. "Iya, kita nginap di rumah Mama Papa, ya. Jangan ngambek."

"Kayesa enggak ngambek!"

Denan tertawa pelan lalu membawa Kayesa ke dalam dekapannya. Kini, laki-laki itu mulai merenung, mengingat-ingat apakah ia pernah menyakiti kedua orang tuanya terutama Mamanya baik dari segi perilaku maupun perkataan? Denan tidak bisa membayangkan jika ada perbuatannya yang membuat Mamanya tidak ridho. Tidak akan ada surga baginya. Pintu surga yang tidak bisa ia abaikan, tidak bisa ia ganti dengan tahajud di setiap malamnya, tidak bisa ia ganti dengan sedekah, tidak bisa ia ganti dengan Dhuha di setiap paginya, dan tidak bisa ia ganti dengan kebaikan dalam wujud apa pun selain baktinya dan keikhlasan Mamanya terhadap perbuatannya.

Renungan yang ternyata bukan hanya untuk Denan, tetapi untuk semua anak di luaran sana yang masih memiliki seorang Ibu.

Denan semakin mendekap erat Kayesa, mengusap sudut matanya yang mulai berair. "Terima kasih, ya, sudah sayang sama Mama dan Papa. Terima kasih juga sudah ingatin aku."

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang