04-Perawan Tua

14.9K 1.2K 15
                                    

"Turunin gue!" 

Denan menatap Kayesa yang masih berada di dalam bopongannya. Wajah gadis itu merah, sepertinya tengah menahan emosi. Sejak dulu, wajah gadis itu memang selalu seperti itu, selalu menunjukkan aura permusuhan. Gadis yang baru saja resmi menjadi istrinya itu tidak pernah sekali pun menebar senyum untuknya. 

Mahal sekali senyumnya. Denan sendiri heran dan juga takut jika wajah Kayesa nanti akan menua tidak sesuai umur lantaran selalu marah-marah. Takut jika ia dikira menikah dengan ibu-ibu.

"Apa lo liat-liat? Naksir?" tanya Kayesa mengembalikan pertanyaan Denan beberapa waktu lalu. Sebab, laki-laki itu menatapnya dengan tatapan aneh dan juga dengan kening mengerut.

"Naksir badan lo kerempeng! Lo harusnya tahu diri, gue mana bisa naksir sama lo!" 

Denan menurunkan Kayesa dengan kasar. Untung saja gadis itu masih bisa menyeimbangkan tubuhnya hingga tidak terjatuh. Jika itu terjadi bisa-bisa tulang punggungnya akan patah dan pasti rasanya sakit sekali.

Denan, laki-laki itu memang adalah laki-laki terjahat yang pernah ia kenal. Punya mulut selalu digunakan untuk nyinyir. Terlebih tentang dirinya, istrinya sendiri, selalu ia hina tanpa disaring. Harapannya untuk memiliki suami idaman sirna sudah.

"Awas, gue mau tidur di ranjang!" 

Kayesa mendorong tubuh Denan yang sekarang tengah berbaring di atas ranjang. Tidak ada pergerakan dari tubuh laki-laki itu, ia hanya menatap Kayesa malas. Padahal, ranjang itu luas dan cukup untuk dua orang. Juga, masih ada space kosong cukup untuk dirinya di samping Denan. Namun, memang dasarnya Kayesa yang bahagia sekali mencari masalah. Bukannya langsung tidur, tetapi justru menyempatkan waktu untuk mengajak ribut.

"Ya udah, lo tidur aja. Tuh, di samping gue kosong!"

Kayesa mendelik, menatap Denan protes. "Gue nggak mau tidur satu ranjang sama lo!" ucapnya.

Sungguh. Gadis itu tidak akan bisa tidur jika ada seseorang yang paling ia benci ada di sampingnya. Hal itu akan lebih dari mimpi buruk. 

"Ya, sudah. Tuh, sofa di ujung kosong. Tidur aja di sana!" tunjuk Denan dengan tatapan santai, enggan untuk meninggalkan ranjang empuk yang sekarang sangat terasa nyaman mengenai punggungnya.

"Enak, ya, lo ngomong?" Gadis itu berdiri sembari menatap Denan yang berbaring, tangannya kembali gatal untuk menjambak rambut laki-laki yang baru saja menjadi suaminya sampai botak. 

"Iya, enak lah. Cuma ngomong, kok." 

"Lo tahu diri, ya. Ini kamar gue! Rumah gue! Lo tahu malu, jangan seenaknya!" Kayesa berucap dengan menggebu. Ia harus menyadarkan di mana laki-laki itu kini berada agar tidak seenaknya. 

"Gue suami lo sekarang kalau lo lupa. Mending lo tidur di samping gue. Gue juga nggak bakalan apa-apain lo. Gue juga nggak bakal nafsu sama lo sekali pun lo nggak pakai baju!" Denan tersenyum miring menatap Kayesa dengan tatapan menilai. 

"Dasar kerempeng! Coba aja kita nggak nikah, pasti lo bakalan jadi perawan tua! Mana ada yang mau sama lo! Gue aja yang sudah jadi suami, nggak mau sama lo!" lanjutnya yang kini dengan tatapan mencemoh.

Deru napas Kayesa tidak beraturan. Emosinya sungguh memuncak. Gadis itu tidak tahan lagi. Daripada mempermalukan dirinya sendiri, gadis itu berlari menuju kamar mandi. Menutup mulut dengan kedua tangannya. Kayesa menangis tanpa suara di dalam sana.

Tersinggung tentu saja dan sakit hati juga itu pasti. Namun, bukan itu yang membuatnya menangis. Kayesa hanya menumpahkan emosinya dalam bentuk tangisan. Ketika ia tidak bisa apa-apa untuk membalas perkataan menyakitkan seseorang, maka ia akan memangis. Ketika ia tidak bisa menumpahkan emosinya dalam bentuk fisik, menghajar Denan habis-habisan, maka yang bisa ia lakukan hanya menangis.

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang