"Untuk semua tamu undangan, harap tetap memperhatikan protokol kesehatan. Jaga jarak dan tetap menggunakan masker!"
Peringatan MC di acara pernikahan tersebut tak jarang diabaikan. Apalagi mahasiwa-mahasiswi yang malah duduk bergerombolan dan berdempetan. Mereka asyik membuat lelucon karena lama tidak berjumpa. Kuliah online sungguh berat, apalagi tidak bisa melihat doi setiap hari.
"Pakai masker, oy!"
"Tutorial, dong. Gimana caranya makan, tapi tetap pakai masker?"
"Nah, bener, orang mau makan masa disuruh pakai masker. Ya, kali."
"Itu pengantin baru kok jauh-jauhan, sih?"
Denan menatap teman-temannya sinis. "Dekat, disuruh jaga jarak. Jauh, disuruh dekat-dekat. Mau lo pada apa, sih?"
Mereka tertawa heboh. Parah. Padahal, tidak banyak tamu yang diundang mengingat sedang berada di masa pandemi. Namun, teman-temannya yang begitu berisik dan tidak bisa diam membuat acara pernikahan itu seperti dihadiri banyak tamu undangan.
Denan juga heran, mengapa teman-temannya itu tidak pulang-pulang? Sudah banyak camilan dan makanan berat yang dihabiskannya. Selain membuat rusuh di acara pernikahannya, teman-temannya itu juga menghabiskan banyak makanan.
"Denan!"
Kayesa memanggilnya. Gadis yang hari ini sungguh terlihat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih melangkah pelan menghampirinya.
"Apa?"
Gadis itu berdecak. Mereka telah menikah, tetapi tetap saja kalau saling berbicara selalu ada tancapan gas yang melaju kencang.
"Ummi suruh gue nanyain, lo sudah makan atau belum?" Kalau tidak disuruh, gadis itu tidak akan pernah mau datang bertanya.
Sejak tadi, Kayesa memang selalu menjauh. Enggan menjadi bahan ledekan teman-temannya. Musuh, tapi menikah lah. Musuh jadi cinta lah. Musuh, kok, nikah?
Kesal sekali rasanya.
"Belum, gue nggak nafsu makan, apalagi setelah liat muka lo. Bisa-bisa gue kurus kerempeng karena lihat muka lo setiap hari. Malesin banget," ucap Denan tanpa sensor.
"Astagfirullah, Denan. Baru aja nikah, lo sudah ngomong gitu," tegur Rahman yang memang sedang duduk di sebelah mempelai laki-laki. Sementara teman-temannya yang lain memilih diam dan tetap menikmati makanannya yang telah kesekian kali.
Kayesa menatap Denan dengan gigi bergemelatuk. Menjambak rambut dan memberikan satu tendangan kepada laki-laki yang baru saja menjadi suaminya adalah hal yang bagus. Namun, sayang, semua keluarganya masih berada di acara ini.
"Gue tampol juga mulut lo!" Geram Kayesa. Gadis itu kembali melupakan statusnya sebagai istri. "Ya sudah, nggak usah makan. Awas aja kalau nanti gue lihat lo makan!"
"Suka-suka gue lah! Kalau gue lapar, ya, makan," balas Denan santai. Laki-laki itu hendak mengambil camilan di atas meja, tetapi dengan cepat Kayesa menepis tangannya.
Denan menatap Kayesa tajam. "Lo cari masalah sama gue?"
"Kalau iya, kenapa? Masalah buat lo?!"
"Lo! Jangan buat gue emosi, ya?" Denan bangkit berdiri, membalas tatapan nyalang sang istri.
"Lo aja yang gampang emosi!"
"Ngaca sana!"
"Ngapain ngaca, gue sudah cantik!"
Denan berdecih mendengar kalimat gadis di depannya. "Cantik dari Hongkong! Kalau aja kita nggak nikah, mungkin lo bakalan jadi perawan tua!"
Astagfirullah! Mulut suaminya ini, benar-benar minta dihajar, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Spiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...