47-Baikan, Gemoy, & Jemuran

6.3K 508 7
                                    

Denan menghela napas kasar. Beberapa kali ia mengubah posisi tubuh mencari kenyamanannya dalam berbaring, juga telah memejamkan mata berharap dapat benar-benar tidur setelahnya. Namun, sudah satu jam ini dirinya hanya dapat bergerak gelisah tanpa dapat merasakan kenyamanan sedikit pun. Tanpa sadar, ia juga telah menganggu tidur Keynan di sebelahnya.

Keynan menggaruk kepalanya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap abang iparnya dengan sorot mata yang benar-benar mengantuk.

"Kenapa, bang?"

Denan yang sebelumnya memejamkan mata hanya sekedar formalitas, kini membuka matanya dengan raut wajah tidak enak ketika menatap Keynan yang pasti terganggu dengan pergerakannya yang tidak tenang.

"Nggak bisa tidur?"

Denan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Laki-laki itu ikut mengubah posisinya untuk duduk dan mengangguk menjawab pertanyaan Keynan.

Keynan menghela napas, lalu kembali berbaring. Ia mulai memejamkan mata dengan mulut yang bergumam pelan. "Bang Denan sudah terbiasa tidur bareng Kak Kay. Sekalinya bareng orang lain, jadi nggak bisa tidur."

Denan menatap Keynan yang kini memeluk guling. Adik iparnya itu terlihat nyaman dalam tidurnya. Berbeda dengan dirinya yang hanya mampu memejamkan mata, tetapi tidak dapat merasakan yang namanya tidur.

Usai menatap jam dinding, Denan akhirnya turun dari tempat tidur. Ide untuk kembali sekamar dengan Kayesa terlintas di dalam kepalanya. Ia yakin, Kayesa pasti sudah tidur. Jadi, istrinya itu tidak akan menyadari jika ia menyelinap masuk secara diam-diam.

Namun, Denan salah besar. Kayesa belum tidur. Istrinya itu baru saja keluar dari kamar mandi sehabis membasuh wajah.

Kayesa terdiam. Denan juga terdiam. Keduanya saling menatap dengan canggung.

Denan akhirnya menggaruk hidungnya yang tidak gatal, lalu berdehem bermaksud memecah suasana. Ia melangkah menuju tempat tidur, berusaha untuk terlihat santai. Namun, mendapati Kayesa yang masih terdiam di depan kamar mandi dalam keadaan terus menatapnya, membuat pergerakan Denan berubah kaku.

Sebenarnya, ia tidak mengerti sedang berada di situasi macam apa. Tidak seharusnya ia berada dalam situasi seperti ini. Keduanya hanya perlu berbaring dan kemudian tidur, bukannya berdiri dan berubah kaku seperti ini.

Menghela napas, Denan kembali berdehem. "Ka-kamu belum tidur?"

Denan memberanikan diri untuk bertanya. Melihat Kayesa yang mulai menggerakkan kaki melangkah ke arah tempat tidur, membuat Denan lega. Rupanya basa-basi yang ia utarakan berhasil.

"Belum." Kayesa memilin jari-jari tangannya. Ia seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi terlihat ragu.

"Aku nggak bisa tidur di kamar Keynan. Rasanya asing, nggak biasa."

Kayesa mengangguk canggung. "Oh, iya."

"Aku boleh tidur di sini bareng kamu?"

Entah mengapa jantung Kayesa berdetak cepat saat Denan bertanya seperti itu. "Bo-boleh."

"Kita baikan, 'kan? Kamu marahnya sudah selesai?" Tanya Denan hati-hati.

"Kay sudah nggak marah lagi." Kayesa tersenyum kaku. Ia menatap Denan dengan tatapan ragu. "Denan sendiri marahnya sudah selesai?"

"Aku nggak marah, cuma kesal. Tapi, sekarang kesalnya aku sudah hilang."

Kayesa mengangguk. "Maafin Kay, ya, Denan."

Mendengar permintaan maaf, serta tatapan lembut dari Kayesa membuat Denan menggeleng dengan cepat. "Kamu nggak salah. Harusnya aku yang minta maaf."

"Maafin aku, ya," ucap Denan, lembut.

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang