Kayesa mengunyah pelan potongan buah-buahan seraya menatap berulang kali pintu kamar perawatannya. Sejak pagi hingga siang ini, Kayesa belum melihat keberadaan Denan. Semalam, saat Kayesa baru sadar, Denan tidak mengeluarkan suara untuk mengajak Kayesa berbicara. Laki-laki itu hanya diam sembari mengurus perlengkapan perawatan Kayesa sesuai dengan anjuran dokter.
"Mama..." Kayesa memanggil Mama mertuanya dengan nada sedikit merengek.
Afra yang masih memotong buah-buahan seketika mengangkat kepalanya dan menatap wajah pucat Kayesa. "Iya, Sayang. Ada yang sakit?"
Kayesa menggeleng.
"Kamu butuh sesuatu?"
Kayesa mengangguk.
"Mau minum?"
Kayesa kembali menggeleng. Ia menghela napas sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Mau Denan. Denan di mana, ya, Ma?"
Afra tersenyum lembut, satu tangannya terangkat mengusap kepala Kayesa dengan pelan. "Denan keluar sebentar. Sabar, ya, bentar lagi datang."
Kayesa tidak lagi berselera menyentuh potongan buah-buahan yang berada di hadapannya. Ia memilih duduk bersandar seraya menatap lekat wajah lembut ibu mertuanya.
"Dari pagi tadi, Kay nggak ada ketemu Denan. Tadi malam, Denan juga nggak ada ngomong apa-apa ke Kay. Denan marah, ya, sama Kay?"
Afra menggeleng. "Enggak marah, Sayang. Marah kenapa coba?" Afra menatap Kayesa dengan tatapan bingung. "Denan nggak ada alasan untuk marah sama kamu."
Kayesa menyentuh permukaan perutnya. Rasa sedih yang memang belum membaik sejak semalam kini justru semakin memburuk. "Denan marah karena anak di dalam perut Kay sudah nggak ada."
"Ya Allah, Denan nggak mungkin marah karena itu." Afra menatap Kayesa terkejut. "Itu sudah ketetapan Allah, nggak ada yang bisa menentang."
Kayesa mengusap matanya yang berair. "Mama, Kay takut."
"Kamu sendiri tau Denan, 'kan? Dia sayang sama kamu. Dia mana bisa marah sama kamu, apalagi untuk masalah ini."
"Denan beneran sayang Kayesa, ya?"
Afra mengangguk lalu membawa tubuh Kayesa ke dalam pelukannya. "Coba nanti ditanya langsung sama Denan."
"Sudah pernah."
"Apa katanya?"
"Katanya, sayang. Kirain nggak beneran. Soalnya Kay pernah dengar kalau cowok itu bisa bilang sayang padahal nyatanya nggak."
Afra mengusap lembut punggung Kayesa sembari menghela napas. "Denan nggak mungkin bohong. Kalau memang dia nggak ada rasa apa-apa sama kamu, kalian nggak mungkin ada di tahap sejauh ini."
"Tapi, 'kan, Kay sama Denan ada di tahap ini karena dijodohkan," ucap Kayesa dengan nada bergetar.
"Mama sama Papa cuma mengajukan kamu ke Denan dan Denan langsung setuju tanpa pake drama. Habisnya Mama liat Denan suka gangguin kamu, daripada jadi dosa karena nggak bisa jaga batasan dan pandangan. Mending nikah aja, kalian juga waktu itu sudah cukup umur," jelas Afra yang memang benar adanya.
Lagi pula, ia tidak mungkin memaksakan kehendak kepada Denan jika memang Denan tidak menyetujuinya. Posisi Kayesa pun sama, ia telah menganggap Kayesa seperti anak sendiri. Tidak mungkin ia membiarkan Kayesa hidup bersama laki-laki yang berpotensi tidak bisa membahagiakannya.
"Denan beneran langsung setuju nggak pake nolak, Ma?" Kayesa melepaskan diri dari pelukan Afra dan menatap wajah mertuanya dengan tatapan terkejut bercampur girang.
"Beneran. Asal kamu tau aja, sebenarnya dia itu kesenangan disuruh nikah sama kamu."
"Masa, sih, Ma? Awal-awal habis nikah, Denan itu nyebelin banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Spiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...