"Kamu sudah siap? Aku antar ke kampus sekarang?"
"Kay berangkat bareng Lentera aja. Lentera sudah di depan."
Denan menatap Kayesa yang sedang menyampirkan tas di sebelah pundaknya, setelah itu Kayesa menatap cermin memastikan penampilannya di sana. Merasa penampilannya telah rapi, Kayesa melangkah ke arah Denan, meraih tangan kanan laki-laki itu dan menciumnya dengan cepat. Namun, saat hendak menarik kembali tangannya, Denan justru menahannya dan menatapnya lekat.
"Kenapa nggak bilang kalau berangkat bareng Lentera?" tanya Denan bernada lembut yang tidak ingin melepaskan tangan Kayesa dari genggaman tangannya.
Dibandingkan menatap Denan, Kayesa lebih memilih menatap pintu kamar yang berada di belakang punggung sang suami. "Barusan Kay sudah bilang. Denan nggak dengar?"
Denan menghela napas. "Sebelumnya. Kenapa sebelumnya nggak konfirmasi dulu kalau kamu berangkatnya bareng Lentera? Kalau tau gitu, aku langsung ke resto aja dan nggak perlu pulang buat jemput kamu."
"Bilang aja kalau Denan memang nggak ada niat jemput!"
"Kalau nggak niat, aku nggak mungkin ada di sini sekarang."
"Denan juga nggak ada nanya!"
Denan hanya tersenyum menghadapi sifat Kayesa yang berubah tidak ramah. "Kamu tau, 'kan kalau aku pasti jemput kamu? Jadi, harusnya kamu bilang."
Kayesa mengangkat kepalanya dan menatap Denan dengan datar. "Terus, gimana? Denan sudah di sini, Lentera juga sudah di depan. Kay suruh Lentera duluan aja?"
Denan menggeleng. "Nggak perlu. Kamu berangkat bareng Lentera aja."
Denan sedikit menunduk dan mendaratkan kecupan singkat di kening milik Kayesa. "Kabarin kalau sampai."
Kayesa hanya mengangguk singkat. Tidak ingin repot-repot mengeluarkan suara lagi, ia akhirnya berlalu berangkat ke kampus bersama Lentera.
Denan menatap pergerakan mobil Lentera yang melaju hingga lenyap dari jangkaun matanya. Tanpa perlu bertanya, Denan tahu apa yang menyebabkan Kayesa berubah tidak ramah seperti itu. Sudah pasti karena kejadian semalam. Ditambah lagi tamu bulanannya yang juga bertandang, menjadikan mood Kayesa tidak stabil seperti biasanya.
.....
Kelas pertama selesai dan kini Kayesa melangkah terburu-buru menapaki tangga menuju laboratorium untuk melakukan praktikum di sana. Ia melangkah seraya mencari-cari sesuatu dengan gelisah di dalam tasnya. Seingatnya, ia telah memasukkan semua perlengkapan praktikum ke dalam tas sebelum berangkat.
Kayesa sampai di depan laboratorium dengan napas terengah-engah. Ia duduk lesehan, bergabung bersama teman-temannya di depan laboratorium tersebut. Ia mulai mengeluarkan semua isi tasnya tanpa terkecuali, tetapi sesuatu yang ia cari benar-benar tidak ia temukan.
"Cari apa, Kay?" Tanya Cia yang baru saja datang bergabung dan berjongkok di hadapan Kayesa.
Kayesa menatap Cia dengan mata berkaca-kaca. "Laporan gue kayaknya ketinggalan di rumah."
"Seriusan?"
Kayesa mengangguk. Ia kemudian duduk bersandar dengan keadaan lemas, memilih pasrah jika harus dikeluarkan dari laboratorium karena tidak mengumpulkan laporan. Tidak mengumpulkan dianggap tidak mengerjakan. Asisten laboratorium tidak akan perlu repot-repot bertanya, jika praktikan tidak memenuhi salah satu syarat masuk laboratorium akan dianggap absen dan tidak mendapat nilai praktikum.
"Gue mau nangis. Sia-sia banget gue bergadang demi laporan," ucap Kayesa dengan bibir yang kini melengkung hendak menangis.
"Beneran ketinggalan di rumah? Bukan ketinggalan di kelas tadi?" Tanya Cia, memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Spiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...