Fisika Medik✨
Nayra:
Ibu Andin yang ngajar Fisika Kedokteran hari ini enggak bisa masuk. Ibunya minta atur ulang jadwal. Mari kita pulang ke rumah masing-masing! Yeay!Setelah membaca pemberitahuan dadakan di grup chat tersebut Kayesa keluar kelas, mengekor di belakang Cia dan Fira.
"Gue ke atas, ya, Guys! Mau ngejar asisten, hari ini harus ACC!" Pamit Fira lalu melangkah cepat menaiki tangga menuju lantai tiga. Sementara Kayesa dan Cia beralih menuruni tangga menuju lantai satu.
"Cia, gue ikut pulang, boleh?" Tanya Kayesa. Hari ini ia ingin pulang lebih awal mengingat Denan yang harus stay di kampus karena masih ada satu kelas mata kuliah. Saat ini, jiwa rebahan yang Kayesa miliki meronta-ronta meminta untuk dituruti.
"Boleh banget, tapi sebelum pulang gue mau ketemu bang Najib dulu, ya, Kay."
Kayesa mengangguk. "Iya, nanti gue juga mau ketemu Denan buat izin pulang duluan. Laporan lo yang minggu ini masih direvisi?"
Cia berdecak. "Iya. Kesel banget, mana tulisan gue dikatain mirip ceker ayam. Matanya aja yang seliweran enggak bisa baca tulisan gue!"
Kayesa tertawa pelan. Tulisan tangan milik sahabatnya itu memang tidak bisa dikatakan rapi dan bagus. Kata Cia, tulisan tangannya memang seperti itu, sudah takdirnya, tidak ada yang boleh protes. Ia akan sangat kesal jika ada yang mengomentari tulisannya yang tidak sebagus tulisan teman-temannya yang lain.
Menurutnya, yang penting ia bisa membaca dan memahami apa yang ia tulis, tidak peduli dengan orang lain yang tidak bisa membaca tulisannya.
"Mampir ke koperasi dulu, ya, Kay. Mau beli pulpen. Si Najib itu cerewet banget, dia mau gue harus nyediain pulpen runcing. Jadi asisten enggak modal banget, masa harus praktikan yang nyediain pulpen!"
Kayesa kembali tertawa mendengar Cia yang langsung menyebut nama seniornya tanpa embel-embel 'Bang'. Nyalinya memang besar jika berbicara yang tidak baik di belakang seniornya. Namun, jika sudah berada di hadapan seniornya, nyali Cia lenyap entah lari ke mana.
"Awas aja kalau dia masih ngatain tulisan gue jelek. Bakalan gue cucuk matanya pakai pulpen runcing!"
"Emang lo berani?"
Cia menghela napas pendek lalu menatap Kayesa dengan lesu. "Ya jelas enggak beranilah."
Kayesa terkekeh. "Terima nasib aja, Cia."
Saat keduanya sampai di Koperasi. Kayesa refleks melambaikan tangannya dan tersenyum saat melihat Lentera yang sedang menatap ke arahnya. Sadar tidak mendapatkan respon seperti biasanya, Kayesa menurunkan tangannya dan senyumnya perlahan memudar saat Lentera justru membuang tatapannya.
"Buru-buru banget kayaknya, mau ke mana lo, Len?" Tanya Cia saat Lentera terlihat buru-buru memasukkan kertas-kertas hasil fotocopy ke dalam tasnya.
"Ke Lab Ocean," jawab Lentera tanpa menatap keduanya. Setelahnya, ia melangkah cepat meninggalkan Kayesa dan Cia yang menatapnya heran.
Kayesa menatap punggung Lentera. Kadang kalanya ia begitu peka dengan sikap teman-temannya, termasuk sikap Lentera yang diberikan kepadanya saat ini.
....
"Berapa kecepatan burung tersebut sebelum mati menabrak mobil? Astaghfirullah, kecepatan burung yang sudah mati aja pake dihitung segala. Buat apa, sih?"
Denan memilih diam mendengar ocehan sepupunya yang tidak ada hentinya sejak kedatangannya beberapa menit lalu. Denan berusaha fokus mengerjakan tugas-tugas kuliahnya, meskipun sedikit terganggu dengan suara Rafka yang selalu mengomentari beberapa tugas perkuliahan yang telah ia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Spiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...