Setelah mendirikan shalat isya, Kayesa membereskan kamarnya yang menurutnya sedikit berantakan. Menyusun kembali buku-buku yang ia gunakan sebagai referensi dalam mengerjakan laporan ke dalam rak buku.
Sampai sekarang ia masih sangat kesal dengan Denan. Apa coba maksudnya kalau Ibnu itu adalah mantan Kayesa? Mantan apanya? Sejak kapan ia pernah berpacaran dengan Ibnu? Memikirkan ingin berpacaran dengan laki-laki mana pun saja Kayesa tidak pernah.
Kayesa memperbaiki susunan buku-buku di dalam rak seraya mendumel kesal di dalam hati.
"Hachim... Alhamdulillah." Kayesa mundur menjauh dari rak bukunya yang ternyata sedikit berdebu.
"Yarhamukillah..."
Mendengar suara yang mendoakannya, Kayesa balas berdoa dengan suara pelan.
"Yahdikumullah wa yushlihu balakum.." Setelah itu, ia melengos ke arah sofa dan duduk di sana saat melihat Denan tengah berdiri tidak jauh dari posisinya berada. Suaminya itu baru saja kembali dari masjid.
Denan menghela napas panjang melihat tingkah Kayesa yang justru menjauhinya. Niatnya, Denan ingin mendekati Kayesa, menjalankan rutinitas yang biasa ia lakukan bersama istrinya itu. Namun, sepertinya sang istri masih begitu kesal kepadanya, terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan hal demikian.
Membuang tatapan saat Denan sedang menatapnya, Kayesa menyunggingkan senyum miring. Ia meraih ponselnya di atas meja dan siap untuk melakukan sesuatu.
"Mau chat mantan dulu," ucapnya seraya memainkan jari pada layar ponselnya, bermaksud untuk memanasi Denan. Siapa suruh nuduh-nuduh Kayesa punya mantan?
Denan yang tengah membuka satu per satu kancing baju kokohnya sontak terhenti. Telinganya berubah sensitif saat mendengar kata mantan yang keluar dari mulut Kayesa.
Secepat kilat, tanpa disangka, Denan telah berdiri di hadapan sang istri dan mengambil alih ponsel yang berada di tangan istrinya itu.
Mata Kayesa membulat tidak terima. "Denan apa-apaan, sih?"
"Kamu yang apa-apaan?" Tanya Denan dengan tatapan tajam.
"Balikin hp Kay!" Kayesa berdiri dan berusaha kembali merebut ponselnya, tetapi Denan dengan gesit menghindar.
Mata Denan semakin menajam saat berhasil membaca pesan dari layar ponsel Kayesa. Ternyata Kayesa benar-benar sedang bertukar pesan dengan Ibnu.
"Kamu ngapain chat-an sama Ibnu?!"
Kayesa terdiam sejenak menatap wajah Denan yang benar-benar menunjukkan kemarahannya.
"Kayesa, kamu ngapain chat-an sama Ibnu?!"
"Kenapa marah? Denan sendiri yang nyuruh Kay buat nanya ke Ibnu tentang rang-"
"Dan kamu beneran nurut?!"
Mata Kayesa berkaca-kaca mendengar nada suara Denan yang meninggi. Kenapa, sih, sekarang Denan suka banget marah-marah?
"Denan maunya apa? Denan enggak mau periksa rangkaian Kay, makanya Kay tanya langsung ke Ibnu. Kenapa Denan marah-marah terus, sih?!"
"Kamu yang mancing aku marah-marah!"
"Kay enggak ada mancing! Denan aja yang terpancing!"
Denan terdiam mengucap istighfar dalam hati. Ia sedang berusaha meredakan emosi saat melihat mata Kayesa yang berkaca-kaca. Satu tangannya menggenggam erat ponsel Kayesa. Mengetahui Kayesa yang bertukar pesan dengan Ibnu meski pun itu adalah keperluan kampus membuat Denan benar-benar diliputi emosi. Ia sangat tidak suka jika Kayesa berinteraksi dengan Ibnu mau sekecil apa pun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Espiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...