52-Menunggu Dirayu?

4.8K 485 42
                                    

"Kalian di sini? Kok nggak ada ngabarin?" tanya Jagat yang berhasil menggagalkan rencana Kayesa untuk segera angkat kaki dari restoran tersebut.

Kayesa yang sudah berhasil berdiri kembali duduk, tatapannya kembali tertuju kepada Denan yang ternyata telah mengetahui keberadaannya. Keduanya saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama dan Denan memasang wajah datar tanpa ekspresi. Tidak seperti Jagat yang langsung melangkah menghampiri ketiganya, Denan justru melangkah keluar menuju pintu diikuti oleh Inneke yang kini berada di belakangnya.

Kayesa mengabaikan ketiga teman-temannya yang saat ini sedang mengobrol. Matanya terus mengawasi pergerakan Denan dan Inneke hingga hilang dari jangkauannya. Denan jelas-jelas melihatnya, tetapi suaminya itu terlihat seakan-akan tidak melihatnya dan justru memilih keluar bersama Inneke. Apa Denan masih begitu marah padanya perihal penggaris yang melukai dahinya? Atau saat ini Denan sedang tidak ingin berinteraksi dengannya karena ada Inneke yang harus ia jaga perasaannya? Jadi, dugaan bahwa Denan tengah menduakannya benar adanya?

Kayesa mencekram erat ghamis yang ia kenakan dengan kedua tangannya. Denan jelas-jelas mengabaikannya dan saat ini ia sungguh ingin menangis di tempat. Mengapa Denan bisa setega itu menganggapnya tak kasat mata?

"Kay, lo mau pesan menu yang lain nggak? Banyak menu baru yang launching hari ini." Jagat menatap istri dari sahabatnya itu dengan senyum lebar. Selama yang Jagat perhatikan, sepertinya mood sepasang suami istri hari ini sama buruknya dan entah apa penyebabnya, tetapi Jagat tidak memiliki cukup waktu untuk mencari tahunya.

Kayesa menggeleng sebagai respon dari tawaran Jagat. Suasana hatinya benar-benar buruk, ia tidak yakin bisa menahan diri saat baru saja melihat Denan keluar bersama perempuan lain. "Gue mau pulang sekarang."

"Nggak nanti aja bareng Denan?" tanya Jagat yang masih mempertahankan senyum lebarnya.

Kayesa menatap Jagat sinis yang sontak menghilangkan senyum lebar yang terlukis di bibir milik lelaki itu. "Maunya sekarang, bukan nanti!"

Jagat melipir ke arah Lentera dan Cia. Mendekati keduanya dan berbicara dengan nada pelan agar tidak didengar oleh Kayesa. "Kayesa sama Denan lagi pada kenapa, sih?"

"Emangnya kenapa?"

"Tadi Denan yang bawaannya ngajak gue gelut mulu, sekarang istrinya juga gitu. Mereka berdua kebanyakan makan daging kambing kali, ya? Darah tingginya kumat."

.....

"Kay, lo sudah boleh sholat belum?" tanya Lentera sembari membelokkan mobilnya memasuki halaman parkir masjid.

Kayesa mengangguk. Selama dalam perjalanan, Kayesa selalu membalas ocehan teman-temannya dengan hanya berupa komunikasi secara non-verbal. Ia kehilangan nafsu berbicara dan hanya memikirkan nasibnya yang kemungkinan besar telah diduakan oleh Denan.

"Kita mampir sholat dzuhur dulu, ya, takut keburu ashar."

Kayesa kembali mengangguk membalas perkataan Lentera.

"Jangan dipikirin terus, Kay. Nanti lo ngomong baik-baik aja sama Denan," ucap Cia yang kini menggandeng tangan Kayesa.

Kayesa menggeleng, ia menatap kedua temannya secara bergantian dengan mata berkaca-kaca. "Males ketemu Denan. Nanti antar gue ke rumah Mama Papa aja."

"Rumah mertua lo?"

"Iya. Kalau pulang ke rumah Umi Abah, takut ditanya-tanya macam-macam."

"Memangnya kalau ke rumah mertua lo nggak ditanya macam-macam?" tanya Lentera dengan nada heran.

"Mungkin ditanya, tapi nggak apa-apa. Nanti gue jelasin aja yang sebenarnya, biar Denan dimarah."

Lentera dan Cia saling bertatapan, lalu mengangguk menuruti keinginan Kayesa. Kaduanya tidak menyangka bahwa Kayesa yang polos ternyata memiliki sedikit pemikiran yang licik. Dalam hal ini, Kayesa berada di lingkungan keluarga yang beruntung karena kedua mertuanya pasti akan berada di pihaknya.

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang