Kecelakaan mobil yang dikemudikan Cia dan ditumpangi oleh Kayesa benar-benar terjadi. Denan berdiri dalam keadaaan lemas, menatap dengan mata basah ke arah pintu yang tertutup rapat di hadapannya. Keluarga dari pihak orang tua dan mertua semuanya telah berada di rumah sakit menunggu dalam kekhawatiran dan kegelisaan.
Kecelakaan yang dialami oleh Kayesa dan Cia terbilang parah. Kecelakaan yang melibatkan satu bus dan beberapa kendaraan lain. Bus mengalami keterlambatan manuver sehingga menabrak kendaraan di depannya. Hal ini terjadi karena hujan deras yang menyebabkan terbatasnya jarak pandang pengemudi bus.
Butuh waktu berjam-jam untuk team medis berusaha menyelamatkan Kayesa beserta kandungannya. Namun, takdir berkata lain, Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Hanya Kayesa yang dapat diselamatkan, tetapi tidak dengan kandungannya.
Denan menggeleng pelan dengan napas tercekat, tidak percaya dengan penyataan dokter yang baru saja selesai tersampaikan. Hilda menangis terisak di dalam pelukan Adnan, sementara Afra melangkah mendekati Denan dan memeluk putranya dalam keadaan yang sama menyakitkan.
Keynan yang sejak tadi memilih menunduk semakin menundukkan kepalanya, menyembunyikan genangan air mata yang keluar tanpa diminta.
Semua memang milik Allah dan Allah berhak kapan akan mengambilnya. Bisa jadi, Ia hanya menitipkannya sebentar ke dalam rahim Kayesa agar dapat diambil pelajaran darinya.
.....
Denan duduk di samping ranjang pesakitan, menatap sang istri yang terkulai lemas tanpa pergerakan dengan wajah pucat pasi. Ia mengabaikan perintah mamanya yang terus-terusan menyuruhnya makan. Pagi menjelang siang hingga tiba waktu malam Denan memang belum mengisi sedikitpun makanan ke dalam perutnya. Kerongkongannya masih menolak segala jenis makanan yang ditawarkan kepadanya.
Ia baru saja kehilangan buah hatinya dan memikirkan bagaimana reaksi Kayesa setelah mengetahuinya membuat Denan tidak tahu harus berbuat apa.
"Allah lebih sayang anak kita, nanti sedihnya bentaran aja, ya." Denan bergumam seraya meraih satu tangan Kayesa untuk ia kecup dengan lembut.
"Bang Denan, bentar lagi waktu Isya masuk. Abah titip pertanyaan, Abang sudah shalat Maghrib?" Tanya Keynan pelan terkesan hati-hati. Ia hanya ingin memastikan bahwa Abang iparnya itu sedang tidak meninggalkan kewajibannya sebagai hamba Allah. Sepengatahuan Keynan, sejak waktu Maghrib tadi ia tidak melihat keberadaan Denan di masjid rumah sakit.
"Abang kamu sudah sholat Maghrib. Tadi sholatnya di kamar ini." Bukan Denan yang menjawab, melainkan sang Umi yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Denan memberikan senyum tipisnya dan mengangguk ke arah Keynan.
"Kalau bang Rafka sudah sholat?" Tanya Keynan yang kini tatapannya fokus kepada sosok laki-laki yang sibuk dengan ponselnya di atas sofa.
Rafka mengangkat wajahnya. "Kalau gue bilang belum, lo percaya, Key?"
Keynan mengangguk santai. "Percaya. Soalnya dari tadi Key lihat bang Rafka bolak-balik ke kamar kak Cia. Cuma berdiri lama di depan kamar kak Cia, tapi enggak berani masuk. Habis Maghrib tadi, Key juga lihat Abang berdiri depan kamar kak Cia. Makanya, Key nanya, Abang sudah sholat Maghrib atau belum karena yang Key tau Abang dari tadi cuma berdiri depan kamar kak Cia. Cuma sekarang aja Key lihat Abang duduk tenang di sini."
Rafka mendengus. "Lo mata-matain gue, Key?"
Keynan menggeleng polos. "Enggak. Key enggak sengaja lewat aja tadi. Kenapa bang Rafka enggak masuk aja, kenapa cuma lihat dari luar?"
Rafka berdehem. Ia kembali sibuk menatap ponselnya. "Lima Abang Cia semuanya ada di dalam sana. Gue enggak berani."
"Ish! Enggak gentle banget!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Spiritualité-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...