Kayesa mengerjapkan matanya berulang kali. Rasa kantuk masih menguasainya. Ia menggeliat pelan sembari membuka lebar ke dua matanya menatap jam dinding yang sebentar lagi bergerak ke angka tiga dini hari.
Tidak leluasa bergerak karena ada tangan yang memeluknya dari belakang, Kayesa melepaskan tangan itu secara perlahan dan kemudian mengubah posisi dengan berbaring menghadap Denan.
Kayesa menatap wajah lelap itu dengan saksama. Ia selalu memimpikan memiliki suami yang sabar menghadapi sikapnya, memimpikan memiliki suami yang baik, menerima segala apa yang ada dalam dirinya baik kurang mau lebihnya, dan juga suami yang tulus mencintainya. Namun, impian itu hangus. Sekarang, ia mulai berpikir, jika ia memimpikan suami seperti itu artinya ia juga harus menjadi istri yang seperti itu.
Memang, ia perlu berkaca, ia juga harus memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum menuntut hal yang ia inginkan. Lagi pula, selama ia bersikap baik, Denan juga melunak padanya.
Laki-laki itu juga selalu memenuhi semua kebutuhannya dan masih mengingat tanggung jawabnya. Juga, sudah tidak pernah lagi mencari perkara dan berakhir dengan pertikaian secara fisik.
Kayesa menyentuh rambut hitam legam Denan dan membelainya lembut. Ia akan berusaha menjadi istri yang baik. Ya, itu adalah salah satu cara agar Denan tidak berniat mencari istri lagi. Ia tidak ingin dipoligami, terlebih jika harus menjadi janda muda. Astaghfirullah.
Kemudian, Kayesa bergegas turun dari tempat tidur saat jam menunjukkan tepat pukul tiga dini hari. Gadis itu terdiam sesaat menatap Denan yang masih tertidur pulas. Kerutan di keningnya kini terpampang nyata. Bingung, membangunkan Denan atau tidak. Selama menikah, mereka tidak pernah melaksanakan ibadah sholat tahajud bersama.
Selama ini, Kayesa akan bangun terlebih dahulu untuk melaksanakan sholat tahajud dan setelah itu ia akan sengaja membuat keributan seperti menjatuhkan barang secara asal agar Denan bisa bangun untuk melaksanan sholat setelahnya. Ia terlalu gengsi untuk membangunkan laki-laki itu.
Kayesa meringis, menyadari bahwa selama ini ia bukanlah istri yang baik. Menggaruk kepala yang tidak gatal, Kayesa lebih memilih melangkah menuju kamar mandi dan mengambil wudhu. Salahkan Denan dengan sifat kebo-nya. Suruh siapa ia malah keenakan tidur.
"Astaghfirullah," pekik Kayesa saat membuka pintu kamar mandi usai berwudhu. Gadis itu mengelus dada dan menatap sebal Denan yang berdiri menjulang di depannya.
"Ish, Denan. Ngagetin tau nggak?!"
Denan menatap Kayesa dengan wajah bantalnya. Laki-laki itu menepuk pelan pundak sang istri lalu beranjak masuk kamar mandi.
"Tungguin, kita ibadah bareng!" ucapnya sebelum benar-benar menutup pintu kamar mandi.
Usai menggelar sajadah dan mempersiapkan keperluan Denan untuk sholat, Kayesa yang telah mengenakan mukena kini duduk sembari memegangi kedua pipinya yang tiba-tiba saja menghangat. Gadis itu menunduk ketika Denan telah keluar dari kamar mandi dan berdiri di shaf depan yang akan mengimaminya sholat kali ini.
Kayesa menyentuh jantungnya yang entah mengapa berdetak tak wajar. Ini kali pertama keduanya mendirikan sholat berjamaah, mendengarkan suara Denan yang lembut dan merdu, merasakan hatinya ikut menghangat dalam ketenangan, dan melangitkan doa bersama pada sujud terakhir di sepertiga malam ini.
"Assalamu'alaikum warahmatullah,"
Usai berdzikir dan memanjatkan doa kepada Sang Pemilik Seluruh Alam Semesta, Kayesa menatap punggung Denan lalu mulai ingin melepas mukenanya.
"Kay...."
"Iya?" Menatap Denan yang kini berbalik ke arahnya, gadis itu akhirnya mengurungkan niat untuk melepas mukena yang ia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Espiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...