Setelah menangis, Kayesa tertidur cukup lama. Ia baru bangun setelah mendengar adzan dzuhur berkumandang. Usai shalat, Kayesa keluar kamar dengan langkah lemas. Ia sudah siap untuk berangkat ke kampus. Harusnya ia sudah menerima materi perkuliahan sejak jam sepuluh pagi tadi, tapi karena ketiduran ia akhirnya melewatkan jam perkuliahan tersebut.
"Mau ke mana?"
Ternyata Denan masih berada di rumah ini. Kayesa pikir, Denan sudah berangkat terlebih dahulu karena padatnya jadwal perkuliahan yang akan lelaki itu lewati hari ini.
"Kampus," jawab Kayesa singkat. Ia melangkah melewati Denan begitu saja.
"Hari ini kamu nggak perlu ngampus," ucap Denan yang menghentikan langkah kaki Kayesa.
Kayesa menghela napas dan menatap Denan malas. "Perlu. Kay mau menuntut ilmu."
"Kita perlu bicara, Kay. Aku capek ngehadapin sikap kamu yang aku nggak tau alasannya apa," ucap Denan yang seketika membuat sorot mata Kayesa berubah sinis.
"Kalau capek balikin aja Kay ke Abah Ummi!"
Bibir Denan langsung terkatup rapat. Ia benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa.
Tidak ingin kembali memperkeruh suasana, Denan pergi begitu saja meninggalkan Kayesa yang kini menatap punggungnya dengan tatapan sedih. Denan perlu menenangkan pikiran, perlu intropeksi diri mengenai sikap Kayesa yang berubah drastis seperti ini. Hingga kini, dada Denan berdebar sakit mendengar Kayesa yang meminta untuk dipulangkan. Secara tidak langsung, Kayesa mengatakan ingin lepas darinya. Kayesa ingin pergi darinya.
...
Sepertinya gosip mengenai Denan dengan Inneke telah menyebar luas. Bisik-bisik selalu terdengar jelas saat Kayesa berpapasan atau tidak sengaja melewati gerombolan orang-orang yang berada di lorong kampus.
Wajah sembab dan sorot mata lelah yang ditampilkan oleh Kayesa semakin membuktikan gosip yang ada. Menambah asumsi dan pokok perbincangan kala Kayesa tidak lagi berada di sekitar mereka.
Tidak langsung menuju kelas perkuliahan, Kayesa justru berbelok menuju ruang kesehatan. Mengasingkan diri dari keramaian ternyata setenang ini. Seharusnya ia mendengarkan kata Denan untuk tidak perlu berangkat ke kampus. Menjadi topik perbincangan utama bukanlah hal yang Kayesa inginkan, terlebih topik yang diangkat adalah mengenai keretakan rumah tangga karena adanya orang ketiga.
Kayesa memasuki ruang kesehatan yang langsung disambut hangat oleh seorang wanita paruh baya yang bertugas berjaga di sana. Kayesa tersenyum sopan, lalu memilih salah satu bilik kamar untuk ia tempati.
"Butuh diperiksa? Tensi darah, kadar gula, atau periksa yang lain mungkin?" tanya wanita yang kini berdiri di sisi pembaringan tempat Kayesa duduk.
Kayesa tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Terima kasih, Bu, tapi saya cuma mau istirahat sebentar."
Wanita itu balas tersenyum. "Oke, laporan aja, ya, kalau ada apa-apa."
Kayesa mengangguk. Kini ia berbaring sambil berkutat dengan ponselnya, mengabari keberadaannya kepada Lentera dan Cia yang sejak tadi tidak berhenti menerornya.
Kayesa juga memeriksa beberapa grup kelas yang mendadak senyap. Terbiasa diberikan informasi random di grup kelas tersebut, rasanya cukup heran jika tidak ada yang membuka percakapan di sana.
Hanya hitungan menit, Cia dan Lentera tiba-tiba menampakkan diri di hadapan Kayesa. Memeluk Kayesa dan memberikan hiburan berupa aneka makanan dan minuman yang kini tergeletak di lantai salah satu bilik kamar tersebut.
"Kay, lo nggak apa-apa?" tanya Lentera yang kini duduk setengah berbaring di samping Kayesa. Pembaringan yang hanya cukup satu orang tersebut dipaksa untuk dapat menampung tiga orang sekaligus. Meskipun Cia hanya kebagian sedikit space untuknya duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuamitonirrajim
Espiritual-Spiritual~Romance- Menikah dengan seseorang yang merupakan sahabat sejak kecil mungkin masih bisa keduanya toleransi, tetapi bagaimana jika menikah dengan seseorang yang merupakan musuh sejak kecil? Kayesa tidak pernah membayangkan hal itu akan ter...