Tuduhan

64 6 0
                                    

Kemarin sepulang sekolah ia melihat kedua orang tuanya sudah kembali, tidak seperti biasa kali ini lebih cepat.

Namun ketika kakinya akan menginjak tangga yang akan membawanya keatas, Miltha memanggilnya mau tak mau ia kembali mundur dan mendekat.

Wanita itu menatap putrinya yang berdiri dihadapannya. Ia mendapat laporan kalau gadis itu dipukul seseorang dan ia percaya hal itu setelah melihat samar bekas merah dipipi Ruvha.

"Siapa yang mukul?" Tanya Miltha dengan tatapan tidak suka. Ruvha berpikir apa Miltha menghawatirkannya. Namun pertanyaan itu tidak dijawab oleh Ruvha karena ia pun bingung harus mengatakan apa.

"Gadis bodoh! Jika ada yang memukulmu balas. Jangan diam saja seperti budak. Mengerti!!" Kalimat yang Miltha lontarkan membuat Ruvha kaget dan tidak percaya dengan pendengarannya.

Namun menit berikutnya ia menyesal berpikir Miltha mengkhawatirkannya. Karena wanita itu malah menambah memar di tubuhnya, padahal memar-memar yang diciptakan Miltha sebelumnya pun belum sepenuhnya pulih. Miltha memukulinya tanpa menyentuh wajahnya, ini yang membuat Ruvha yakin Miltha takut kalau publik tahu ia menyiksa anak semata wayangnya.

Sekarang disinilah Ruvha, duduk termenung di balkon kamarnya dengan susu panas yang sebelumnya Samih antarkan ke kamarnya, seluruh badannya pegal dan sakit. Ia melihat kebawah dan seketika semilir angin seolah mendorongnya untuk lompat membuatnya takut jika ia memiliki kepribadian ganda.

Ia tidak takut mati, ia malah senang kalau ternyata ini waktunya untuk pergi. Tapi ia tidak mau mendahului takdir dengan bunuh diri, karena setahunya mati itu menyakitkan dan tidak dalam sekejap. Ia pernah mencobanya ketika Ravan meninggal, ia mengambil gunting di laci kamarnya karena tidak tahan mendengar semua orang lebih tepat keluarganya terus menyalahkan dia atas kejadian itu. Namun ketika sisi tajam dari gunting itu sedikit membuat kulitnya tersayat rasa perih menjalar membuatnya takut untuk melanjutkan.

Padahal ia sering mendapat rasa sakit yang lebih dari itu ketika disiksa oleh Miltha, namun nyalinya hilang ketika ia sendiri yang melakukannya.

Ia menarik napasnya dalam dan menjauh dari balkon berniat tidur karena besok dia akan menghadapi hari yang kemungkinan lebih kejam.  

Halayacrep

Ruvha duduk dikursinya seperti biasa, tidak ada yang berubah hanya saja sekolah masih sepi karena ia berangkat lebih awal. Hari ini ia memakai almamaternya, padahal suhu tergolong panas. Ia juga memakai stoking dan membiarkan rambutnya tergerai. Bukan karena apa tapi bekas pukulan Miltha terlihat jelas di tubuhnya membuat ia harus menutupinya dengan cara itu.

Ia menatap keluar jendela kelasnya yang berada dilantai atas. Melihat gerbang sekolahnya yang mulai ramai. Mereka semua mengenakan seragam berlengan pendek karena cuaca cerah hari ini tergolong panas. Baru saja ia akan mengucir rambutnya karena belum ada orang lain selain dirinya di sini, seseorang masuk membuatnya kaget dan melepaskan tangan dari rambutnya.

"Ruvha lo gak kepanasan?" Tanya seorang gadis yang ia ingat namanya Andis. Yang dijawab anggukan dan senyuman kecil dari Ruvha.

Perlahan kelasnya mulai penuh oleh siswa seperti biasa, ketika pertama masuk dan melihatnya mereka semua merasa aneh dengan pakaiannya. Ia memakluminya bahkan ia sendiri juga merasa aneh.

Ketika Foral datang, gadis itu heboh sendiri dan terus bertanya apakah Ruvha sakit. Foral baru berhenti ketika Ruvha mengatakan, "Mama." Ia paham maksud temannya itu.

Semuanya berjalan lancar bahkan tergolong sangat tenang padahal kemarin terjadi hal yang tidak mengenakkan, membuat Ruvha takut akan terjadi sesuatu yang buruk.

HalayacrepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang