"Ruvha! Bentar gue mau ngomong." Zeris memanggil gadis itu tiba-tiba disaat ia baru beranjak dari sana.
"Ngomong apa?" Tanya Ruvha setelah mendudukkan kembali bokongnya dikursi. Ia menatap penasaran kearah Zeris yang seolah ragu.
Zeris menghela napas pelan sangat pelan bahkan tak terlihat bernapas. "Pertunangan kita..." Ujar Zeris setelah lama terdiam namun masih saja terjeda membuat Ruvha semakin bingung.
"...jangan dibatalin." Sambungnya yang tak terduga. Ruvha merasa waktu terhenti seolah semua tak bergerak bahkan aliran darahnya.
"Apa?! Tunggu... maksudnya?" Ruvha menagih penjelasan untuk pernyataannya, Zeris tak mungkin melakukan itu untuk alasan konyol seperti menyukainya kan.
"Pertunangan ini gak mungkin batal." Kalimat itu tak berhasil menjawab pertanyaan dikepala Ruvha. Gadis itu masih menunjukkan tampang tak mengerti.
"Gak mungkin gimana?" Tanya Ruvha seolah dia bisa membatalkannya kapan saja, padahal tidak.
"Lo kesiksa kan." Ruvha diam seribu bahasa, bagaimana Zeris tahu?
Zeris menatap dengan ekspresi yang tak bisa dipahami. Ia melihat Ruvha yang terus mengalihkan pandangan.
"Tatap gue. Gue tau orang tua lo gimana. Jadi gak usah berusaha ngelak." Ruvha menunduk, dengan tatapan aneh yang terlihat diwajah Zeris ia merasa laki-laki itu mengetahui segala yang berusaha ia tutupi.
"Lo tau darimana?" Ruvha memberanikan diri menatap langsung ke mata Zeris. Dan kalimat berikutnya sungguh diluar prediksi.
"Keliatan dari awal. Batal dari gue orang tua lo pasti nyari yang lain. Mereka gak mau lo sendirian apalagi kaya sekarang. Mereka lama diluar negeri dan berpikir lo ada yang jaga. Sekalian gue jadi punya alasan supaya bisa keluar rumah beberapa hari." Ruvha tersenyum sinis. Ternyata Zeris tidak tahu semuanya, bahkan tidak tau samasekali. Namun ada yang janggal, apa maksud kalimat yang terakhir?
"Keluar rumah?" Ruvha menatap bingung kepada Zeris yang diam tanpa ekspresi. Waktu terus berjalan namun tak satu kata pun keluar dari mulut laki-laki dihadapannya. Sampai Ruvha beranggapan kalau Zeris memang tak berniat memberitahunya dan ia langsung saja pergi menjauh, kemana saja asal tak terlihat oleh Zeris.
Halayacrep
Mona berdiri didepan meja bulat yang memang disediakan tanpa kursi. Ia memegang sebuah gelas berisi minuman berwarna merah. Senyuman tak pernah luntur dari wajahnya, apalagi dengan berbagai orang yang menghampiri mereka. Ya, mereka.. dia dan Reiro. Ini merupakan acara pernikahan salah satu kolega ayahnya Reiro. Mereka diminta mewakili datang karena Logaf, ayahnya, tak bisa hadir.
Awalnya Mona enggan, tapi Reiro memaksanya dan jangan lupa cara membujuk dengan bantuan ibu Reiro yang tentu saja tidak bisa Mona tolak.
Banyak dari mereka yang bertanya kapan mereka akan melangsungkan pernikahan. Sementara Mona hanya menjawabnya dengan mengandalkan status yang masih pelajar SMA, sedangkan Reiro disetiap kesempatan malah berkata akan melaksanakan secepatnya.
Baru saja Reiro pergi keluar ruang acara, katanya ia akan ketoilet. Dan saat itulah seseorang yang tak terduga menghampirinya.
"Hai Mona. Sendirian?" Seorang gadis menyapanya dengan laki-laki yang ia kenal berdiri dibelakang gadis itu.
"Gak mungkin gue dateng ke acara begini sendirian." Jawab Mona dengan nada santai sambil tersenyum sembari mendekatkan gelas kebibirnya.
"Reiro mana?" Kali ini laki-laki itu yang bertanya membuat Mona menunjuk pintu keluar dan berkata toilet.
Foral berdiri didekat gadis itu, mengambil gelas yang disajikan dan meminumnya. Ia tak tahu harus membicarakan topik apa, lagi pula ia tidak terlalu dekat dengan Mona. Jadi hanya berdiri seolah menikmati acara dengan alunan musik pelan serta Gema yang terus memeluk pinggangnya dengan satu tangan membuat Foral tak terlalu bosan. Sementara Mona juga diam, ia menatap sepasang pengantin didepan sana yang terlihat sangat bahagia padahal setahunya mereka dijodohkan beberapa bulan yang lalu. Waktu yang singkat untuk seseorang yang berada dijenjang pernikahan.
Sementara dirinya dan Reiro sudah menjalani hari bersama dan tinggal satu atap sejak usia 10 tahun, sama sekali tak memiliki niat untuk segera menikah.
Mona diam menunggu Reiro yang tak kunjung kembali, sampai satu notifikasi masuk ke ponselnya.
-Rei
Gue ada urusan. Nanti lo dijemput supir. Ok cantik.Mona membaca pesannya tanpa ekspresi, tidak ada yang ia rasakan. Mungkin hanya sedikit kecewa karena jika mereka datang bersama harusnya mereka juga pulang bersama.
Mengingat tidak ada urusan lagi di acara ini, ia pergi begitu saja meninggalkan ruangan. Mona keluar melihat sekeliling, mencari supirnya yang akan menjemput. Namun belum melihat keberadaannya, tangan Mona ditahan seseorang membuatnya menoleh. Alisnya berkerut bingung dengan orang yang ada dihadapannya sekarang.
"Lo mau kemana?" Tanya laki-laki itu.
"Pulang." Jawab Mona sekenanya masih berusaha mencari mobil yang menjemputnya
"Gue anter." Tangannya langsung ditarik lembut membuat Mona hanya bisa menurut untuk beberapa saat, karena setelahnya ia menahan lengannya membuat mereka berhenti.
"Gue bisa pulang sendiri." Orang dihadapannya menoleh, kemudian menunduk setara dengan wajahnya.
"Gue anter." Ucapnya dingin tak terbantahkan dengan tatapan tajam lurus kemata Mona yang balas menatapnya. Kali ini Mona tidak bisa mengelak, dengan terpaksa menuruti kemauan orang yang sekarang menggenggam erat tangannya. Jujur ia merasa hal ini salah. Dilihat dari sisi manapun ini salah. Namun ia tak bisa membohongi hatinya untuk menolak perlakuan manis dengan hawa dingin dari laki-laki itu.
Mereka sama-sama diam, bahkan suara napas keduanya sama sekali tak terdengar. Mona menarik napas dalam, ia ingin mengatakan sesuatu yang mengganjal dihatinya.
"Ini gak bener." Suara Mona akhirnya keluar meski dengan kecemasan yang sedikit terlihat. Laki-laki itu tetap diam menatap lurus ke jalanan yang lumayan ramai.
"Gak ada yang lebih bener dari ini." Gumamnya masih terdengar jelas di telinga Mona. Gadis itu hanya bisa pasrah membiarkan laki-laki gila didekatnya ini mengundang amarah dua orang yang nyatanya lebih pantas untuk tahu dan melepaskan mereka, tentu saja dengan sedikit konsekuensi atas itu.
Lama Mona terdiam dengan duduk dipinggir ranjangnya menatap keluar pintu balkon yang terbuka membawa semilir angin perlahan menerbangkan gorden tipis berwarna pastel yang menggantung indah.
Ia terus memikirkan perkataan orang itu di mobil tadi. "Gak ada yang lebih bener dari ini." Memang ada benarnya, namun itu juga salah. Ia sendiri tidak mungkin menutupi masalah ini selamanya, karena aroma bangkai tetap akan tercium. Reiro baik, sangat baik meski diiringi sifat kejamnya. Reiro tidak pantas diperlakukan seperti ini, terlebih dia yang berhutang besar kepada keluarganya.
Dan jangan lupakan gadis yang sangat percaya pada laki-laki yang sebut saja selingkuhannya. Mereka sudah bersama sangat lama bahkan jauh sebelum dirinya. Namun etika yang seharusnya ia dan laki-laki itu hormati malah sangat terabaikan bahkan terlalu diabaikan.
Meski begitu, apakah ia harus berkorban untuk membalas hutang budi dan juga apakah laki-laki itu tetap harus berpura-pura tersenyum dan hidup bersama seorang gadis hanya karena sudah lebih lama bersamanya.
Tidak. Itu lebih tidak benar, bahkan tidak masuk akal.
.
.
.
.
.
.Next-

KAMU SEDANG MEMBACA
Halayacrep
Teen FictionJangan bertanya apa kesalahanmu. Karena aku yang salah... percaya bahwa kau akan memperbaiki segalanya ~Ruvha Wethaloria Gadis manis itu diam dengan tatapan terluka, mati-matian menahan air mata yang akan tumpah jika saja lelaki itu tak menatapnya...