Aery

46 8 1
                                    

"Gema udah berulang kali aku ingetin, tapi masih aja sama Mona." Keluh Zeris yang disebelahnya terdapat Aery duduk dengan tenang dan memandanginya sambil tersenyum.

"Kenapa lagi sekarang? Waktu itu kan udah baik-baik aja, pacarnya Gema juga gak tahu kan." Jawab Aery mencoba menenangkan Zeris yang terlihat frustasi.

"Tapi aku yakin bentar lagi Foral bakalan tahu." Zeris sangat yakin jika Ruvha sudah mengetahuinya pasti sebentar lagi sahabat satu-satunya tentu saja karena tidak ada yang mau berteman dengan cewek egois seperti dirinya, Foral pasti akan tahu.

Zeris berulang kali menghela napasnya berat, Aery hanya tetap duduk memperhatikan dan berkata, "Gapapa gak usah terlalu dipikirin. Biarin mereka nyelesainnya sendiri." Kalimatnya yang berusaha menenangkan terdengan lembut dipendengaran Zeris.

"Kalo aja cewek egois itu gak tahu mungkin ini bakal baik-baik aja." Masih dengan sisa kekesalannya, Zeris terlihat begitu membenci gadis yang saat ini berstatus tunangannya. Aery sangat tahu siapa yang Zeris maksud egois dan ia hanya diam ketika kekasihnya mulai membahas tunangannya itu.

"Aku kekelas dulu yaa." Ujar Aery mulai beranjak dan Zeris hanya mengangguk sebagai jawaban.

Ditengah perjalanannya ke kekelas Aery berpapasan dengan Ruvha yanga berjalan sambil tersenyum membuatnya penasaran ada hal membahagiakan apa yang terjadi pada Ruvha pagi ini. Aery diam ditempat memperhatikan sampai Ruvha sudah semakin dekat dan hanya melewatinya begitu saja, ia heran kenapa Ruvha tidak ikut berhenti. Apa gadis itu tidak melihatnya atau sengaja mengabaikan kehadirannya.

Sementara Ruvha masih senang dengan peningkatan dirinya yang bisa melawan orang yang berlaku seenaknya. Namun, tiba-tiba ia memperlambat jalannya setelah melihat Zeris berlari kearahnya.

"Ruvha!" Panggil seseorang agak keras dari belakang Ruvha membuat gadis itu berbalik dan mendapati Aery berjalan cepat kearahnya. Dirinya sempat bingung, kenapa dua orang itu mengarah kepadanya berbarengan.

"Kenapa?" Tanya Ruvha santai, toh ia tidak memiliki masalah berarti dengan gadis bernama Aery itu. Tapi bukannya menjawab gadis itu malah menunduk dan terlihat sedih. Baru saja Ruvha ingin menyentuh bahunya seseorang tiba-tiba mencekal tangannya dengan kasar. Yah, ia lupa kalau tadi Zeris sedang berlari kearah mereka.

"Lo apa-apaan sih?! Masih aja gangguin Aery!" Bentakan itu sudah terasa familiar dipendengaran Ruvha, tapi tetap saja ia tidak pernah terbiasa dengan perlakuan kasar semua orang terhadapnya.

"Gue gak ngapa-ngapain." Ujar Ruvha menyatakan yang sebenarnya. Aery yang entah sejak kapan dan kenapa ia menangis hanya menunduk dengan menggenggam lengan Zeris dengan kedua tangannya.

"Lo pikir gue percaya!? Lo ngomong apa ke Aery sampe dia nangis gini?!" Meskipun hari ini sekolah sepi tapi tidak dapat dipungkiri perselisihan mereka mengundang perhatian banyak orang, terlihat dari beberapa orang yang memperhatikan mereka bahkan ada yang tidak segan untuk mendekat dan merekamnya.

"Udah gapapa Zer." Tiga kata yang keluar dari mulut Aery berhasil membuat semua keheningan dari orang-orang yang memperhatikan mereka pecah. Tentu saja gunjingan tak berdasar yang hanya ditujukan untuk Ruvha si gadis egois tidak tahu diri.

"Parah banget sih. Aery gak ngapa-ngapain loh dari tadi, masih aja digangguin."

"Padahal Zeris udah keliatan ngedeket, apa jangan-jangan dia sengaja untuk narik perhatian Zeris."

"Iya kali. Secara dia kan tunangan yang gak dianggap."

Dan masih banyak bisik-bisik yang terlalu keras jika dikatakan bisikan. Ruvha tahu posisinya tidak bagus disini jadi ia memutuskan pergi meninggalkan mereka dengan kesalah pahaman itu. Namun belum jauh ia beranjak tiba-tiba saja Zeris menahan tangannya kasar dan menariknya menjauh dengan arah berlawanan, melewati Aery yang mematung ditempatnya. Ruvha melihat wajah terkejut gadis itu. Kemana raut sedih dan linangan air mata yang tiba-tiba berhenti itu?

Sepanjang jalan Ruvha berusaha melepaskan genggaman Zeris yang begitu kuat yang pada akhirnya ia biarkan saja laki-laki itu membawanya entah kemana.

Ternyata rooftop gedung olahraga menjadi tujuan Zeris kali ini. Rooftop yang dipenuhi balok-balok kayu serta kardus-kardus yang bertumpuk rapi. Barulah Zeris melepaskan tangannya dan menghadap gadis itu sepenuhnya.

Ruvha diam menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Zeris. Waktu terus berjalan tapi Zeris tak kunjung buka suara dan hanya menatapnya, Ruvha sampai mengira kalau waktu berhenti sejenak.

"Kenapa?" Tanya Ruvha akhirnya bosan dengan keheningan yang sesaat terjadi.

"Gue mau coba dengerin penjelasan lo. Jelasin kenapa lo ngelakuin itu ke Aery? Sepengen itu lo tetep jadi tunangan gue?" Perkataan yang terdengar lebih lembut dari biasanya walaupun kalimat sarkasnya masih terlalu jelas.

Ruvha diam dan berpikir sejenak, ia memperhatikan sekeliling memastikan tidak ada cctv yang merekam mereka. Meskipun sedikit bingung Zeris mengikuti arah pandang Ruvha yang menelisik kelilingnya.

"Gue gak pernah ngelakuin sesuatu kaya yang lo pikir, dan gue sama sekali gak pernah mau jadi tunangan lo." Jawab Ruvha setelah melihat tidak adanya cctv yang memantau dengan jelas mereka di atas sini, beruntung Zeris menggeretnya ketempat ini. Namun Ruvha heran setelahnya karena Zeris terlihat menghela napas kasar seolah kesal.

"Gue udah bicara baik-baik dan minta lo jelasin semuanya! Tapi gengsi lo tinggi banget ternyata. Apa susahnya jujur?! Lo kalo mau ganggu gue ya gue aja, gak usah sentuh Aery!!" Ruvha semakin dibuat keheranan dengan perubahan sikap Zeris yang begitu cepat, kembali bicara dengan bentakan yang siapapun tahu itu terlalu kasar untuk seorang gadis seperti Ruvha.

Gadis itu menatapnya datar dan tertawa remeh setelahnya, melangkah maju mendekat kehadapan Zeris sampai jarak mereka hanya tinggal sejengkal. Sedikit berjinjit Ruvha menatap wajah Zeris yang ternyata tidak mundur barang sedikitpun, malah menunduk melihatnya karena perbedaan tinggi mereka. Dahinya berkerut melihat Ruvha yang bertingkah aneh tidak seperti biasanya.

"Lo gak secakep itu." Ujar Ruvha yang jauh dari ekspetasi Zeris, dan jujur saja ia kesal mendengarnya. Meski begitu Zeris tetap diam menunggu kalimat berikutnya dan membiarkan Ruvha yang kembali menjauh dengan selangkah mundur.

"Kenapa lo bisa sepede itu? Dan anehnya lo minta gue untuk jelasin tapi lo gak percaya sama omongan gue. Kayanya percuma ngomong sama lo, karena ternyata lo cuma mau denger apa yang mau lo denger dan percaya dengan apa yang mau lo percaya doang. Dengan kata lain lo sebenernya gak peduli sama fakta yang ada, lo cuma mau menangin pikiran lo aja." Ujar Ruvha panjang tetap dengan sikap tenang tang tak tergubris namun kalimatnya sedikit terjeda.

"Kayanya lo yang gengsinya tinggi." Sambungnya mengakhiri ucapannya tadi. Melihat tidak adanya respon dari lawan bicaranya Ruvha memilih pergi meninggalkan Zeris yang hanya diam termangu, bertanya-tanya apakah yang dihadapannya saat ini benar seorang Ruvha. Kenapa setiap kalimatnya membuat Zeris tak bisa berkutik, kenapa Zeris merasa semua kalimat itu benar dan dirinya yang selama ini justru... salah?

Namun, mengingat semua fakta yang ia ketahui dirinya tidak bisa sepenuhnya percaya pada ucapan Ruvha. Tadi pun ia melihat sendiri bagaimana Aery berusaha menahan tangisnya setelah berbicara dengan Ruvha, ditambah gadis itu seolah akan bermain fisik dengan gadisnya. Tidak mungkin ini semua terjadi tanpa alasan, dan sangat tidak mungkin Aery berbohong soal itu karena yang paling mungkin berbohong adalah gadis yang saat ini berjalan menjauh tanpa berbalik sedikitpun.

.
.
.
.
.
.

Next-

HalayacrepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang