Mona duduk dipinggir balkon kamarnya menatap langit malam penuh bintang. Musim panas telah tiba walau terkadang hujan tetap datang. Ia mengayunkan kakinya tanpa takut jatuh sedikitpun, mengingat kamarnya berada di lantai 2 jika ia jatuh bisa dipastikan kesadarannya hilang dan kemungkinan terburuk tulangnya patah.
Sampai suara seseorang menyadarkannya dan membuatnya menoleh kebelakang.
"Mona Astridian... jangan mencoba bunuh diri karena aku yang akan membunuhmu. Lagi pula kau tidak akan mati jika lompat dari ketinggian itu." Suara mengerikan itu tak membuat Mona takut, sejujurnya ia muak mendengar suara laki-laki yang 6 tahun belakangan ini mengatur hidupnya hanya karena keluarganya yang membiayai kehidupannya.
"Aku tidak sebodoh itu sampai rela tersiksa karena patah tulang." Jawab Mona sarkas memalingkan wajahnya kembali menatap langit.
"Itu yang aku suka darimu." Reiro tersenyum memeluk Mona dari belakang menempatkan dagunya di pundak gadis yang hanya menampilkan ekspresi datar.
"Berhenti memelukku atau aku akan benar-benar lompat." Ancaman yang justru membuat Reiro tersenyum dengan kekehan ringan. Dan dalam satu gerakan ia mengangkat tubuh ramping Mona dan menurunkannya dari pinggiran balkon.
"Kau tidak pernah serius dengan ucapanmu, wakil ketos kesayanganku." Reiro menyelipkan helaian rambut Mona kebelakang telinganya, dengan jarak yang begitu dekat gadis manapun pasti akan pingsan tapi tidak untuk Mona. Ia sudah terlalu terbiasa dengan perlakuan manis terlebih kejam dari Reiro.
Dengan kalimat yang ia ucapkan beberapa menit lalu sungguh sangat berbanding terbalik dengan perlakuan manisnya kali ini. Dan semua ini Reiro lakukan hanya karna ingin ditemani makan malam di jam yang tidak lagi malam. Ini sudah dini hari, pukul 2 pagi tepatnya.
Mona duduk manis disisi lain meja makan, menunggu Reiro selesai dengan makanannya. Gadis itu tak ikut makan karena ia sangat tak bernafsu di jam ini, dan Reiro sangat hafal akan hal itu.
Reiro sangat perhatian, disamping sifatnya yang juga kejam. Ia hafal betul semua kebiasaan dan jadwal keseharian Mona, semua kesukaannya bahkan hal yang ia benci. Reiro selalu berlaku seenaknya tapi dengan mempertimbangkan keinginan Mona. Seperti meminta ditemani makan saat ini, karena ia tahu Mona belum tidur dan tidak akan keberatan.
Dan mengenai gadis lain... Ia hanya bersenang-senang.
Halayacrep
Ruvha terus bertanya-tanya siapa tunangan Reiro, ia takut suatu saat gadis itu melihatnya bersama Reiro dan hal yang tidak diinginkan terjadi.
Ia sudah bertanya ke beberapa orang tapi jawaban mereka sama "Ga tau siapa, tapi dia sekolah disini." Selalu bergitu.
Ia sempat ingin bertanya kepada Reiro tapi diurungkan karena ia takut laki-laki itu akan marah jika ia menyinggung pertunangannya seperti halnya Zeris.
Tapi berhari-hari rasa penasaran itu timbul dan tak menemukan titik terang.
"Ruvha! Kenapa lo bengong?" Foral memukul pelan lengan Ruvha menyadarkannya dari lamunan.
"Gapapa." Jawab Ruvha singkat meneruskan makan cemilannya sambil duduk ditribun lapangan basket bersama Foral. Mereka tidak sedang menonton basket melainkan hanya duduk dengan Foral yang bercerita masalah kencannya kemarin.
Dan Ruvha mengingat satu hal ia belum menanyakan hal itu kepada Foral, siapa tau temannya itu mengetahuinya.
"Ral gue mau nanya." Ujar Ruvha menghadap kesamping, melihat sepenuhnya kepada Foral yang menunggunya melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halayacrep
Teen FictionJangan bertanya apa kesalahanmu. Karena aku yang salah... percaya bahwa kau akan memperbaiki segalanya ~Ruvha Wethaloria Gadis manis itu diam dengan tatapan terluka, mati-matian menahan air mata yang akan tumpah jika saja lelaki itu tak menatapnya...